Thursday 28 November 2013

Ingat, Bekal Wartawan Tak Hanya Ilmu

Ingat, Bekal Wartawan Tak Hanya Ilmu

Catatan Ubay KPI

Sudah lama sekali rasanya saya tak menulis soal penglaman jurnalistik. Kesibukan sehari-hari dan terlalu banyak membuang waktu tanpa manfaat, adalah alasan dari kekosongan jemari ini membuat catatan.
Kali ini kawan-kawan, saya kembali akan berbagi penglaman soal jurnalistik. Terutama bagi kawan-kawan yang baru masuk dunia jurnalistik atau baru akan memulai, dan atau ingin masuk ke dunia jurnalistik.
Di awal saya turun ke lapangan untuk menghimpun bahan yang akan dijadikan berita. Hanya sekelumit, atau bahkan tidak ada sama sekali mungkin trik dan teori yang sama miliki untuk menulis berita. Jangankan cara bagaimana menulis berita yang baik. Dasar menulis berita saja masih belum saya pelajari di kampus. Waktu itu saya baru semester awal, bahkan masih sangat awal. Karena tulisan pertama saya yang terbit di Borneo Metro tentang olahraga, terbit tak lama ketika saya mid semester satu di kampus.
Bisa dikatakan, berbekal ID card calon anggota baru LPM STAIN Pontianak. Saya menerobos GOR Pangsuma Pontianak. GOR terbesar yang ada di Kalbar. Berbekal ID card itu, saya memberanikan diri masuk untuk menulis berita olahraga. Waktu itu sedang ada pertandingan bola voli yang dilaksanakan oleh salah satu fakultas di Univesitas Tanjungpura.
Dengan  rasa malu, saya masuk berkenalan dengan panitia dengan maksud mencari informasi soal event tersebut. Sebelum masuk, saya masih cukup lama berdiam diri di luar GOR. Malu dan takut ditolak, namun bermodal nekad dan berani, ternyata kehadiran saya disambut hangat oleh panitia.
Hasil dari wawancara di GOR tersebut kemudian saya tulis untuk memenuhi tugas LPM yang tenga tahap penyeleksian. Saya tidak tahu, apakah kaidah jurnalistik sudah saya penuhi dalam tulisan saya. Waktu itu, yang ada dalam benak saya adalah menjadi anggota LPM dan menulis. Itu saja.
Selain isu olahraga, kadang saya juga belajar menulis tentang isu lainnya. Dalam belajar menulis berita, saya lebih banyak belajar pada otodidak. Saya katakan otodidak lantaran saya banyak menyontoh berita-berita yang telah terbit di Koran local. Saya meng-kliping berita dari Koran-koran.
Tumpukan kliping Koran dari berbagai tegmen seperti pemerintaha, politik, olahraga, dan lainnya saya staples dan selalu saya bawa. Kliping itu selalu saya masukkan ke dalam tas saat akan berangkat kuliah.
Dari kliping itu saya coba menerka bagaimana menulis berita. Sembari memadukan dengan teori yang say abaca dibuku.
So, berani adalah modal pertama saya selain secuil pengetahuan saya tentang jurnalistik saat akan masuk ke dunia jurnalisme.
Kedua, adalah kemauan. Dari kemauan akan muncul keinginan yang mendobrak rasa malu untuk bertemu orang lain (baca; narasumber). Mungkin rasa malu ini dirasakan oleh siapa saja yang baru masuk ke dalam jurnalistik. Dari beberapa rekan yang baru bergabung ke jurnalistik, menuturkan ada rasa malu saat akan memulai pembicaraan. Namun, dengan keberanian dan kemauan. Hal itu akan terlewatkan.
Jadi, jangan hanya karena tahu teori menulis berita dan tahu teori wawancara sudah mau mendongakkan kepala. Ingat, belajar teori itu lebih mudah ketimbang praktik. Meskipun sudah tahu bagiamana cara dan trik wawancara,  namun di lapangan anda akan menemukan perbedaan dari apa yang anda pelajari.
Ketiga, perlu kawan-kawan lakukan adalah bergaul dengan wartawan yang telah lebih dulu di lapangan. Anda jangan sampai menjauh dari lingkaran mereka, sebab keuntungan besar bersama mereka selain akan mendapat informasi lebih mudah, dari mereka nantinya akan belajar bagaimana memulai atau mengawali sebuah wawancara.
So pasti, tentunya mereka sudah kenal dengan siapa yang akan diwawancara. Atau pun kalau tidak kenal, namun mereka sudah punya trik lapangan bagaimana membuat suasana keakraban. Yah, itulah ilmu pengalaman.
Mungkin sampai di sini dulu catatan kecil saya, selanjutnya nanti akan saya lanjutkan bekal wartawan sebagaimana menurut para ahli.

