Thursday 7 April 2011

Keberadaan Ilmu Fiqh


Keberadaan Ilmu Fiqh
Oleh Ubay KPI
Dari suatu segi, ilmu fiqh, seperti halnya dengan ilmu-ilmu keislaman yang lainnya dapat dikatakan telah tumbuh semenjak masa Nabi sendiri. Jika "fiqh" dibatasi hanya kepada pengertian "hukum" seperti yang sekarang dipahami oleh banyak orang, maka akar "hukum" yang erat kaitannya dengan kekuasaan itu berada dalam satu peranan Nabi sendiri selama beliau mengemban tugas suci kerasulan (risalah) khususnya periode sesudah hijrah ke Madinah, yaitu peranan sebagai pemimpin masyarakat politik (Madinah) dan sebagai hakim pemutus perkara.
Sedangkan perkembangan ilmu fikih teramat pesat ketika memasuki abad 4 hijriyah pada masa Bani Umayah. Perkembangan ini didasarkan pada perkembangan yang membingungkan oleh warisan pergolakan antara `Ustman dan Ali Radliallhuanhuma.
Pada masa pergolakan tersebut akhirnya muncul banyak Imam-imam mazhab dan mujtahid. Pada pembahasan "fiqh dalam era keemasan". Sehingga fiqh dari masa kemasa mempunyai kesinambungan antara yang satu dengan yang lain. Periode ini dalam perkembangan fiqhnya bermula ketika pemerintahan Islam diambil alih oleh Muawiyah bin Abu Sofyan tahun 41 H. hingga awal abad kedua Hijrah.
Fiqh menjadi alternative umat Islam yang juga menjadi ciri khasnya karena fiqh melalui pemikiran mujtahid memberikan jawaban yang memuaskan akan ketimpangan hadis dan Alquran yang mana Alquran hanya memuat muat sebagian hukum terinci, sementara sunnah hanya sebatas pada persoalan-persoalan yang berkembang pada masa Rasulullah. Maka dari itu dalam menyelesaikan persoalan baru di butuhkanlah konsep "ijtihad".
Pada dasarnya, fiqh bukan hanya sebatas minat atau diminati, namun fiqh pada masa keemasan yang sampai saat menular dalam ruh umat Islam adalah suatu jalan yang sahih dalam menetapkan suatu hokum yang belum jelas dengan menyuguhkan suatu referensi yang jelas dasarnya yakni bercermin pada Alquran dan hadis. Dan juga, fiqh menjadi alternative umat Islam karena pelaku fiqh merupakan orang-orang yang memang punya jati diri yang tinggi serta tetap berpijak pada hokum Allah dalam kehidupannya, serta dalam berijtihad selalu mengedepankan dalil yang jelas untuk menetapkan suatu hukum.
Dari banyak minat akan fiqh tersebut yang umat Islam pandang memberikan sumbangsih yang amat baik dalam Islam, yang akhirnya banyak sekali cendikian muslim yang bermunculan dengan tiki-taka hokum yang sedikit berbeda antara mujtahid satu dengan lainnya karena dari mereka berbeda pemikiran, namun tetap dalam koridor Alquran dan hadis. Munculnya banyak cendikiawan muslim ini bermula pada masa Bani Umayah yang disimpangsiurkan oleh hokum pada masa Umar dan Ali. Yang pada masa itu sudah banyak paham-paham aliran yang sudah berwujud.
Dari banyaknya pemikir muslim masa itu, mereka semua berperan memberikan suatu jawaban akan hukum dengan persepsi yang berbeda dan aliran beda yang ada pada gemilangnya paham-paham yang berkotak-kotak. Setelah itu, maka muncullah berbagai madzhab-madzhab.
Dalam fiqh paham Aswaja, ada empat madzhab fiqh Islam yang diakui yaitu Maliki, Hanafi, Syafi‘i dan Hambali yang muncul dan lahir secara jelas pada era pemerintahan Dinasti Abbasid, yaitu sejak kurun ke 2H/8M. Sejarah kemunculan dan perkembangannya boleh dilihat dalam 4 peringkat, yaitu:
1.    Pada era Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Khalifah al-Rashidun yang empat.
2.    Pada era Pemerintahan Dinasti Umayyad dan Abbasid di mana pada ketika inilah mazhab-mazhab Islam mula muncul dan berkembang.
3.    Pada era kejatuhan Islam, iaitu mulai kurun ke 4H/10M di mana mazhab-mazhab Islam tidak lagi berperanan sebagai sumber ilmu kepada umat tetapi hanya tinggal sebagai sesuatu yang diikuti dan diterima secara mutlak.
4.    Era kebangkitan semula Islam dan ilmu-ilmunya sama ada dalam konteks mazhab atau ijtihad ulama’ mutakhir.
Alasan munculnya madzhab yakni banyaknya ragam pendapat yang ditempuh oleh mujtahid kala itu meskipun kesemuanya tetap berpijak pada Alquran dan hadis.

Pertanyaannya, kenapa madzhab-madzhab tetap subur dan seolah menjadi pijakan umat Islam [pada saat ini atau sepertinya madzhan tak bisa dilepaskan dari kehidupan umat Islam saat ini? Jawabannya, karena sampai sekarang  umat Islam tetap mempercayai dan madzhab dianggap sebagai penjelas dari sumber hokum Islam (Alquran dan hadis) sehingga umat Islam menjadikan bagian dalam hidup apa yang disampaikan oleh madzhab sebagai pegangan yang diiktiraf sebagai ganti atau alternatif kepada ikutan, ijtihad dan analisa terhadap ajaran asli al-Qur’an dan al-Sunnah. (Huzaemah Tahido:1997)

Wajibkah umat islam bermadzhab? Dalam hal ini ada dua pendapat: Salah satu pendapat yang ada mengatakan, “Tidak wajib“. Inilah pendapat yang lebih tepat. Yang namanya kewajiban adalah jika diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya sama sekali tidak mewajibkan kepada seseorang untuk mengikuti salah satu madzhab tertentu untuk diikuti agamanya, namun yang diwajibkan adalah mengikuti petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah. Dan telah berlalu beberapa generasi, namun mereka sama sekali tidak berpegang dengan satu madzhab tertentu.
          Intinya, mewajibkan mengikuti salah satu madzhab tertentu tidaklah dibolehkan. Inilah hukum asalnya.
Namun perlu diperhatikan bahwa pendapat di atas tidak berlaku secara mutlak. Sebenarnya tetap diperbolehkan mengikuti madzhab tertentu namun hanya berlaku pada keadaan tertentu saja. Keadaan-keadaan yang dibolehkan tersebut adalah:
Mempelajari madzhab tertentu hanya sebagai wasilah (perantara) saja dan bukan tujuan. Jika seseorang tidak mampu belajar agama kecuali dengan mengikuti madzhab tertentu, maka dalam keadaan seperti ini dibolehkan.
Jika ia mengikuti madzhab tertentu untuk menghilangkan mafsadat (kerusakan) lebih besar, yang ini bisa dihilangkan bila ia mengikuti madzhab tertentu, maka ini dibolehkan.
Jadi sebenarnya mengikuti madzhab tertentu harus melihat pada maslahat dan mafsadat. Jika mengikuti madzhab tertentu membuat seseorang mendapatkan maslahat besar, maka pada saat ini boleh bermadzhab. Namun, dalam bermadzhab harus mengerti akan bermadzhab itu sendiri, seperti yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf berkata,

لاَ يَحِلُّ لأَِحَدٍ أَنْ يَقُوْلَ بِقَوْلِنَا حَتَّى يَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ قُلْنَاهُ
“Tidak boleh bagi seorang pun mengambil perkataan kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil perkataan tersebut (artinya sampai diketahui dalil yang jelas dari Al Quran dan Hadits Nabawi)”.
Imam Malik berkata,
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُخْطِىءُ وَأُصِيْبُ فَانْظُرُوا فِي قَوْلِي فَكُلُّ مَا وَافَقَ الكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوْا بِهِ وَمَا لَمْ يُوَافِقْ االكِتَابَ وَالسُّنَّةّ فَاتْرُكُوْهُ
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku, jika itu mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka ambillah. Sedangkan jika itu tidak mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka tinggalkanlah.
Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i berkata,
إِذَا صَحَّ الحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِي
“Jika hadits itu shahih, itulah pendapatku.”
Imam Asy Syafi’i berkata,
إذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ وَإِذَا رَأَيْت الْحُجَّةَ مَوْضُوعَةً عَلَى الطَّرِيقِ فَهِيَ قَوْلِي
“Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”
Imam Ahmad berkata,
مَنْ رَدَّ حَدِيْثَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ
“Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berada dalam jurang kebinasaan.” (Muhammad Abduh Tuasikal:2010)

