Thursday 27 September 2012

Mimpi dari Balik Deretan Pohon Karet


Mimpi dari Balik Deretan Pohon Karet

Oleh Ubay KPI 

Mimpi, mimpi, dan mimpi.
Hanya itu yang ada dalam benak saya saat masih duduk di bangku. Mimpi merubah nasib diri dengan ekonomi yang serba pas-pasan.
Tekad saya dari balik pohon getah di belakang rumah setiap pagi yang menjadi rutinitas. Merubah ekonomi lebih baik!
Sejak kelas 3 madrasah ibtidaiyah, saya telah merasakan bagaimana kerja menjadi penyadap getah yang hanya menghasilkan 5 kilo gram. Dengan harga jual yang tidak pasti. Kadang 5000 kadang pula naik hingga 7500. Usia yang sangat belia saat itu telah mengasah saya untuk bermimpi. Bahkan, kadang saya berpikir, mungkinkah saya tetap bekerja sebagai penyadap getah? Mungkinkah kehidupan keluarga saya nanti akan pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan hidup? Mungkinkah saya tak bisa merubah diri lebih baik.
Gesekan ranting karet kadang menghempaskan saya dalam lamunan. Begitu juga riuh suara daun karet diterpa angin membangunkan diri dari ratapan mimpi. 
Sesekali saya bermimpi untuk bekerja lebih baik. Misal kantoran atau buruh lain. Sesekali juga kadang saya ragu dengan diri sendiri.
Mimpi-mimpi itu terung membayang. Setiap pagi, setiap hari, setiap malam. Namun selalu keraguan yang ada. Seakan pasrah. Rutinitas menjadi anak desa penyadap getah hingga saya duduk di kelas 3 madrasah aliyah.
Sama sekali tidak sadar akan pentingnya pendidikan. Otak saya seakan terdoktrin dengan pemikiran orang Madura tempo dulu. Asal pandai baca alfatihah.
Doktrin itu menyusup dalam benak saya. Lulus madrasah tsanawiyah, dengan bulat tekad, saya tak ada niat untuk menyambung sekolah ke tingkat madrasah aliyah. "Sekolah hanya membutuhkan ijazah" itu yang ada dalam pikiran saya.
Saat itu saya ingin konsen di pondok pesantren, saya berada di penjara suci itu sejak pertengahan kelas tiga tsanawiyah. Ingin total dengan pendidikan agama.
Tapi, entah mengapa. Almarhum bapak saat itu mendaftarkan saya masuk aliyah. Sekolah itu baru buka tahun itu. Pas angkatan saya lulus tsanawiyah. Tanpa sepengetahuan, bapak telah mendaftarkan nama saya. Dengan sangat terpaksa mengikuti kehendak almarhum bapak. Saya sekolah dengan tujuh kawan saya. 
Angkatan pertama sekolah itu hanya delapan orang. Empat cowok dan empat cewek. Saya salah satunya.
Hari demi hari, bulan demi bulan saya jalani pendidikan sebagai siswa penggagas sekolah itu. Tapi, sama sekali tak konsen. Kadang pakai sandal, kadang belajar, kadang tak berkopiah, kadang pula datang ke sekolah hanya untuk molor numpahin liur ke meja belajar.
Alhasil, sekolah bukan untuk belajar tapi hanya formalitas. Ujung-ujungnya. Kebelet saat ujian akhir sekolah. 
Bersekolah sangat tanpa beban meski setiap tahun harus dihadapkan dengan ujian.
Hingga aliyah, mimpi merubah nasib dan pentingnya pendidikan sama halnya saat masih ibtidaiyah, sama saat berada memutar di setiap pohon getah yang saya iris. 
Yah, hanya mimpi merubah nasib namun tanpa didasari keinginan untuk membentuk sebuah keterampilan diri yang bisa dijual sebagai perangsang mimpi itu.
Pasrah dan tanpa keinginan untuk merubah meski mimpi merubah itu masih tetap ada. Apa yang akan saya perbuat? Mungkin hanya ijazah aliyah. Tapi saya tak ingin hanya sebatas karyawan biasa. Dan kembali menjadi penyadap getah.

WK Winny, Jalan Gajah Mada, Pontianak
Rabu, 26 September 2012, Pukul. 22.18

Tuesday 25 September 2012

Pasar Bawah Punya Sensasi

Pasar Bawah, Pekanbaru, Riau

Pasar Bawah Punya Sensasi

Oleh Ubay KPI

Bangunannya tak terlalu kumuh, tak terlalu indah, dan jauh dari kesan mewah. Hanya sebuah bangunan besar dengan kotak-kotak ruangan di dalamnya. Tapi ketidakindahan itu tak berbanding dengan isi di dalamnya. Memasuki lokasi itu, memupus segala pesan negatif saat berada di luar.
Pasar Bawah nama lokasi itu. Lokasi pasar yang pas berada di diturunan. Meski tak terlalu terjal. Namun lokasi itu sedikit menukik turun dari jalan kota Pekanbaru. Tak jauh dari bangunan itu adalah Sungai Siak. Kedua sisinya diapit jalan satu arah.
Itulah pasar yang menjual secara lengkap aksesoris tentang Riau. Mulai dari kerajinan hingga kain. Mulai dari harga ribuan hingga ratusan. Pengunjungnya, mulai dari menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Mulai dari buruh sawah hingga konglomerat. Yah, menurut saya, tak lengkap bila sampai ke Riau tanpa menyambangi Pasar Bawah.
Saya dua kali datang ke pasar itu saat ada di Riau beberapa waktu lalu.
Pertama membeli kain untuk ibu dan kakak di rumah ditemani oleh teman saya di Riau yakni Yurike Dhinda dan Fatimah, kedua kalinya saya membeli gantungan kunci diantar sopir mobil sekaligus langsung ke bandara.
Ragam jenis saya temukan di lokasi itu. Aksesoris yang sarat akan pesan budaya dan kain-kain khas Riau yang indah dengan segala motif dan warna. Banyak lagi oleh-oleh yang bisa didapat dari pasar itu. Tergantung setebal ãやą lembaran yang kita punya di saku.
Kunjungan saya waktu itu bersamaan dengan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional di Bumi Melayu Lancang Kuning. Sehingga banyak sekali rakyat Indonesia yang berkumpul di sana. Tak ayal, pasar itu semakin ramai oleh kunjungan konsumen untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa pulang ke daerahnya masing-masing.
Tak heran pula, saat itu menjadi waktu aji mumpung bagi pedagang di Pasar Bawah menaikkan beberapa barang dagangannya. Menurut salah satu rekan saya yang menemani ke pasar itu, harga barang-barang rata-rata naik dari biasanya. Seperti kain yang saya beli bermotif songket Riau, dari harga hari biasa yang hanya 50-an menjadi 80-an.

"'Kesemapatn neh Mas karena pas PON," kata Yurike.
Pasar Bawah memang sangat dikenal dengan harganya dagangannya yang murah dan pusat aksesoris Riau. Makanya, rata-rata atlet dan official kontingen, dari Papua hingga Aceh datang ke pasar itu.
Mungkin lokasi itu memang didesign menjadi pusat khas Riau. Sama halnya di Pontianak, ialah pasar PSP di Jalan Pattimura menjadi pusat aksesoris Kalbar dan Pontianak.
Menurut saya, sangat layak Pasar Bawah menjadi cermin daerah lain yang belum memusatkan khas daerahnya. Tentu saja Pontianak, sangat dan bahkan wajib melakukan studi banding tentang pengelolaan pasar seperti Pasar Bawah.
Terakhir dari catatan ini, ingin saya sampaikan terima kasih saya pada Yurike dan Fatimah yang mungkin ikhlas menemani saya berjalan mengetahui Pekanbaru selama berada di Tanah Melayu. Mulai dari makan bakso dan jembatan Siak III hingga Pasar Bawah.
Mulai dari ketidaksukaan saya jalan malam di kota itu, menjadi suka sehingga memiliki pengalaman yang bisa saya bawa pulang ke Pontianak.
Terima kasih Yuri, terima kasih pula Fatimah. Semoga persahabatan kita tak hanya sebatas di Pekanbaru, namun di tempat yang jauh ini, kita tetap terikat dengan simpul tari persahabatan.

