Saturday 27 August 2011

Masjid Baiturrahman Pontianak


Masjid Baiturrahman Pontianak
Masjid Musafir
Oleh Abdul Khoir
Suara klakson kendaraan nyaring membuat kekhusu’an beribadah jamaah salat Zuhur di Masjid Baiturrahman Jalan Tanjung Pura Pontianak Selasa (24/8) siang lalu, terganggu.
Masjid yang peletakan batu pertamanya dilaksanakan tepat pada 18 Maret 1963 itu, posisinya tepat di sisi ruas jalan tersibuk di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, dan bahkan dinding tempat jamaah mengambil air wudhu’ langsung berbatasan dengan trotoar jalan.
“Dulu tidak sedekat ini, tapi lambat laun ada pelebaran jalan jadi makin mempet dengan jalan,” kata Mas Pur, salah satu pengelola masjid yang ditemui Selasa itu.
Masjid yang selain semakin dihimpit oleh badan jalan ini, juga terkesan dihimpit bangunan lain. Masjid semakin tidak terlihat karena tertelan tingginya bangunan di sisi kanan dan kirinya, sehingga jika tidak memperhatikan dengan seksama atau tidak hafal benar dengan posisi masjid, maka tidak jarang akan kelewatan.
Dari sisi arsitektur, masjid ini terlihat seperti arsitek zaman dahulu. Model ini mungkin terlihat megah dengan kubahnya yang menjulang di era tahun enam puluhan. Masjid yang memiliki 16 tiang yang terbuat dari beton cor itu membuat masjid yang hanya berukuran 20 x 25 meter persegi itu semakin terasa sempit.
Tapi itulah keunikan masjid ini. “Salah satu keunikannya ada di tiang penyangganya, karena jumlahnya sampai enam belas buah walau ukuran masjidnya kecil,” ungkap Mas Pur.
Selain itu, masjid yang resmi dipergunakan tiga tahun setelah peletakan batu pertama itu, ternyata menjadi salah satu masjid tua yang sering dikunjungi wisatawan manca negara terutama Malaysia dan Brunai Darusalam.
“Sering ada tamu dari Malaysia dan Brunai,” imbunya sesaat sebelum salat Zhuhur itu.
Walau warna cat di dinding dan pintu memang terlihat kusam, namun setiap waktu salat, masjid ini tampak penuh dengan jamaah yang sebagian besar adalah para pedagang dan pegawai di toko-toko di sekitar masjid.
“Masjid ini sering dijadikan tempat salat para pedagang, dan tidak jarang para pedagang menyebutnya masjid musyafir,” katanya.

No comments:

Post a Comment