Latar belakang munculnya gagasan dan ide dari Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Fazlur Rahman yakni:
Muhammad Abduh pada masanya menentang kebijakan pemerintah karena tidak sesuai dengan  jalur agama Islam. Ketidaksepahamannya itu kemudian Muhammad Abduh sering kali mengkritik kebijakan-kebijakan penguasa. Kritikan yang dilontarkan oleh Muhammad Abduh kala itu mensiasati dengan membentuk suatu kelompok dan menuangkan ide-idenya dalam media.
Sedangkan latar belakang gagasan dan ide yang datang dari Rasyid Ridha yakni pada masa itu umat Islam banyak yang tidak menjalankan ajaran yang disampaikan melalui Alquran dan Hadis, dengan itu mengundang reaksi bagi rasyid Ridha untuk bersikap agar umat Islam tetap berpijak pada hokum Islam sebenarnya.  Sedangkan latar belakang munculnya gagasan dan ide Fazlur Rahman yakni Islam menurutnya harus lebih maju dengan tidak monoton mengartikan hukum Islam, atau generasi muslim tidak mandek sampai pada arti mentah yang terkandung dalam Alquran dan Hadis tanpa memahami lebih jauh tentang tujuan dan maksudnya, sehingga Fazlur Rahman membawa untuk membuka cakrawala lebih dalam untuk memahaminya. 

Ide Muhammad Abduh. Pertama, membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami agama langsung dari sumbernya – al-Qur’an dan Sunnah – sebagaimana dipahami oleh ulama salaf sebelum berselisih (generasi Sahabat dan Tabi’in).
Kedua, memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi oleh kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit  dimengerti.
Kedua ide ini sangatlah logis dilakukan oleh Muhammad Abduh, ide pertama Muhammad Abduh mengisyaratkan agar umat Islam tidak hanya terhenti sampai pada pendapat atau fatwa ulama atau madzhab tertentu dengan tanpa mengetahui langsung atau jelas dari sumber aslinya, sebagaimana yang banyak terjadi pada umat Islam saat ini melakukan sesuatu yang didengarnya dari seseorang  dengan tanpa mempelajari apakah hal itu benar dan sesuai dengan hukum sebenarnya. Atau bagaimana sebenarnya mengenai hal itu sesuai yang tercantum dalam Alquran dan Hadis. Pendapat yang kedua, yakni mengkritik dengan gaya bahasa arab yang disampaikan dalam kitab-kitab klasik yang sarat dengan bahasa yang sulit dimengerti oleh kalangan bawah atau umat Islam non-intelektual. Pendapat keduanya sepertinya Muhammad Abduh mengisyaratkan agar penataan bahasa yang disampaikan langsung kepada apa yang akan disampaikan dan dengan dalil yang jelas tanpa mengaitkan kemana-mana.

Ide Rasyid Ridha, pertama, mengadakan pemberantasan takhayul dan bid’ah-bid’ah yang masuk ke dalam tubuh Islam yang terjadi pada kala itu, gagasan ini dilakukan oleh rasyid ridha agar umat Islam tidak terkontaminasi dengan pemikiran yang salah atau tidak jelas penetapan hukumnya sehingga menjerumuskan umat Islam pada jalan yang keliru. Hal ini sangatlah positif karena membawa umat Islam pada jalan yang betul-betul sesuai dengan konteks dasarnya yang memang dinoktahkan dalam hukum Islam. Dengan ini, Rasyid Ridha meluruskan apa-apa yang saat itu belum jelas penetapannya dengan memberikan penjelasan yang sesuai dengan Alquran dan Hadis.
Kedua, ide Rasyid Ridha yakni, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam  dari permainan-permainan politik negara-negara Barat. Langkah yang diambil oleh Rasyid Ridha dalam hal ini merupakan sikap agar umat Islam tidak berserah pada intelektual muslim sebelumnya sehingga Islam tanpa generasi sebagai penerus untuk menjaga kemurnian hukum Islam, dan dengan kekayaan ilmu Islam, Rasyid Ridha berupaya meleburkan hukum Islam dalam tatanan hukum pemerintahan atau Rasyid Ridha dengan hokum Islam mengontrol segala kebijakan pemerintah yang menyimpang atau tak sesuai dengan hukum Islam sehingga umat Islam yang berada dalam naungan negara barat yang notabene non-muslim tidak serta-merta mejadi  pengikut aturan yang telah dibentuk tanpa melihat dari kacamata Islam, apakah itu sesuai atau tidak dengan ajaran Islam.

adalah ide penafsiran al-Qur’an dan Hadits secara rekonstruktif dan “hidup”




No comments:

Post a Comment