Di Warung Kopi Pojok Perempatan Siantan, Pontianak
Senin, 24 September 2012. Pukul 22.07 WIB

Monday 24 September 2012

BBM Menang di Pontianak Utara


BBM Menang di Pontianak Utara
*Barat dan Timur KO

Ubay KPI

Borneo Tribune, Pontianak

Hasil hitung cepat tim BBM Cornelis-Crhistiandy mencatat untuk Kota Pontianak kalah dalam perolehan suara. Dua lumbung yang memberikan sodoran suara banyak tim BBM hanya dari Pontianak Utara dan Selatan.
Sedangkan dari tiga kecamatan lainnya, Barat yang notabeni kawasan Ketua DPC PDI Perjuangan, Eka Kurniawan, Pontianak Timur dalam kontrol Sekjen DPC PDI Perjuangan Kota Pontianak, dan Pontianak Kota sama-sama berbuah kekalahan dalam perolehan suara Pilkada Kalbar 2012, 20 September lalu.
Hitung cepat yang dilakukan Cornelis Center Pontianak Utara, di kecamatan tersebut pasangan BBM menang telak dari tiga pesaingnya. Ketua Cornelis Center Pontianak Utara, David Maryansyah kepada media kemarin menuturkan, kemenangan di utara tak lepas dari kerjasama tim yang telah dibentuk hingga tingkat bawah. David menjelaskan, dengan kemenangan tim BBM di Pontianak Utara, berarti masyarakat di utara masih menaruh harapan semakin majunya Kalbar di atas kepemimpinan Cornelis dan Crhistiandy. 
"Kami sebagai tim mengucapkan terima kasih banyak kepada masyarakat yang telah menyalurkan hak suaranya. Serta menjaga ketenangan dan keamanan selama pemilihan," ujarnya.

David Maryansyah yang juga anggota DPRD Kota Pontianak dari PDI Perjuangan Dapil Pontianak Utara menerangkan, hitung cepat yang dilakukan tim khusus Pontianaki Utara masih belum final. Akan tetapi, dari hitungan tersebut, BBM memperoleh angka yang cukup jauh dari rival iannya. “Keputusannya tetap di KPU nantinya, akan tetapi kami yakin, kemenangan tetap di kubu BBM, meskipun ada selisih angka, itu tak akan jauh bedanya dengan hitung cepat yang kami lakukan.

Monday 17 September 2012

Risalah ‘Generasi Pak Sakerah’ di Rantau Panjang (4)

Risalah ‘Generasi Pak Sakerah’ di Rantau Panjang (4)
Hidup Terjepit di Antara Parit

Oleh: A. Alexander Mering

SUPANDI bilang, Rantau Panjang diambil dari nama sebuah tikungan atau tanjung sungai yang cukup panjang. Sebab tanjung itu melebihi tikungan yang ada di sungai Landak. Di sekitar Rantau Panjang terdapat beberapa kampung yang saling berbatasan. Antara lain Kuala Mandor, Rantau Panjang Kecil, Sungai Gatal, Sungai Jawi, Sungai Pogok, Parit Baru, Kampung Tengah, Tanjung Kepala Dua, Setoket, Kuala Sambeh, Teluk Bakong, Menanik, Teluk Biong dan Krueng.
Kampung Rantau Panjang dikelilingi dua sungai, yaitu Sungai Landak dan Sungai Mandor. Dari dua sungai ini masih mempunyai beberapa anak sungai lagi, yaitu Sungai Gatal, Sungai Jawi, Sungai Pogok dan Sungai Sambeh. Sungai terbesar di antara anak-anak sungai ini adalah Sungai Sambih.
Sungai ini menjadi satu-satunya jalur transportasi ke ibukota kecamatan Sebangki. Jarak pusat kampung dari tepi Sungai Mandor hanya sekitar 400 meter. Tapi jika dari pangkalan Siong Kim, lebih panjang yaitu sekitar 2 Km.
Di Pangkalan itu hanya ada dua rumah sekaligus toko, gudang dan steigher motor air menuju Kubu Padi dan Retok.
Mula-mula jalan utama hanya terdiri dari timbunan tanah galian. Tapi sekitar 1 km sudah disemen warga kampung secara swadaya sejak sejak tahun 2003. Masing-masing menyumbang sesuai kemampuan. Lebarnya pas-pas untuk sepeda motor lewat, sekitar 50 cm saja. Bagi yang pertama kali lewat disana, pasti rasanya seperti main akrobat. Jika Anda naik motor air dari Pontianak, untuk tiba di Rantau panjang bisa-bisa memakan waktu sekitar 7 jam. Tapi naik speedboat tentu saja lebih cepat, cuma butuh waktu satu jam 30 menit saja.
Boleh juga lewat jalur darat, yaitu naik ojek dari Aur Sampuk Desa Senakin Kecamatan Sengah Temila. Dari Pontianak ke Simpang Aur Sampuk cuma dibutuhkan 3 jam perjalanan naik sepeda motor. Nah, Simpang Aur ke Sebangki tinggal 40 Km lagi.
Studi Yayasan Pemberdayaan Pefor Nusantara (YPPN) tahun 2004 memetakan wilayah kecamatan Sebangki terdiri atas dataran rendah dan berbukit. Bukit yang terkenal di kecamatan ini adalah Bukit Cempaka. Tak jarang wilayah di sekitar terendam air saat banjir. Sebagian pemukiman kecamatan ini terletak di dataran rendah seperti Desa Sungai Segak dan Desa Rantau Panjang. Sedangkan Desa Agak, Desa Sebangki dan Desa Kumpang Tengah umumnya terletak didataran tinggi.
Tahun 2006 lalu penduduk Kecamatan Sebangki mencapai 14.603 jiwa dengan luas wilayah kecamatan 885,60 Km2. Secara administratif kecamatan ini terdiri dari 5 buah desa dengan 27 Dusun. Penyebaran penduduk tidak merata. Penduduk terbesar ada di 3 desa, yaitu: Desa Kumpang Tengah, Desa Sei. Segak dan Desa Rantau Panjang. Sedangkan 2 desa lainnya yakni Desa Agak dan Desa Sebangki relatif sedikit penduduknya.
Menariknya, desa-desa disana tersegregasi oleh etnik. Rantau panjang berada di pesisir Kabupaten Landak yang berbatasan dengan Kabupaten Kubu Raya. ”Sepertinya ada pembagian kelompok etnik berdasarkan desa,” kata Paulus suatu ketika. Paulus adalah aktivis Yayasan Pangingu Binua (YPB). Lembaga ini berpusat di Menjalin, Kabupaten Landak dan didirikan para Timanggong Adat Dayak di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Landak tahun 2000 lalu. Lembaga ini bekerja pada isu pemberdayaan masyarakat dan untuk perdamaian dan keadilan di Kalimantan Barat. Karena Desa Rantau Panjang menjadi daerah dampingan YPB, Paulus pun kerap mondar-mandir ke sana sejak 2004.
Menurut Paulus Sebangki terdiri dari 5 Dusun. Tiga Dusun umumnya didominasi etnik Dayak dan 2 dusun lainnya Melayu. Di Desa Agak, dari 8 dusun seluruhnya didominasi oleh etnik Dayak. Demikian pula halnya dengan Desa Kumpang Tengah, dari 5 buah dusun semuanya didominasi oleh etnik Dayak. Berbeda dengan 3 desa di atas, Desa Rantau Panjang dan Desa Sei Segak, paling banyak orang Madura.
Umar Noyo menceritakan kalau beberapa tahun terakhir sungai sektiar yang melimpah udang dan ikan kini sudah keruh dan tidak sehat.
”Ini akibat penambangan emas di hulu Sungai Mandor,” ujarnya murung.
Umar pernah menjadi penyiar Radio komunitas di kampung itu. Radio tersebut dibangun sejak 2005 dengan dukungan YPPN yang dibantu Yayasan Tifa Jakarta.
Umar Noyo dan Supandi sama-sama alumni Madrasah Ibtidaiyah Tabiyatul Islamiyah Rantau Panjang. Sekolah itu bermula dari tahun 1962, ketika Ustad Maksudi, datang memberi pendidikan dan mengajar ilmu agama di Rantau Panjang. Empat tahun dia menetap disana. Tahun 1968 sang ustad kembali ke Pontianak. Untunglah segera datang M. Zamachsyari, tokoh agama dari pulau Jawa mengisi kekosongan. Zamachsyari menikah dengan anak Mbah Mahat. Nah, menantu Mahat inilah mendirikan yayasan Madrasah tersebut. Tahun 1984 sekolah itu mulai mengajar pendidikan umum, setara dengan SD yang dibina langsung oleh Zamachsyari.
”Waktu itu sedikit sekali yang berpendidikan umum,” kata Noyo.
Kebanyakan teman-temannya menimba ilmu di pesantren. Ada yang dikirim orang tuanya ke Pulau Madura. Kini generasi Rantau Panjang bahkan sudah menjadi mahasiswa di Universitas Sekolah Tinggi Ilmu Agama Negeri Pontianak dan Universitas Muhammadiyah Pontianak. Setelah SD yang dibangun secara swadaya itu cukup maju, dibangun lagi sebuah Madrasah Tsanawiyah (MTs), setara dengan SLTP. Kemudian menyusul Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS). Kini MIS tersebut sudah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN). Sekolah ini satu-satunya Madrasyah Ibtidaiyah Negeri yang ada di Kabupaten Landak.
Noyo bersyukur sekarang banyak anak-anak dimapungnya mengecap bangku sekolah. Tapi hidup terjepit di antara parit bukanlah hal yang mudah. Sayur sawi, kacang, ikan libis, sambal ikan teri, telur, sebagian besar harus didatangkan dari Pontianak. Padahal ongkosnya sangat tinggi. Sekali berangkat Rp 100 ribu melayang dari kocek. ”Uang sebesar itu biasanya habis untuk ongkos tambang.” Tambang adalah sejenis taxi air yang banyak mondar-mandir di sepanjang Sungai Mandor atau Sungai Landak. Tanah Rantau Panjang payah. Sukar untuk menanam sayur karena tanahnya asam dan sebagian besar gambut. Tak heran bila Sekitar tahun 1984 generasi muda kampung mulai enggan bertani. Booming industri kayu di Kalimantan Barat membuat mereka tergiur menjadi buruh dan meninggalkan kampung. (bersambung)