Di Tempat Tidur Sederhana
Sembari Mendampingi Istri yang Terlelap

Kamis, 28 November 2013. Pukul 23.53

Calon Anakku Usia 4 Bulan

Calon Anakku Usia 4 Bulan

Catatan Ubay KPI

Seperti masyarakat pada umumnya, setiap usia kandungan calon bayi berusia 4 bulan dalam rahim, maka dilakukan selamatan meski sederhana.
Bertepatan dengan hari Minggu, 29 September 2013. Usia kandungan istri tercinta telah genap 4 bulan. Saya bersama istri sebelum menyambut bahagia akan usia kandungan yang semakin tua. Bukan hanya karena akan segera menjadi mama dan papa dari calon anak. Namun, selematan kecil-kecilan tersebut juga sebagai ajang silatuhmi bersama tetangga terdekat.
Maklum saja, bersamaan dengan usia kandungan empat bulan. Saya bersama istri kurang lebih empat bulan juga menempati rumah baru. Tentunya harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Selamatan kandungan tersebut saya jadikan pula sebagai tempat mengenal masyarakat di sekitar rumah.
Dengan acara selamatan empat bulanan tersebut, saya mengundang para tetangga ke rumah. Juga para keluarga dari kampong. Ada rasa kebersamaan yang hangat saat bisa berkumpul dengan tetangga dan keluarga. Asyik sekali rasanya.
Sebelum melaksanakan acara tersebut, saya tak lupa merundingkan bersama istri soal waktu pelaksanaan selamatan. Karena sama-sama bekerja, dan istri hanya punya waktu libur hari Minggu. Akhirnya sepakat melaksanakan selamatan pada hari Minggu. Hanya saja, saat itu saya masih sempat bekerja melaksanakan kewajiban di kantor. Namun, sekitar pukul 2 siang saya sudah ada di rumah melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan.
Sejak siang, ternyata satu persatu saudara saya dari kampong datang ke rumah. Ada yang bertepatan saat saya ada di rumah, namun ada juga saat  saya sedang keluar.
Namun, istri satu hari tersebut stand by di rumah.  Sambil membantu memasak dan menemui saudara-saudara saya yang juga iparnya saat datang.
Rasa syukur saya seakan tiada henti bila merasakan bahwa dalam 5 bulan lagi saya akan menjadi seorang ayah. Meski masih belum tahu jenis kelaminnya seperti apa, namun kebahagian ini sangat terasa dengan telah adanya si calon bayi.
Di saat istri hamil tersebut pula, saya punya cerita yang mungkin berguna bagi kawan-kawan yang sedang membaca. Sejak mengetahui istri hamil dan khususnya menjelang 4 bulan, saya tak lagi keluyuran malam seperti sebelum-sebelumnya.
Keluyuran malam maksudnya, tak ada lagi aktifitas saya di warung kopi di malam hari. Padahal, pada awal menikah saya masih sangat rajin di warkop, kadang sampai jam 11 atau 12 malam hanya nongkrong dan online di warkop. Namun sejak kandungan istri semakin berusia, saya memutuskan untuk banyak bersamanya setiap malam. Terlebih, pada waktu siang kami sama-sama kerja, saya pulang tak tentu jam, sedang istri pulang jam 6 petang.
Saya memilih keluar malam hanya kalau ada keperluan penting bersama kawan. Yang memang memutuskan saya untuk keluar. Atau sedang ada liputan malam, atau juga kalau ada pertandingan sepakbola.
Untuk nonton sepakbola, ini sangat jarang. Saya baru nonton bareng sepakbola di luar (warkop) kalau Mancester City yang main saja. Sedang lainnya, tidak terlalu tertarik.
Keputusan nonton di luar bukan karena ketertarikan saya nobar, namun juga lantaran televise di rumah juga sedang rusak. Hehehehe.
Sejak usia 4 bulan itu, sejak itulah saya jarang sekali keluar rumah di malam hari. Ada rasa sayang saat akan meninggalkannya sendiri di rumah.  Kasihan kalau istri harus termangu sendiri. Maklum saja, eminggu setelah pesta pernikahan, saya langsung pindah rumah memutuskan tinggal berdua. Alasannya simple, ingin menikmati bagaimana indahnya berkeluarga.
Buat calon anakku, semoga kamu kuat di rahim mama sampai masa  engkau dilahirkan ke bumi ini. Jadilah anak yang berbakti pada orang tua, bangsa dan agama. Takut pada Tuhannya serta tiada henti mencari ilmu Allah dan mengamalkannya.

