Friday 7 December 2012

Kriteria "Pakar" atau "Pengamat" Bagi Narasumber

Kriteria "Pakar" atau "Pengamat" Bagi Narasumber
Oleh UBAY KPI
Malam yang hening, hanya ada cicak cekikikan entah dimana. Kaka tidur pulas, begitu juga ibu dan keponakan. Sudah sedari tadi berlayar ke pulau kapuk.
Cuaca tak sedingin pada malam kemarin, seharian tadi memang tak ada hujan. Namun suara guntur sudah sedikit berdahak di awang sana. Yah, mata ini masih tetap saja terbelalak belum mau bisa terpejam.
Entah sampai kapan mata ini terus dan terus melotot? Semoga saja tak sampai melewati jam tiga subuh.
Dengan satu bantal di kepala, satu di kaki, dan satu lagi di sisi kanan, tubuh seberat 69 kilo gram ini berselonjor dengan kepala di arah selatan. Tak ada yang mau dibuat selain jempolan dengan facebook, twitter, BBM, dan membuka situs berita online.
Maklum, lagi seneng baca beberapa tahun terakhir ini. Begitu juga menulis meski hanya ecek-ecek.
Ingin, dan ingin sekali saya memahami banyak tentang jurnalisme. Bahkan mengajar jurnalistik menjadi bagian dari cita-cita panjang saya. Malam ini, dalam kesendirian saya teringat banyak tentang jurnalisme di blog Mas Andreas Harsono. Orang Jember yang hijrah ke Jakarta. Orang pintar yang kata kawan saya di Pontianak kepintaran. Statemen itu terlontar karena mungkin masih mengingat soal "Seruan Pontianak" pada tahun 1999 lalu.
Yah, bagi saya ocehan itu masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Inginnya celotehan seperti itu, ingin saya masukkan dari telingan kanan dan dikeluarkan melalui lubang bokong, tapi kasian kawan saya yang mengatakan seperti itu.
Meski tak terlalu kenal dengan Mas Aha (singkatan nama Mas Andreas), namun saya sangat merasakan ilmu jurnalisme yang pernah ia sampai kepada saya. Baru sekali bertemu dengan dia, tapi sangat senang, karena bertemu langsung di apartemennya dengan waktu obrol yang sangat panjang dan fokus.
Saya membaca tulisan tentang gelar "pakar" atau "pengamat" yang dipaparkan oleh Mas Aha. Begitu kesentil banget rasanya oleh tulisan itu. Bagaimana tidak, dua hari yang lalu, saya menulis "pakar pendidikan" untuk Dr. Aswandi.
Waktu itu tuh, saya betul-betul lupa, padahal dalam tulisan sebelum-sebelumnya saya tak pernah menulis seseorang dengan lebel "pakar" atau "pengamat" pada narasumber yang wawancarai. Itu karena sudah diberitahu oleh Mas Andreas waktu di Pontianak. Tapi dua hari lalu itu saya betul-betul kelupaan banget. Mungkin karena sudah biasa membaca tulisan kawan-kawan di media lain yang selalu menyebut Dr. Aswandi dengan label "pakar" atau "pengamat", sehingga pikiran saya langsung menuju kata itu.
Hmmmm, nyuesel banget, nyesel sekonyongkoter banget. 
Sebab, menurut pandangan saya, Dr. Aswandi memang masih belum layak menyandang label itu, bila mengikuti kriteria yang disampaikan Mas Aha. Kenapa tidak? Masih banyak yang perlu dilengkapi oleh Dr. Aswandi.
Lebih jelasnya, silahkan anda baca tulisan Mas Andreas Harsono tentang kriteria seorang "pakar" atau "pengamat" di sini.

Menjelang Tidur
Di Kamar Pondok Kelahiran
Jumat, 7 Desember 2012, Pukul 01.57

No comments:

Post a Comment