Risalah ‘Generasi Pak Sakerah’ di Rantau Panjang (2)

Risalah ‘Generasi Pak Sakerah’ di Rantau Panjang (2)
Selalu Luput dari Konflik Etnik

Oleh: A. Alexander Mering

Akhir Desember 1996 terjadi kerusuhan etnik pecah. Pemicunya perkelahian antar pemuda di Sanggau Ledo. Yakundus dan Akim ditusuk Bakri. Bakri beraksi bersama 4 orang kawannya. Peristiwa itu memicu meluasnya kerusuhan di Kabupaten Sambas. Yakundus dan Akim orang Dayak, sedangkan Bakri Madura. Kerusuhan Sanggau Ledo sebenarnya mulai mereda, tapi dalam skala yang lebih luas meledak lagi menyusul penyerangan terhadap kompleks persekolahan SLTP-SMU Asisi di Siantan, Pontianak Utara. Dalam peristiwa itu dua gadis Dayak asal Jangkang, Kabupaten Sanggau terluka.
Hanya dalam jarak beberapa hari Nyangkot, warga Dayak dari Tebas, Kabupaten Sambas terbunuh di Peniraman Januari 1997. Bagai disiram bensin, api pertikaian terus meluas. Terutama karena yang menjadi korban terdiri dari berbagai sub etnis Dayak yang ada di Kalbar. Aksi balas-membalas yang memakan banyak nyawa meluas hingga ke Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas dan kabupaten Sanggau. Hanya Kabupaten Sintang, Ketapang dan Kapuas Hulu yang darah tidak bertumpah-tumpah. Kebetulan di tiga Kabupaten tersebut populasi orang Madura tidak seberapa, hingga luput dari serangan. Konflik pada tahun 1997 merupakan konflik terbesar dalam sejarah konflik antar etnik di Kalimantan Barat.
Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, Guru Besar Sosiologi Universitas Tanjungpura (Untan) mencatat tak kurang dari 12 kali terjadi kerusuhan (dikutip wartawan Kompas—Jannes Eudes Wawa). Sepuluh kali melibatkan Dayak-Madura, yakni pada tahun 1962, 1963, 1968, 1972, 1977, 1979, 1983, 1996, 1997 dan 1999. Dayak -Tionghoa hanya sekali, yakni 1967. Kemudian dua kali Melayu dengan Madura, yakni tahun 1999 dan 2000.
Namun menurut Kristianus Atok, meski yang muncul adalah pertikaian etnik, tetapi sebenarnya peristiwa-peristiwa itu dilatarbelakangi pertikaian politik.
“Sebagian besar peristiwa itu terjadi, justru tak jauh-jauh dari event-event politik,” kata Kris.
Kristianus Atok adalah pendiri Yayasan Pemberdayaan Forest People Nusantara (YPPN), lembaga yang sudah 10 tahun bekerja pada isu peace building. Kini Kris tengah menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) Kualalumpur dan meneliti akar konflik di Kalbar.
Pada masa yang sama, tentu saja Rantau Panjang tak luput dari imbas angin kerusuhan. Tapi walau demikian warga Rantau Panjang selalu luput dari pembantaian.
“Syukurnya hingga sekarang kerusuhan etnik tidak pernah pecah di kampung ini,” kata Supandi dalam sebuah wawancara. Supandi memang tak dapat melupakan saat-saat tersebut, karena dia menikah justru di hari pertama pecahnya konflik.
Rantau Panjang secara administratif adalah bagian dari Kecamatan Sebangki, bersama 4 Desa lainnya. Tapi tahun 2000 lalu, Kecamatan Penghubung Sambeh atau Sambih resmi menjadi kecamatan definitif dengan nama Kecamatan Sebangki bergabung dengan 9 kecamatan lain di Kabupaten Landak. Luas kecamatan ini adalah 885,60 Km2 atau sekitar 88.560 hektar.
Ibukota Kecamatan terletak di pinggir Sungai Samih. Jarak kota kecamatan dengan ibukota kabupaten di Ngabang sekitar 80 Km dengan mengandalkan jalan darat menuju Simpang Aur Sampuk-Senakin.
Sedangkan Penepat, tempat asal istri Supandi adalah wilayah Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Pontianak. Namun sejak pemekaran 2007 lalu, Penepat telah jadi bagian kabupaten Kubu Raya.
Rantau Panjang adalah Desa bersahaja yang terkepung daerah konflik.(bersambung)

