Monday 4 March 2013

Berita Harus Faktual dan Aktual


Berita Harus Faktual dan Aktual

Oleh Ubay KPI

Mengawali catatan saya pagi ini. Terlebih dahulu saya sampaikan kepada kawan-kawan, bahwa catatan yang akan anda baca ini merupakan sebuah ringkasan dan penjabaran dari saya pribadi.
Catatan ini merupakan hasil bacaan saya dari buku Menulis Berita di Media Massa karya Inung Cahya S yang diterbitkan oleh PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta tahun 2012.
Dari judul di atas, kawan sudah pasti punya bayangan apa yang akan saya tulis ini. Lagi-lagi, kawan akan bertemu dengan tulisan saya tenyang jurnalistik. Tentang sebuah berita.
Factual dan actual merupakan sebuah sifat pasti dalam sebuah pemberitaan. Makanya, dua kalimat tersebut kerap ditemukan dalam sebuah definisi berita. Factual artinya berdasarkan kenyataan, sedangkan actual artinya kekinian atau baru.
Dua sifat tersebut melekat pada media-media massa yang ada. Bukan hanya di Indonesia akan tetapi di seluruh dunia.
Jadi, bukanlah sebuah berita bila sebuah tulisan yang ada di media, baik cetak, elektronik, atau online tidak sesuai kenyataan. Tidak sesuai hasil observasi, reporting, waeancara, atau release. Makanya, kalau boleh saya katakan, najis hukumnya memasukkan opini sendiri ke dalam sebuah berita. Khususnya bagi wartawan. Najis berarti tidak suci, dengan tidak suci maka sudah pasti kotor. Kalau sudah tidak suci, bila diibaratkan pada orang salat, maka sudah pasti salatnya tidak sah, tidak diterima.
Karenanya, sifat pertama berita adalah kenyataan. Hal nyata yang didapat atau terhimpun si penulis berita melalui berbagai cara tersebut.
Nah yang kedua yaitu actual. Kini atau baru. Kenapa harus baru? Secara logika, bila berita yang disajikan oleh media sifatnya sudah basi atau lama. Maka otomatis akan kurang diminati pembaca, otomatis juga tentunya media tersebut tidak akan diterima banyak orang. Kasarnya, untuk apa membaca berita yang sudah lama dan basi. Sedangkan yang menjadi kebutuhan masyarakat atau pembaca adalah informasi yang baru atau yang sedang hangat-hangat terjadi. Atau juga peristiwa yang baru terjadi, bukan satu tahun yang lalu.
Akan tetapi, bukan tidak mungkin dalam sebuah berita menyisipkan sebuah informasi yang lama. Seperti halnya lengsernya Suharto dari kursi Presiden RI. Kerap kita temukan dalam sisipan kalimat berita saat ini. Khususnya dalam pergerakan mahasiswa, politik, dan kenegaraan. Akan tetapi, berita seperti itu tidak akan menjadi berita utama di saat ini.
Atau seperti yang lagi hangat-hangatnya saat ini, yakni berhentinya Anas Urbaningrum dari Demokrat. Ada sebuah celotehan kalau Anas adalah seorang anak yang tidak diharapkan kelahirannya. Tentu pembaca sudah banyak tahu informasi tentang Anas Urbaningrum. Atau meski tidak banyak, tentu pernah mendengar.
Anas oleh seorang penyiar televise pernah diibaratkan dengan Nabi Musa yang melawan Fir’aun. Musa dirawat oleh Fir’aun hingga besar. Lalu kemudian menjadi musuh Fira’un.
Hampir sama dengan Anas. Saat ini ia seakan menjadi lawan Demokrat. Bukan hanya itu, akan tetapi akan mengobok-obok Cikeas.
Nah, itulah yang saya maksud dengan menyisipkan. Akan tetapi perlu diketahui, sisipan kalimat seperti haruslah sebuah kejadian nyata yang pernah terjadi sebelumnya, bukan sebuah opini. Ingat, bukan sebuah opini!
Itulah dua sifat yang harus ada dalam sebuah berita. Factual dan actual.
Berita atau informasi tidak bisa dipungkiri merupakan sebuah kebutuhan. Tak hanya politisi, pejabat, pengusaha, pelajar, atau mahasiswa. Namun informasi atau berita sekarang sudah menjadi kebutuhan hingga lapisan masyarakat. Tentu pembaca sudah kerap menemukan pedagang pasar baca Koran. Pembantu rumah tangga nonton televise acara berita. Atau bahkan, pernah melihat pemulung masih membaca sobekan Koran yang akan dukumpulkan untuk dijual.
Inung Cahya dalam bukunya tersebut menuliskan definisi berita adalah sebuah hasil pelaporan, baik secara lisan, tulisan ataupun tertulis yang bersumber dari realitas kehidupan sehari-hari. Sebagai bentuk laporan, berita harus berisi tentang kejadian-kejadian terbaru. Informasi yang disampaikan sebagai bahan berita pun harus dianggap penting dan menarik bagi masyarakat.
Pengertian tersebut diperkuat oleh dua tokoh jurnalistik. Yakni Mitchel V. Charnley dan Jacob Oetama. Mitchel mendifinisikan berita lapran terhangat tentang fakta yang menarik dan penting bagi khalayak. Sedang menurut Jacob Oetama adalah laporan tentang berbagai fakta setelah dimuat di media massa.
Dari bukunya Inung, saya juga menemukan asal kata berita yang baru. Selama dua tahun saya bergelut di dunia jurnalistik, belum pernah saya membaca di buku atau di internet tentang asal kata berita yang berasal dari bahasa Sanskerta.
Inung memaparkan bahwa berita itu berasal dari vrit, yang berarti terjadi atau ada. Sedang dalam bahasa Inggris berita disebut write yang berarti menulis. Dari dua kata tersebut sebagian besar orang Indonesia  melafalkan menjadi vritta atau berita.

Setelah Subuh
Di Kamar Pondok Kelahiran
Senin, 4 Maret 2013. Pukul 04.50

1 comment: