Tuesday 8 January 2013

Segelas Kopi Berharga Rp 25.000


Segelas Kopi Berharga Rp 25.000

Oleh Ubay KPI

Suatu hari, saya ke Ayani Mega Mall, Pontianak. Pusat perbelanjaan terbesar yang ada di Kalimantan Barat. Malam itu kedatangan saya ke mall tersebut untuk memenuhi sebuah undangan acara dari Kantor Pajak Perwakilan Kalbar. Saya diminta untuk hadir, karena saya mendapat juara lomba photograpy yang dilaksanakan bersamaan dengan expo yang mereka laksanakan.

Acara akan dimulai dengan seminar photograpy oleh salah satu pegiat dari Jakarta. Sekitar jam sembilan penganugerahan pemenang lomba.
Sekitar setengah tujuh malam saya sudah ada di lokasi acara. Setelah melihat foto-foto yang dipajang, saya ke musholla mall tersebut untuk mendirikan salah Maghrib.
Nah, setelah usai salat ada kebingungan dalam diri saya. Acara belum dimulai, mau ke toko buku lagi tak mod baca, satu-satunya lokasi santai yang ada benak saya waktu itu adalah duduk di salah satu kios yang menyajikan minuman.
Di dekat lokasi acara ada kios yang menjual kopi. Pikir saya santai di kios itu saja. Kebetulan bibir terasa sudah sangat pekat karena tak merokok. Sebelum masuk, saya perhatikan dari luar pengunjung yang ada. Saya temukan ada bapak-bapak ngepul dengan sebatang rokok. 
Tempat yang tepat pikir saya. Santai, minum kopi, sambil merokok. Langsung saya ambil posisi paling sudut yang kebetulan ada aliran listrik untuk nge-cas hape. 
Tak lama berselang. Ada karyawan datang dan menyodorkan album menu cafe tersebut. Tak ada niko-niko, saya langsung pandang menu kopi. Ada kopi aceh, ada kopi luwak. Dan lainnya.
Tapi kagetnya bukan main ketika saya melihat harganya. Wataw, di atas dua puluh ribu. Ajakan pikiran untuk bersantai terganggu karena berganti bingung. 
Bingung karena uang dalam dompet hanya tersisa Rp 25.000. Mau keluar mengurungkan minum rasa malu pada karyawan cewek itu. Mau tak mau, akhirnya harus mesan minuman juga. Kopi biasa satu gelas. 
Biasanya, saya kalau sudah dihadapkan dengan rokok dan kopi segala pikiran jadi agak ringan. Tapi kali ini beda, jadi semakin pusing alias pening.
Bagaimana tidak? Uang sisa dua puluh lima ribu, harga kopi juga dua puluh lima ribu. Belum lagi pajak 10 persen. Uang saya kurang dua ribu lima ratus rupiah. 
Minum kopi jadi tak selera. Sebatang rokok Surya seakan terasa tembakau linting. 
Baru sekali seruput, langsung kepikiran kekurangan uang yang hanya dua ribu lima ratus rupiah. Saya coba hubungi kawan-kawan. Ternyata lagi ada di luar. Tak ada yang sedang di lokasi yang sama. 
Kebingungan ini saya sampaikan pada calon istri, tapi apa yang terjadi? Dia ngomel. Sebab dia memang tak suka bertindak tanpa pemikiran terlebih dahulu. Yah, cuma bisa dengerin dia ngomel via sms. 
Tak mau malu karena kekurangan uang. Akhirnya saya ingat, kalau di mall tersebut ada sepupu calon istri yang bekerja di salah satu toko. Saya coba sms dia, tapi tak dijawab. Pikir saya, pasti hape lagi tak dipegang.
Dengan beralasan ingin ke toilet, saya ijin ke salah satu karyawan untuk ke toilet. Kebetulan di tokok tersebut memang tak ada toilet. Ke toilet akhirnya menjadi alasan. Dengan tetap meninggalkan carger hape dan tas. Saya melangkah keluar.
Saya langsung ke lantai dasar mall untuk menemui sepupu calon istri. To the poin, pinjam duit sepuluh ribu rupiah. Tak pakai alasan, langsung saya cabut setelah mendapatkan uang dan kembali ke segelas kopi.
Tak ada pikiran lagi. Uang sudah cukup untuk membayar harga kopi segelas. Bahkan masih tersisa tujuh ribu lima ratus rupiah.
Tak lama berselang, saya langsung cabut dari lokasi warung kopi berharga selangit itu. Nyesal, nyesal, nyesal. Nyesal buanget. 
Iutng-itungannya neh ya. Kalau uang 27.500 dibawa ke warung kopi biasa di coffee street area di Jalan Gajah Mada Pontianak, seperti di Aming, Winny, Layla, atau Tiam, pasti dapat banyak. Biasanya di warkop biasa segelas kopi hanya Rp 4000. Kalau Rp 27. 500 bisa dapat hampir tujuh gelas. 
Yah, kalau sudah nasib mau gimana lagi.

Menjelang Tidur
Di Kamar Pondok Kelahiran
Senin, 8 Januari 2013. Pukul 03.00

No comments:

Post a Comment