Sepucuk Belati dan Pengantin Lelaki

Risalah ‘Generasi Pak Sakerah’ di Rantau Panjang (1)
Sepucuk Belati dan Pengantin Lelaki

Oleh A. Alexander Mering

Di suatu pagi buta. Ayam baru saja berkokok-terkantuk-kantuk di dahan pohon nangka, ketika warga Kampung Rantau Panjang dikejutkan suara tiang listrik dipukul bertalu-talu tiba-tiba oleh warga Kampung Sei Layang, kampung tetangga.
Warga gempar. Wanita dan anak-anak menangis panik. Beberapa lari ke jalan. Sebagian menerabas semak-semak yang masih basah, masuk hutan karena mengira musuh sudah datang menyerang. Yang lainnya membalas isyarat tersebut dengan memukul tiang listrik berkali-kali juga. Tapi pak Haji Jasuli cuek saja. Dengan santai dia mencangklong todi’ dan berangkat ke kebun karet untuk menoreh. Dalam bahasa Madura, todi berarti pisau untuk menyadap pohon karet. Jasuli adalah migran gelombang kedua yang tiba di Rantau Panjang, tahun 1971 silam.
Tak cuma warga Rantau Panjang dan Sei Layang yang geger, warga kampung sebelahnya yaitu Sei Pogok pun turut gemetar. Di tengah kekacauan itu, seorang lelaki tergopoh-gopoh menyusul Supandi. ”Eh.., Bisa ndak? Kalau tidak, pengantinnya saja yang ikut ke sana,” teriak lelaki itu. Namanya Sarmawi, utusan pengantin wanita dari Penepat. Dia juga adalah paman Samsiah, calon istri Supandi. Yang menjawab justru Haji Tiyap, ayah Supandi. “Bisa”. Mereka bicara dalam bahasa madura.
Haji Tiyap adalah orang terpandang di Rantau Panjang, generasi gelombang migran pertama yang tiba 1951. Nama aslinya adalah Yusuf, kelahiran Jawa Timur tahun 1934. Tiyap ke Kalimantan Barat naik Kapal Barang milik orang Bugis, untuk mengadu nasib, meninggalkan anak dan istrinya di Madura. Tahun 1980 dia menjadi Kepala Desa Rantau Panjang, menggantikan Haji Usu’. Haji Usu’ orang Bugis. Warga mengenalnya sebagai tokoh yang berilmu tinggi dan berjiwa sosial. Dia tak segan-segan merogoh koceknya sendiri untuk kepentingan warga. Tahun 1995, dia menjual 6 ekor sapinya untuk mendirikan Madrasah. Sekolah tersebut setingkat Sekolah Dasar. Hati Tiyap terenyuh kala melihat anak-anak Rantau Panjang tak mengecap pendidikan.
Supandi adalah anak angkat Tiyap dengan Misrani. Sebab Tiyap memiliki 3 istri. Dengan Misrani ia memiliki 3 anak, yakni Suminten, Suhar dan Nasuha. Suhar kini tinggal di Madura. Meski Supandi cuma anak angkat, tapi Tiyap sangat menyayanginya. Barangkali karena Tiyap tak memiliki anak lelaki. Ayah kandung Supandi sebenarnya bernama Saleh, tetapi sudah meninggalkannya sejak masih dalam kandungan Asma, sang ibu. Asma lantas menikah lagi dengan seorang pedang keliling asal Sambas yang juga bernama Saleh. Tiyap menikahkan Asma dan Saleh dengan perjanjian setelah sang bocah dilahirkan akan diberikan kepadanya. Tepat saat berumur 7 bulan, Supandi kecil resmi diangkat Tiyap sebagai anak.
Walau cuma tamat Madrasah Aliah Swasta (MAS) Tarbiyatul Islamiyah Rantau Panjang, lantaran nama besar ayahnya Supandi muda disenangi dan disegani warga. Ia hidup berkecukupan dan banyak kawan. Kerjanya keluar-masuk kampung dengan speedboat ayahnya. Tiap-tiap kampung dalam kawasan Kuala Mandor B, hingga sepanjang sungai Landak ada saja kenalan dan teman Supandi.
Hari itu kerusuhan etnik Dayak-Madura pecah di sejumlah daerah di Kalimantan Barat. Tapi di hari yang sama Supandi harus segera menikah! Haji Tiyap yang menetapkan tanggalnya. Mak comblangnya adalah Sunah, sepupu Supandi. Samsiah adalah gadis cantik yang menurut Sunah cocok untuk Supandi.
Dalam panik, Supandi tetap berangkat ke rumah pengantin wanita. Dari Pangkalan Parit Baru, dia diiringi 2 unit speedboat berkekuatan mesin 3 PK milik Haji Kholil. Rombongan berjumlah 20 orang. Para penumpang tegang, kuatir serangan benar-benar terjadi. Tapi bukan orang Madura jika tak punya sikap bangalan (pemberani) dan tak takut addhu ada’ (beradu muka). Karenanya tiap-tiap orang hari itu menenteng senjata tajam, untuk berjaga-jaga. Paling banyak dibawa tentu saja celurit, senjata khas Madura. Tapi Supandi cuma sempat menyelipkan belati di punggungnya. Dari pangkalan, speedboat dipacu Besdi dan Supandi menuju Penepat.(bersambung)

Akhir Perjuangan Angkat Berat


Akhir Perjuangan Angkat Berat
2 Emas dan 2 Perunggu

Oleh Ubay KPI

Usai sudah perjuangan atlet angkat berat. Dari beberapa kelas yang diikuti. Pengprov PABBSI Kalbar menjawab predikat atasnya yang masuk dalam cabang olahraga andalan. Angkat berat menyumbang empat medali. 2 medali emas dan 2 medali perak.

TIKA ANGGRAINI di peringkat kedua menggigit medali yang diperolehnya. Medali yang ditorehkan Tika menjadi medali terakhir dari angkat berat. Torehan medali ini menjadikan Kalbar memperoleh 5 medali emas, empat perak, dan 11 perunggu di PON XVIII Riau 2012. FOTO: Ubay KPI
Medali terakhir yang disumbang dari cabang ini melalui Tika Anggraini yang turun di kelas 84 kilo gram. Tika menyumbang medali perak setelah kalah dari peraih emas atlet tuan rumah, Sri Rahayu. Tika hanya mampu mengumpulkan total angkatan 582.5 kilo gram. Sedangkan Sri Rahayu mampu 620 kilo gram.
Total angkatan Tika Anggraini dikumpulkan dari tiga jenis angkatan. Yakni squat 242 kilo gram, beach press 120 kilo gram, dan deat lift 220 kilo gram.
Di hari terakhir kemarin, selain Tika, Kalbar juga diwakilkan satu lifter putrinya, yakni Tiya Khairunisa di kelas 72 kilo gram. Namun Tiya gagal memperoleh medali dan hanya menempati peringkat ke empat. Total angkatan Tiya hanya 497 kilo gram. Sedangkan peraih perunggu di kelas ini direbut atlet asal Jawa Barat Cahya Megasari dengan total angkatan 505 kilo gram.
Sumbangan medali perak lainnya dari cabang ini sebelumnya ditorehkan oleh Nanik Suprayati yang bertanding dua hari lalu. Dan dua emas disumbang oleh Eka Komalasari dan Evi Erlinayani.
Wakil Ketua Pengprov PABSSI Kalbar, Achmadin Umar ditemui di arena angkat berat, di Duta Mayang Garden Hotel, Pekanbaru, Riau kemarin menuturkan bangga atas prestasi anak asuhnya. Meskipun sebenarnya PABBSI menginginkan lebih. “Tapi, atlet sudah berjuang keras. Memenuhi target KONI dan menyumbang medali untuk Kalbar,” tuturnya.
Meski kemarin Tika hanya mampu memperoleh medali perak, namun prestasi itu disambut bahagia oleh sejumlah rekan-rekan Tika dan official. Pasalnya, di kelas 84 telah diprediksi akan bersaing dengan atlet tuan rumah. “Kami telah memprediksi, untuk emas sangat berat. Atlet tuan rumah memang masih di atas Tika,” ungkapnya.
Tika saat ditemui kemarin hanya melempar syukur. “Syukur bang masih bisa perak. Dan ini memang target paling rendah sejak saya berangkat,” ungkapnya dengan senyum lepas.


