Thursday 7 April 2011

Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran


Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran

A. DATA INFORMAN

Tokoh yang saya jadikan nara sumber pada dasarnya bukan seorang yang berprofesi tetap sebagai penda’i atau penceramah. Ia hanya seorang alumni pondok pesantren Miftahul Ulum RU IV Ganjaran Gondang Legi Malang Jawa Timur. Ia hanya biasa mengisi khutbah Jumat di masjid kampung ia tinggal atau diundang ceramah ke tempat lain ketika berada di Pontianak. Ia bernama lengkap Abdul Wahed dan saat ini tengah melanjutkan pendidikan di Pare Kediri Jatim Jurusan Matematika.
Beliau bertempat tinggal di Parit Lambau Nomor. 99 Dusun Mega Sempurna Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang Kubu Rayatiga kilometre dari ujung timur Kelurahan Pontianak Utara tepatnya Jalan Hidayah atau Parit Nanas.
Tempat tinggal tersebut sekaligus tempat kelahiran beliau yang lahir pada tanggal 28 Dzulhijjah 1407 atau 22 Agustus 1987
Pendidikan Narasumber:

·         Lulusan Madrasah Ibtidaiyah Swasta Hidayatus Shibyan Parit Na’im Desa Mega Timur tahun 1999
·         Lulusan Madrasah Tsanawiyah Hidayatus Shibyan Parit Na’im Desa Mega Timur tahun 2002
·         Lulusan Madrasah Ibtidaiyah Raudhatul Ulum Gondang Legi Malang tahun 2005
·         Santri Pondok Pesantren Raudhatul Ulum IV Gondang Legi Malang mulai tahun 2005 – 2010.


B. Materi kegiatan (khutbah)

Tulisan ini adalah sesuai dengan apa yang disampaikan narasumber pada saat menyampaikan khutbah Jumat di masjid Darurrahman Parit Suka Maju Desa Mega Timur tanggal 6 Agustus 2010. Selain menyimak apa yang disampaikan narasumber pada khutbah Jumat saat itu. Kelemahan dari tulisan ini, saya tidak bisa menyertakan foto pada dan rekaman khutbah narasumber, disebabkan untuk rekaman karena memang saya tidak memiliki alat perekam, sedangkan untuk foto dikarenakan, di lingkungan tersebut sangat tidak etis bila pada waktu tersebut mengambil foto disebabkan karena budaya yang telah berlaku di tempat tersebut.

Terjemahan dan penjelasan
Tarjamah :

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.

185. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

Penjelasan
[115]. I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:
A.      Para shahabat Nabi SAW menganggap bahwa makan, minum dan menggauli istrinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Di antara mereka Qais bin Shirmah dan Umar bin Khaththab.  Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khaththab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan . Keesokan harinya ia menghadap kepada Nabi SAW untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat "Uhilla lakum lailatashshiamir rafatsu sampai atimmush shiyama ilal lail" (S. 2: 187) (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu'adz bin Jabal. Hadits ini masyhur, artinya hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih kepada tiga orang atau lebih dan seterusnya. Walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu'adz bin Jabal, tapi mempunyai sumber lain yang memperkuatnya.)
B.      Seorang shahabat Nabi SAW tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia berpuasa lagi. Seorang shahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tiba waktu berbuka puasa, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: "Wahai, celakalah engkau." (Pada waktu itu ada anggapan bahwa apabila seseorang sudah tidur pada malam hari bulan puasa, tidak dibolehkan makan). Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) sehingga gembiralah kaum Muslimin.
C.      Para shahabat Nabi SAW apabila tiba bulan Ramadhan tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat " 'Alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba'alaikum wa'afa 'ankum sampai akhir ayat." (Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra.)
D.     Pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadhan yang puasa haram makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka puasa keesokan harinya. Pada suatu ketika 'umar bin Khaththab pulang dari rumah Nabi SAW setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata: "Saya sudah tidur." 'Umar berkata: "Kau tidak tidur", dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka'b berbuat seperti itu. Keesokan harinya 'umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) dari awal sampai akhir ayat. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ka'b bin Malik, yang bersumber dari bapaknya.)
E.      Kata "minal fajri" dalam S. 2: 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak puasa. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara ke dua tali itu, Maka turunlah ayat "minal fajri". Kemudian mereka mengerti bahwa khaithul abydlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa'id.)
F.       Kata "wala tubasyiruhunna wa antum 'akifuna fil masajid" dalam S. 2: 187 tersebut di atas turun berkenaan dengan seorang shahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli istrinya di saat ia sedang i'tikaf. (Diriwayatkan oleh ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)
Penjelasan dari informan tentang teks al-Quran di atas

“Sebagai bukti keinginan kita untuk dapat melaksanakan siam dan kiam  kita dengan baik maka kita harus belajar, dan menuntut ilmu. Ilmu yang paling penting yang kita harus kuasai yaitu al-Quran dan ayat Alquran yang  membahas tentang hal itu harus kita kuasai untuk menghadapi bulan ramadhan yaitu surah al-Baqarah ayat 183 sampai 187 adalah dasar yang paling utama.” Pengantar sebelum beliau membacakan dan menjelaskan ayat tersebut.

Setelah membacakan ayat tersebut Abdul Wahed menyambung dengan penjelasan, “Jangan baca 1 tafsir mengenai ayat ini bacalah 3 atau lima itu lebih baik, karena di dalam ayat tersebut di jelaskan mulai mulai bulan Ramadan hingga akhir bulan Ramadan”
Dalam ayat tersebut yang artinya “ barang siapa yang menyaksikan buan berpuasalah” dan di ayat itulah pemberi petunjuk cara menemtukan bulan Ramadan. Pak Harjani langsung memperjelas dengan hadits rasulullah tentang do’a ketika melihat hilal.

Di sela-sela antara ayat yang membahas tentang bulan Ramadan ada satu ayat yang di selitkan di atas antara ayat 185-187 atau di dalam surah al-Baqarah ayat 186, yang sebenarnya tidak membahas tentang bulan Ramadan tetapi tentang do’a, Abdul Wahed mengatakan ini adalah sebuah isyarat bahwa pada bulan Ramadan itu salah satu waktu yang pas atau bagus untuk kita banyak-banyak berdoa yang ayat tersebut yang bertulisan di bawah ini.

  186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran

Hasil Wawancara Narasumber

Abdul Wahed, dalam menyampaikan khutbahnya selalu membacakan ayat Alquran dengan metode mambaca ayat al-Quran, mengartikan dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa Madura dan sesekali membacakan doa yang berkaitan dengan penjelasan. Doa tersebut diharpakan mampu dihafal oleh jamaah.

Metode yang digunakan.
Metode yang diterapkan dalam setiap ceramah atau khutbahnya selalu menggunakan tafsir yang ringan atau mudah dimengerti oleh pendengar yang awam, sebab rata-rata keseringan beliau menyampaikan khutbah di tempat pedalaman khususnya pemukiman orang Madura. Kadang lebih banyak penjelasannya dari pada ayat-ayat dan doa yang dibacanya. Dengan tujuan pendengar bisa lebih mengerti dengan apa yang disampaikan.





Daftar Pustaka

Dari : Ahmad Sadali, 2000. Ulumul Quran II. Bandung : Pustaka Setia


  1. IDENITAS PEULIS


IDENTITAS PENULIS

Nama                         : Jubeironi
TTL                             : Pontianak, 21 Agustus 1987
Alamat                       : Parit Lambau Desa Mega Timur Sungai Ambawang
Jenis Kelamin           : Laki-laki
Agama                       : Islam
Sekolah                      : STAIN Pontianak
NIM                            : 1093110166
Jurusan/Prodi          : Dakwah/ Komunikasi dan Penyiaran   Islam (KPI)
Semester                    : II (Dua)
E-mail /Facebook    : ubaykpi@yahoo.com
Hp                              : 081345728072



















No comments:

Post a Comment