Wednesday 12 September 2012

Teh Talua, Minuman Amis Penuh Gizi


Teh Talua, Minuman Amis Penuh Gizi

Jangan anda menyangka, bahwa teh hanya dapat dicapur dengan gula dan susu untuk dijadikan minuman. Dan itu menjadi mayoritas bagi masyarakat, khususnya di Pontianak. Tidak pernah terpikir kan kalau ada minuman baru di telinga kita yang bahannya juga dari teh?

Oleh Ubay KPI

Teh Talua menjadi minuman khas di bagian barat Indonesia. Di  Riau minuman ini sangat banyak diminati masyarakat. FOTO: Ubay KPI
Di Riau dan daerah yang dekat dengan kota itu, ternyata teh tak hanya dicampur dengan dua bahan di atas. Tapi teh juga dipola dicampur dengan kuning telur dan susu yang juga dijadikan menuan saji di warung-warung kopi di Kota Riau. Teh Talua atau teh telur. Sebuah minuman khas yang tak hanya sekedar untuk santai, namun minuman ini penuh dengan gizi.
Malam ke empat dalam agenda melakukan liputan Pekan Olahraga Nasional ke-18 di “Bumi Melayu lancing Kuning” Pekanbaru, Riau. Saya diajak rekan yang dulu pernah menjadi Ketua PW IPNU Riau. Rayhan berjalan-jalan sekedar keliling sebagian sudut Kota Pekanbaru Riau.
Perjalanan malam itu dimulai sekitar pukul 10 malam dengan menggunakan mobil.
Sepanjang perjalanan sejak Jalan Sudirman, menyusuri Jalan Ahmad Yani, Sumatera, dan Juanda. Saya berdiam diri dan tak banyak mengobrol. Rayhan kebetulan saat ini menunjukkan lokasi kuliner kepada rekannya yang abru datang dari pulau Jawa.
Saya hanya mendengarkan percakapan mereka dan sesekali saja menyambung menimpal pembicaraannya. Ada belasan lokasi kuliner yang ditunjukkan Rayhan kepada temannya. Entah apa maksudnya, padahal malam itu sama sekali tidak turun dari mobil untuk makan malam.
Malam itu juga, saya dibawa rayhan mampir sebentar ke masjid bersejarah di kota itu. Masjid yang dibangun oleh perintis Kota Pekanbaru. Cukup asli dan di masjid tersebut masih ada sisa peninggalan zaman dulu. Yakni kubah emas yang masih dipertahankan di mimbar khutbah masjid tersebut. Letaknya tak terlalu jauh dari Sungai Siak.
Setelah selesai menunjukkan lokasi kuliner. Giliran saya yang akan mendapat jamuan dari Rayhan. Saya tidak tahu rencana Rayhan malam itu. Dari arah Sudirman, jalan yang membentang panjang di pusat Kota Pekanbaru itu mobil belok ke kiri. Menuju Jalan Nangka. Tak jauh masuk ke dalam melewati Pasar Cipuat. Sopir yang membawa mobil itu kemudian berhenti di tepi jalan di depan warung makanan yang berjajar rapi
“Kita minum dulu,” kata Rayhan kepada saya.
“Oke,” jawab saya singkat dan turun dari mobil.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat. Tapi suasana di jalan itu masih sangat ramai, begitu juga di warung-warung makanan yang berjejer. Kami bertiga mengambil warung yang paling tengah.
“Teh telor tiga ya,” kata rayhan kepada salah satu karyawan warung itu.
Pesanan itu belum dibuat. Saya bertanya pada Rayhan. “Minuman apa itu,” kata saya.
“Saya pesan kopi saja mbak,” kata saya kepada karyawan tadi.
Rayhan langsung mengklarifikasi saya. Karena tidak mau minum teh telor. “Kenapa tak minum,” tanya Rayhan.
“Saya tak biasa minum yang belum say kenal bang,” jawab saya.
Rayhan memaksa saya untuk mencobanya dan segera memberi tahun karyawan tadi untuk membuatkan teh telor tiga gelas.
Betul-betul aneh menurut saya. Bagaimana mungkin teh dicampur dengan telor? Apa rasanya? Mungkinkah saya bisa meminumnya?
Banyak sekali pertanyaan dalam benak saya. Sekitar lima belas menit karyawan itu kembali ke meja kami. Tiga gelas teh telor sudah disajikan kepada kami.
Saya melihat, bukan lagi berbentuk teh benda itu. Namun buih seperti buih telor yang dikocok. Baunya agak amis di hidung saya. Maklum saja, sebab saya belum pernah memakan telor mentah. Meski orang kampung berkeyakinan kuning telor ayam kampung adalah obat. Tapi saya tetap tak pernah mencoba.
Air teh di gelas itu seperti tak sampai setengah gelas, ke atasnya adalah buih kuning telor. Di bagian bawah gelas saya lihat ada putih susu yang meliris mengendap.
Betul sekali itu susu. Saya aduk benda itu. Dan begitu terdengar bau seperti adonan kue yang biasa kakak saya buat menjelang lebaran.
Tidak amisnya dalam penciuman saya, karena kuning telor yang dikocok itu dicampur adengan susu. Jadinya tak terlalu amis.
“Sruuutttttttt” saya minum hampir habis setengah gelas. Rasanya, ya amis dan agak manis karena susu.
“Ini minuman sehat. Kamu harus minum, cocok untuk badan sebab telornya adalah telor kampung,” ujar Rayhan.
Saya menurut saja. Setelah saya minum lagi, benar tak terasa kalau itu adalah kuning telur. Meski benda itu minuman asing di lidah saya, saya tetap menghabiskannya. Dengan empat kali “sruuutttt”, habis satu gelas itu menyisakan buih yang tak mengalir.
Saya mulai ingin tahu tentang minuman itu. Menurut Rayhan, minuman itu dibuat dengan bahan teh, kuning telur, dan susu.
“Tapi, rasanya akan berbeda kalau kocokannya tak pas,” kata Rayhan.
Rayhan juga mengatakan, tak sulit untuk mendapatkan teh telur di Kota Pekanbaru. Tinggal mampir ke warung-warung. Pasalnya, mayoritas di warung-watung tepi jalan di kota itu menyediakan teh telur.
Teh telur adalah sebutan yang lazim. Pada dasarnya, minuman ini bernama Teh Talua. Talua adalah bahasa minang yang artinya telur.
 Rekan saya, yang pernah melakoni tugas jurnalistik di Pontianak, Uji keesokan malamnya memberi tahu saya tentang minuman itu. Dengan cepat saya bilang kalau saya sudah minum itu.
Uji ternyata begitu lekat dengan minuman ini. Bahkan, ia tahu lokasi minuman khas Minang tersebut di Kota Pontianak.
Saya kaget ketika uji mengatakan kalau di Pontianak seperti yang ia ketahui ada dua tempat yang menyiapkan menu itu. Di rumah makan daerah Jalan Penjara dan di depan kantor Bulog Kota Baru, Pontianak.

No comments:

Post a Comment