Degen Beregu Putra Gagal Pertahankan Emas


Degen Beregu Putra Gagal Pertahankan Emas

Oleh Ubay KPI

Dari cabang olahraga anggar, tim degen beregu putra Kalbar pupus untuk mempertahankan medali emasnya pada PON XVIII Riau tahun ini. Meski bertanding dengan optimisme tinggi dan berjuang mempertahankan emas yang direbut di Kaltim dan Palembang, tim Kalbar kemarin harus mengakui keunggulan tim Sulawesi Selatan dengan skor tipis 43-44.

ZORRO KALBAR tim floret beregu putri dan tim floret putra merayakan kemenangannya di depan lensa awak media. Keduanya sama-sama menyumbang medali. Floret beregu putri meraih emas sedangkan beregu floret putra menuai perunggu. FOTO: Ubay KPI
Kekalahan Degen Beregu Putra diakui sang pelatih Sunardi memang karena kurang beruntung. Tim yang diperkuat oleh Rio Cahyadi Putra, Nuraya Kadafie, Andi Juliansyah dan Fajar Puji Rahardjo ini lebih dulu memimpin di angka 40. Kemudian Sulsel mampu menyamakan kedudukan menjadi 40 sama. Dewi fortuna tak berpihak ke Kalbar dan akhirnya para punggawa Zorro Bumi Khatulistiwa ini harus takluk dengan skor tipis 43-44.
“Anak-anak sebenarnya bermain baik, hanya sedikit lengah sehingga bisa kalah tipis,” ungkapnya.
Meski demikian, Sunardi tetap bernafas lega. Sebab di cabang anggar, dirinya bisa mempersembahkan dua medali emas bagi Kalimantan Barat. Artinya target dua emas oleh KONI Kalbar terpenuhi. “Mudah-mudahan hasil ini tidak mengecewakan KONI Kalbar,” ujar Sunardi.
Di hari sebelumnya, Minggu (16/9), tim floret beregut putra Kalbar juga menuai kekalahan melawan tim Kaltim dengan skor 38-45. Degen beregu putrid pun demikian. Tim ini takluk telak melawan Jawa Barat 24-45.

Indra Pingsan Saat Laga


Indra Pingsan Saat Laga
Atletik Gagal Persembahkan Emas

Oleh Ubay KPI

Atlet jalan cepat Kalbar yang juga pernah menjadi atlet andalan Indonesia, Indra gagal mempersembahkan medali untuk Kalbar. Setelah gagal di nomor 10.000 meter beberapa waktu lalu. Senin (17/9) kemarin Indra gagal finish di nomor jalan cepat jarak 20.000 meter setelah pingsan di lap 17.
Kegagalan Indra menjadi kegagalan PASI Kalbar. Sebab atletik sama-sekali tidak mampu menyumbang medali emas. Atletik hanya mampu menyumbang dua perunggu dari nomor lompat jangkit.
Di jalan cepat jarak 20.000 meter, medali emas direbut atlet Jawa Barat, Hendro yang berhasil finish dengan catatan waktu 1.29.35 detik.
Selain merebut emas, Hendro juga mempertajam rekor yang dipegangnya pada kejuaraan nasional Jatim Open 24 Maret 2012 lalu. Sebelumnya, rekor yang dipegang Hendro dengan catatan waktu 1.30.10 detik.
Sementara medali perak diraih pejalan cepat tuan rumah Riau Kristian L Tobing dengan catatan waktu 1.33.40 detik. Sementara perunggu disabet Sutrisno dari Jawa Tengah dengan catatan waktu 1.35.45 detik.
Indra yang memang digadang-gadangkan mampu menyumbang emas dari cabang atletik gagal total di PON XVIII Riau kali ini. Di jarak 10.000 ribu lalu, Indra hanya mampu finish di tempat ke empat.
Di laga kemarin, Indra masih mampu bertanding hingga lebih kurang satu jam. Pelatih Atletik Kalbar, Adi Pani kemarin menuturkan, Indra terlalu letih sehingga kondisi Indra drop dan pingsan. Sehingga tak bisa melanjutkan pertandingan.
Dengan raihan ini, ungkap dia, artinya Atletik Kalbar di pentas PON ini hanya menyumbangkan dua medali perunggu. Masing-masing oleh Irwin Maulana di nomor lompat jangkit dan Feny Veronika juga di nomor lompat jangkit.
Adi Pani mengakui, hasil PON kali ini diluar target PASI Kalbar. “Kami harap ini tak mengecewakan masyarakat Kalbar, karena kami sudah berusaha yang terbaik,” kata dia.
Sementara di nomor 20.000 kilometer jalan cepat putri, emas dan perak direbut dua atlet Jawa Timur. Emas diraih Darwati dengan catatan waktu 1.45.01 detik. Sementara perak diraih Inayati dengan catatan waktu 1.46.38 detik. Perunggu di nomor ini disabet oleh Resa Wijayanti dari Jawa Tengah.

Rapor Merah Cabang Andalan


Rapor Merah Cabang Andalan

Oleh Ubay KPI

Sembilan cabang olahraga andalan diharapkan KONI Kalbar mampu menyumbang medali emas untuk kontingen Kalbar. Sebagian besar ditarget satu medali, sebagian lainnya, dua medali. Pemetaan cabang olahraga tersebut upaya bagi KONI Kalbar mencapai target 10-14 medali emas dan memperbaiki peringkat nasional.
Hanya saja, dari sembilan cabang andalan tersebut. Baru tiga cabang yang mampu mewujudkan target. Yakni angkat berat 2 emas dari target dua medali, anggar dua emas dari target dua medali. Dan tarung derajat satu medali emas.
Lainnya. Atletik gagal total dan hanya mampu menyumbang dua medali perunggu melalui nomor lompat jangkit putra dan putri. Aeromodeling dua medali perunggu. Balap motor hanya mampu menyumbang perak, tinju satu perunggu. Dan wushu gagal total. Sedangkan satu lagi dari biliar, masih menjalani pertandingan. Hingga hari kemarin, biliar baru menyumbang satu perak dan dua perunggu.
Atas kegagalan beberapa cabang andalan, Ketua KONI Kalbar, Syarif Machmud Alkadrie saat dihubungi kemarin siang menuturkan akan melakukan evaluasi setelah pelaksanaan PON sekaligus akan menanyakan langsung atas statemen kesiapan masing-masing cabang sebelum pelaksanaan PON.
“Tetap akan kami evaluasi, kami akan menanyakan langsung mengenai target yang belum terpenuhi,” ungkapnya.
Akan tetapi, Machmud mengaku terhibur akan kegemilangan anggar dan angkat, serta tarung derajat yang mampu menyumbang medali untuk Kalbar.
Bahkan, Machmud berjanji akan memperbaiki lebih baik lagi olahraga Kalbar bila ia dipercaya tetap menjabat sebagai KONI Kalbar lima tahun lagi.
Satu-satunya harapan tambahan emas Kalbar tersisa di biliar. Hingga kemarin, beberapa pebiliar Kalbar masih bertanding. Sebagian bertanding di penyisihan dan sebagian sudah menjejak ke partai final.

Taekwondo Tambah Koleksi Perunggu


Taekwondo Tambah Koleksi Perunggu

OlehUbay KPI

Ikut serta sebagai cabang harapan, cabang olahraga taekwondo Kalbar mampu menambah pembendaharaan medali kontingen Kalbar pada PON XVIII Riau. Melalui atlet putrinya, taekwondo meraih medali perunggu di kelas under 57 kilo gram atas nama Gracia yang bertanding di Gedung PKM UIN Suska Riau, Pekanbaru kemarin.
Kekalahan Gracia di babak semifinal kemarin betul-betul layak didapatkan. Sebab lawan yang dihadapi bukan lawan enteng. lawannya, Fitriana asal Yogyakarta merupakan atlet Pelatnas yang membela Indonesia pada Sea Games Palembang lalu.
Gracia di partai final menghadapi Fitriana kemarin kalah telak dengan skor 2-11. Meski jauh tertinggal dalam perolehan poin. Dikabarkan Gracia masih mampu memberikan perlawanan. Hanya saja, dari beberapa pukulan susah tembus karena pertahanan Fitriana yang sangat rapat.
“Gracia sangat jauh pengalaman bila dibandingkan Fitriana. Gracia masih atlet junior bagi lawannya,” ujar Maksimus kemarin.
Dihubungi usai pengalungan medali kemarin, Gracia menuturkan tetap bahagia meski menempati peringkat tiga. “Kupersembahkan perunggu ini untuk Kalbar. Semoga di lain kesempatan saya mampu memberikan yang lebih baik,” ujarnya kemarin.
Sebelum sampai di semifinal, Gracia sukses menumbangkan Atlet asal Sulawesi Selatan, Ni Komang Ayu Santri dengan skor 9-2. Sementara atlet putranya, Ari Imbrahim tidak mampu membendung atlet asal Jawa Barat di babak penyisihan.
Dengan hasil ini, cabang olahraga Taekwondo hanya mampu memberikan medali perunggu untuk kontingen Kalimantan Barat.
Pelatih Taekwondo Kalimantan Barat, Ahmad Yani mengatakan, persembahan medali perunggu dari cabang olahraga Taekwondo sudah maksimal. Mengingat, pada babak-babak penyisihan, atlet Kalbar harus berhadapan dengan atlet-atlet yang memiliki segudang pengalaman.
"Ini pencapaian kami yang terbaik di PON kali ini," katanya.

Thursday 13 September 2012

"Bro q msk kpi"


"Bro q msk kpi"

Oleh Ubay KPI

Sudah jam 01. 27. Saya membuka hape yang sudah tak bs lagi digunakan untuk nelepon karena speakernya yang rusak. Suatu pesan singkat masuk. 
Pesan itu tertera jam 01. 18 di hape cross berwarna putih dengan layar yang sudah agak kusam, dan di dua bagian sisinya sudah tersulut rokok karena menjadi pengganti asbak itu.
Isinya singkat, "Bro q msk kpi tlg nnt ajrn q tntg hal2 yg brkaitn dg tulisan". 
Saya tak tahu siapa pengirimnya, karena nama pemilik nomor itu tidak tersimpan di hape bututku.
Saya masih sempat membalas pesan itu menanyakan siapa dia.
Hingga beberapa saat saya tunggu tak ada jawaban. Saya membuka laptop yang masih dicas.
Karena pesan itu, saya mengurungkan untuk mencuci jaket yang telah kotor. Dengan masih hanya mengenakan handuk di kamar penginapan di kawasan Jalan Utama/Nenas, Pekanbaru, Riau. Saya menunggu balasan pesan yang saya kirim.
Hingga lewat jam setengah dua, masih belum juga ada balasan.
Saya heran, kenapa dia menghubungi saya karena masuk KPI? Kenapa tak menghubungi dosen di kampus saja? Kenapa harus ke saya? Bukankah saya hanya mahasiswa biasa yang baru semester tujuh yang mata kuliahnya banyak ketinggalan?
Bukannya juga lebih banyak mahasiswa lain yang lebih jenius, lebih rajin, lebih konsen kuliah, lebih aktif menerbitkan buku?
Kenapa harus kepada saya bung?
Sambil mendengarkan lagu Iwan Fals berjudul "ibu" yang saya putar di notebook mini bermerek Dell, saya senyum sendiri. Heran dan heran atas pesan itu.
Sebenarnya saya sudah bisa menebak, pasti pengirimnya adalah mahasiswa baru di STAIN Pontianak yang mengambil Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, atau yang biasa disingkat KPI seperti di belakang nama saya.
Saat itu, yang bisa saya terka adalah dia mungkin kenal saya, dan sedikit tahu tentang saya. Begitu juga sebaliknya, saya mengenalnya. Namun tak tahu siapa dia karena namanya tak ada di hape saya.
KPI memang melekat pada saya. Karena di program studi itu saya terbangun untuk menulis lebih giat. Di program studi itu memang menulis menjadi salah satu kompetensi. Selain broadcasting, viar, photografer, presenter, dan jurnalis.
Sejak awal kuliah, saya memang langsung mengarah dan konsen di kepenulisan. Meski karya saya tak seberapa. Khususnya konsen di jurnalistik. Yang akhirnya sebelum selesai semester pertama, saya mendapat kesempatan bekerja di sebuah media harian di Kota Pontianak, Borneo Tribune namanya.
KPI memang tak menjanjikan secara pasti untuk lapangan pekerjaan. Tapi bila benar-benar konsentrasi, insya Allah akan mampu dengan mudah menemukan lapangan kerja pasca kuliah.
Di Kalbar sudah banyak bukti, hampir seluruh media cetak dan elektronik di Kalbar ada lulusan KPI STAIN Pontianak.
Bicara menulis, bagi saya adalah hal yang tak bisa dilepas dalam waktu ini. Bahkan, satu hari saja tidak membuat tulisan, untuk kewajiban di tempat saya kerja atau hanya sebatas untuk di blog. Kurang lengkap rasanya hari itu bagi saya.
Sebagaimana Pramodya Ananta Toer mengatakan, menulis adalah pekerjaan untuk keabadian. Saya sangat sepaham dengan ungkapan itu. Dan banyak orang mengutip perkataan itu.
Hari-hari, kejadian, persoalan (kenangan) akan menjadi sia-sia dan hanya menjadi koleksi otak dan hati bila tak ditulis. Lebih sia-sia lagi bila suatu hal ini mengandung manfaat atau pelajaran yang semestinya bisa dibagi kepada orang lain. 
Untuk medianya, tak harus ke media cetak. Namun online juga bisa dimanfaatkan. Tak harus website atau blog, atau juga wordpress. Namun di jejaring sosial seperti facebook juga bisa. Dengan memosting tulisan itu ke catatan. Gampang kan, dan bisa jadi tulisan itu dibaca banyak orang.
Antusiasme orang yang mengirim pesan ke nomor hape saya itu sangat saya respon penuh semangat. Satu, ia punya keinginan untuk menulis. Kedua, dari menulis, berarti ia punya cita-cita lain. Mungkin akan menerbitkan buku atau menjadi wartawan media cetak.
Akhir sari saya kawan, selamat datang di kampus STAIN Pontianak, dan selamat bergabung dengan mahasiswa (senior) di Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).

Dengan Sehelai Handuk Diiringi Lagu "Ibu" Di Penginapan Awak Media Kalbar Peliput Kontingen Kalbar PON XVIII, Jalan Utama/Nenas, Pekanbaru, Riau
Kamis, 13 September 2012, pukul 02.00

Wednesday 12 September 2012

Teh Talua, Minuman Amis Penuh Gizi


Teh Talua, Minuman Amis Penuh Gizi

Jangan anda menyangka, bahwa teh hanya dapat dicapur dengan gula dan susu untuk dijadikan minuman. Dan itu menjadi mayoritas bagi masyarakat, khususnya di Pontianak. Tidak pernah terpikir kan kalau ada minuman baru di telinga kita yang bahannya juga dari teh?

Oleh Ubay KPI

Teh Talua menjadi minuman khas di bagian barat Indonesia. Di  Riau minuman ini sangat banyak diminati masyarakat. FOTO: Ubay KPI
Di Riau dan daerah yang dekat dengan kota itu, ternyata teh tak hanya dicampur dengan dua bahan di atas. Tapi teh juga dipola dicampur dengan kuning telur dan susu yang juga dijadikan menuan saji di warung-warung kopi di Kota Riau. Teh Talua atau teh telur. Sebuah minuman khas yang tak hanya sekedar untuk santai, namun minuman ini penuh dengan gizi.
Malam ke empat dalam agenda melakukan liputan Pekan Olahraga Nasional ke-18 di “Bumi Melayu lancing Kuning” Pekanbaru, Riau. Saya diajak rekan yang dulu pernah menjadi Ketua PW IPNU Riau. Rayhan berjalan-jalan sekedar keliling sebagian sudut Kota Pekanbaru Riau.
Perjalanan malam itu dimulai sekitar pukul 10 malam dengan menggunakan mobil.
Sepanjang perjalanan sejak Jalan Sudirman, menyusuri Jalan Ahmad Yani, Sumatera, dan Juanda. Saya berdiam diri dan tak banyak mengobrol. Rayhan kebetulan saat ini menunjukkan lokasi kuliner kepada rekannya yang abru datang dari pulau Jawa.
Saya hanya mendengarkan percakapan mereka dan sesekali saja menyambung menimpal pembicaraannya. Ada belasan lokasi kuliner yang ditunjukkan Rayhan kepada temannya. Entah apa maksudnya, padahal malam itu sama sekali tidak turun dari mobil untuk makan malam.
Malam itu juga, saya dibawa rayhan mampir sebentar ke masjid bersejarah di kota itu. Masjid yang dibangun oleh perintis Kota Pekanbaru. Cukup asli dan di masjid tersebut masih ada sisa peninggalan zaman dulu. Yakni kubah emas yang masih dipertahankan di mimbar khutbah masjid tersebut. Letaknya tak terlalu jauh dari Sungai Siak.
Setelah selesai menunjukkan lokasi kuliner. Giliran saya yang akan mendapat jamuan dari Rayhan. Saya tidak tahu rencana Rayhan malam itu. Dari arah Sudirman, jalan yang membentang panjang di pusat Kota Pekanbaru itu mobil belok ke kiri. Menuju Jalan Nangka. Tak jauh masuk ke dalam melewati Pasar Cipuat. Sopir yang membawa mobil itu kemudian berhenti di tepi jalan di depan warung makanan yang berjajar rapi
“Kita minum dulu,” kata Rayhan kepada saya.
“Oke,” jawab saya singkat dan turun dari mobil.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam lewat. Tapi suasana di jalan itu masih sangat ramai, begitu juga di warung-warung makanan yang berjejer. Kami bertiga mengambil warung yang paling tengah.
“Teh telor tiga ya,” kata rayhan kepada salah satu karyawan warung itu.
Pesanan itu belum dibuat. Saya bertanya pada Rayhan. “Minuman apa itu,” kata saya.
“Saya pesan kopi saja mbak,” kata saya kepada karyawan tadi.
Rayhan langsung mengklarifikasi saya. Karena tidak mau minum teh telor. “Kenapa tak minum,” tanya Rayhan.
“Saya tak biasa minum yang belum say kenal bang,” jawab saya.
Rayhan memaksa saya untuk mencobanya dan segera memberi tahun karyawan tadi untuk membuatkan teh telor tiga gelas.
Betul-betul aneh menurut saya. Bagaimana mungkin teh dicampur dengan telor? Apa rasanya? Mungkinkah saya bisa meminumnya?
Banyak sekali pertanyaan dalam benak saya. Sekitar lima belas menit karyawan itu kembali ke meja kami. Tiga gelas teh telor sudah disajikan kepada kami.
Saya melihat, bukan lagi berbentuk teh benda itu. Namun buih seperti buih telor yang dikocok. Baunya agak amis di hidung saya. Maklum saja, sebab saya belum pernah memakan telor mentah. Meski orang kampung berkeyakinan kuning telor ayam kampung adalah obat. Tapi saya tetap tak pernah mencoba.
Air teh di gelas itu seperti tak sampai setengah gelas, ke atasnya adalah buih kuning telor. Di bagian bawah gelas saya lihat ada putih susu yang meliris mengendap.
Betul sekali itu susu. Saya aduk benda itu. Dan begitu terdengar bau seperti adonan kue yang biasa kakak saya buat menjelang lebaran.
Tidak amisnya dalam penciuman saya, karena kuning telor yang dikocok itu dicampur adengan susu. Jadinya tak terlalu amis.
“Sruuutttttttt” saya minum hampir habis setengah gelas. Rasanya, ya amis dan agak manis karena susu.
“Ini minuman sehat. Kamu harus minum, cocok untuk badan sebab telornya adalah telor kampung,” ujar Rayhan.
Saya menurut saja. Setelah saya minum lagi, benar tak terasa kalau itu adalah kuning telur. Meski benda itu minuman asing di lidah saya, saya tetap menghabiskannya. Dengan empat kali “sruuutttt”, habis satu gelas itu menyisakan buih yang tak mengalir.
Saya mulai ingin tahu tentang minuman itu. Menurut Rayhan, minuman itu dibuat dengan bahan teh, kuning telur, dan susu.
“Tapi, rasanya akan berbeda kalau kocokannya tak pas,” kata Rayhan.
Rayhan juga mengatakan, tak sulit untuk mendapatkan teh telur di Kota Pekanbaru. Tinggal mampir ke warung-warung. Pasalnya, mayoritas di warung-watung tepi jalan di kota itu menyediakan teh telur.
Teh telur adalah sebutan yang lazim. Pada dasarnya, minuman ini bernama Teh Talua. Talua adalah bahasa minang yang artinya telur.
 Rekan saya, yang pernah melakoni tugas jurnalistik di Pontianak, Uji keesokan malamnya memberi tahu saya tentang minuman itu. Dengan cepat saya bilang kalau saya sudah minum itu.
Uji ternyata begitu lekat dengan minuman ini. Bahkan, ia tahu lokasi minuman khas Minang tersebut di Kota Pontianak.
Saya kaget ketika uji mengatakan kalau di Pontianak seperti yang ia ketahui ada dua tempat yang menyiapkan menu itu. Di rumah makan daerah Jalan Penjara dan di depan kantor Bulog Kota Baru, Pontianak.

Renang Target Final di Gaya Bebas


Renang Target Final di Gaya Bebas

Oleh Ubay KPI

Pengprov PRSI Provinsi Kalimantan Barat tak berani menargetkan medali di cabang renang. Target yang dikejar PRSI hanya sampai pada finish final di nomor 50 meter gaya bebas putra dan putrid, serta nomor 200 meter gaya bebas  nomor putera pada PON XVIII Riau 2012.

"Kami tidak menargetkan yang muluk-muluk karena olahraga renang memang sudah bisa diprediksi dan terukur," kata Pelatih Renang Kalbar Firdaus di Stadion Renang Sport Centre Rumbai, Rabu kemarin.
Provinsi Kalbar di cabag renang hanya terwakili dua perenang, yakni perenang putri Susiana, dan perenang putra Laudry Januardi.
Firdaus menjelaskan, olahraga renang termasuk yang terukur sehingga sudah bisa diketahui kekuatan lawan dan diri sendiri.
"Lawan kuat, pasti Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Provinsi Bali yang biasanya masuk final," ujarnya.

Pada PON XVII Kaltim,  Provinsi Jatim yang mendominasi perolehan medali, sekarang petanya beralih ke Provinsi Jabar, kata Firdaus.
Dari pengalaman itu, Kalbar tak mau sesumbar karena kualitas atlet yang memang sesuai. Cabang renang sendiri akan dilaksanakan di Stadion Renang Sport Centre Rumbai, Pekanbaru.

Cabor Unggulan Kalbar Belum Berproduk


Cabor Unggulan Kalbar Belum Berproduk

Oleh Ubay KPI

Sembilan cabang olahraga diberi predikat andalan oleh KONI Kalimantan Barat. Dari predikat itu, sembilan cabor dibebankan masing-masing menyumbangkan medali emas untuk Kalbar. Namun hingga Rabu (12/9) kemarin, dari beberapa cabor andalan Kalbar yang bertanding, seperti biliar dan balap motor belum mampu memproduksi emas untuk kontingen Kalbar.
Meski demikian, Ketua KONI Kalbar, Syarif Machmud Alkadrie tetap optimis, cabang andalan Kalbar akan mampu mewujudkan impian dan patokan KONI Kalbar. Dengan menyumbangkan medali emas dari sembilan cabang olahraga tersebut.
Hal itu disampaikan Machmud usai menyaksikan atlet Kalbar yang berlaga di cabang balap motor, Selasa (11/9) dua hari lalu.
Cabor andalan yang masih melakoni pertandingan seperti anggar dan wushu baru dimulai kemarin, sedangkan lainnya seperti biliar juga telah mulai babak penyisihan. Tarung drajad, angkat berat, balap sepeda masih menunggu jadwal yang rencananya akan dimulai hari ini.
Menurutnya beberapa cabang-cabang olahraga andalan yang telah mulai dipertandingkan sudah ada yang masuk ke laga-laga penting menuju final dalam meraih Emas dan ada juga cabang yang masih menunggu untuk melakoni laga bertanding.
Seluruh cabang olahraga andalan telah mempersiapkan diri dengan matang. untuk itu dirinya meminta kepada seluruh atlet telah terpacu motivasinya dalam meraih target yang telah dipatok.
Machmud yang juga Ketua Pengprov IMI Kalbar tersebut juga memohon doa masyarakat Kalbar agar perjuangan atlet-atlet kalbar dapat mengharumkan nama daerah.

Kalbar Akui Pembukaan PON Riau Spektakuler


Kalbar Akui Pembukaan PON Riau Spektakuler

Oleh Ubay KPI

Kontingen Kalimantan Barat tetap bersemangat mengikuti pembukaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XVIII yang berlangsung di Stadion Utama Riau, Selasa malam (11/9). Meski Kalbar minim persiapan untuk acara tersebut.
Daerah lainnya di barisan depan rata-rata diisi oleh dua putra dan putri dengan pakaian khas daerah. Namun Kalbar tak ada atlet yang menggunakan pakaian khas Dayak dan atau Melayu.
Kalimantan Barat yang menggunakan kostum hitam-hitam tetap bersemangat pada parade defile yang disaksikan langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono beserta istri dan tamu undangan lainnya.
Saat host menyebutkan nama Kalimantan Barat yang akan melintasi di depan meja VVIP yang ditempati Presiden RI. Menyeruak dengan gema tepukan tangan yang meriah. Padahal rata-rata atlet Kalbar mengikuti defile.
Suasana pembukaan PON XVIII Riau


Kontingen Tim PON Kalimantan Barat, yang dipimpin Prof. Dr. Slamet Rahardjo, berjalan melambaikan tanggannya kepada Bapak Presiden dan penonton yang ikut menyaksikan jalannya pembukaan saat nama Kalimantan Barat disebutkan.
Tampak terlihat dalam layar shooting Presiden SBY ikut melambaikan tangannya kepada kontingen Kalbar.
Acara pembukaan yang diawali dengan beraneka ragam kesenian dan tarian Selasa malam lalu, serta design lampu yang menyilaukan mata diakui oleh Prof. Dr. Slamet Rahardjo merupakan pembukaan PON yang paling sepaktakuler dibanding dengan PON sebelumnya.
Upacara pembukaan yang berlangsung meriah. Berbagai acara ditampilkan dengan meriah dan gemerlap, diirinya lampu hias yang ditata sedemikian rupa. Kali ini upacara pembukaan bertemakan "Api dan Peradaban" yang dimeriahkan oleh penyanyi nasional seperti Rossa dan Judika serta grup band Ungu. Upacara pembukaan diawali pesta kembang api setelah lagu Indonesia Raya dikumandangkan pada pukul 20.00 WIB.

Suasana pembukaan PON XVIII Riau













Acara yang dimulai pukul 19.30 WIB, diawali dengan sebuah tarian pencak silat, dan dilanjutkan dengan tari-tarian lain yang bernuansa Melayu. Setelah itu acara dilanjutkan dengan parade kontingen 33 provinsi. Tampil pula beberapa atlet yang pernah mengikuti PON pertama tahun 1948, lalu kontingen wasit dan ofisial pertandingan.
Ketua PB PON yang juga gubernur Riau, Rusli Zainal, lalu memberikan sambutan selama kurang lebih 20 menit. Pada pukul 21.25 WIB Presiden SBY naik ke podium. Berbeda dengan gubernur, Presiden memberi sambutan yang singkat, hanya sekitar enam menit.
"Selamat datang, selamat bertanding, dan selamat menyaksikan pertandingan kepada para atlet, ofisial, wasit, dan suporter yang datang dari seluruh tanah air," demikian SBY mengawali pidatonya.
Dalam sambutannya, Presiden RI, berpesan kepada seluruh atlet dan pelatih, serta official untuk bisa mencapai prestasu dengan tetap menjaga sportifitas, semangat kebersamaan dan persaudaraan.
Presiden menyudahi pidatonya dan membuka secara resmi perhelatan ini dengan menekan tombol alarm.
Penyulutan api PON dilakukan dengan beberapa rangkaian. Pertama api diangkut dengan perahu, dibarengi dengan "presiden penyair" Sutardji Calzoum Bachri membacakan puisi ciptaannya yang berjudul "Kukalung".
Kemudian api diserahkan kepada penunggang kuda berpakaian serba putih, yang berperan sebagai pahlawan dari Riau, Tuanku Tambusai, yang kemudian dibawa ke atas panggung, di mana mantan atlet binaraga Riau, Zamri Bachtiar, menunggu untuk menyulutkan api ke kaldron.
Api diambil dengan sebuah tombak dan Zamri ditarik ke atas, menyamai tinggi kaldron di sampingnya. Selanjutnya, Zamri melemparkan tombak ke arah kaldron. Tombak meluncur ke puncak kaldron, dan api PON menyala besar.
Bersamaan dengan menyalanya api PON, di luar Stadion Utama Riau dengan serentak meluncurkan kembang api yang telah ditata di beberapa titik sekitar stadion. Stadion Utama Riau seketika dikelilingi pecahan kembang apai di udara.