Bersama Istri Tercinta
Di Ranjang Kamar yang Sempit

Kamis, 28 November 2013.  Pukul 21.31

Wednesday 27 November 2013

Kapan Saya Ikut JS?

Kapan Saya Ikut JS?

Catatan Ubay KPI

Je Es, atau JS. Sebuah singkatan kursus kepenulisan yang dilaksanakan Yayasan Pantau. JS kepanjangan dari Jurnalisme Sastrawi. Pelatihan ini ada sejak tahun 2001 dengan pembimbing orang-orang yang pandai dipenulisan panjang. Di luar negeri pelatihan ini lebih dikenal dengan naratif reporting.
Saya tahu program ini sejak beberapa tahun lalu dari senior di kantor tempat saya bekerja. Ia merupakan satu dari beberapa alumnus JS di Pontianak. Beberapa alumni JS yang saya kenal di Pontianak seperti Nur Iskandar, Subro, dan QomaruzZaman.
Beberapa senior seperti Subro dan Izam, sering dan mengharapkan saya untuk mengikuti pelatihan ini. Beberapa bulan lalu, saya sempat mau ikut pelatihan ini. Namun gagal lantaran waktu itu mepet dengan acara pernikahan saya. Harapan ikut JS di tahun 2013 pupus. 2013 sebagaimana yang saya harapkan sebelumnya bisa ikut JS, harus gigit jari.
Nah, Senin (25/11) dini hari. Saya menyempatkan online di kamar kerja meski mata sudah sangat ngantuk. Maklum, modem di rumah hanya bisa digunakan jam 00.01 ke atas. Dengan mata yang sayu dan koneksi internet seadanya, saya masih buka email untuk mengirim berkas undangan Pra Kongres Forkomnas KPI dan Undangan Olimpiade KPI 2013 ke kawan-kawan KPI yang belum dapat undangan.

Setelah tugas organisasi mengirimkan undangan via email selesai. Saya teringat soal “jilbab hitam” yang sempat menyerang Tempo dan sedikit menyerempet nama Mas Andreas Harsono. Saya coba searching di mbah google tentang perkembangan isu tersebut. Ternyata, informasinya sama dengan yang say abaca hari sebelumnya.
Saya inisiatif masuk ke blog Mas Andreas. Mungkin saja ada tulisan terbaru Mas AHA (demikian biasa kawan-kawan memanggil Mas Andreas) tentang kerudung hitam ini. Di postingan paling atas blog andreasharsono.net ternyata masih belum ada tulisan terbaru.
Terperangaknya saya sehingga membuat pikiran tak lagi memikirkan “jilbab hitam” ketika saya membuka blog archive Mas AHA. Di postingan pertama bulan Oktober, ada sebuah judul Junalisme Sastrawi XXII. Saya klik judul tersebut, dan isinya?
Bukan soal lain, melainkan tulisan dalam judul tersebut sebuah pengumuman bahwa Yayasan Pantau kembali mengadakan pelatihan jurnalisme sastrawi. Sebuah pelatihan yang sangat saya harapkan kembali diadakan. Senang sekali ketika saya membaca paragraph awal. Dengan sebuah harapan saya dapat mengikuti pelatihan 2 minggu ini. Meskipun biayanya terbilang tinggi dengan seukuran saya.
Sejak kenal JS langsung saya masukkan dalam target besar saya. Masuk dalam catatan kegiatan yang harus saya ikuti. Kapan pun itu dan berapa pun biayanya.
Hanya saja, kegembiraan pada informasi yang say abaca tersebut sontak membuat saya melepas napas kuat-kuat, dan mneggiring tangan saya ke dahi. Ketika, saya membaca JS akan dilaksanakan bulan Januari 2014.
Lesu, lemah, dan kurang bersemangat jadinya mau ikut JS pada kesempatan terdekat ini. Pikiran saya langsung mengarah ke istri yang sedang tidur di kamar. Bukan kasian karena akan meninggalkan dia dalam 2 minggu, tapi lebih kepada usia kandungannya.
Saat ini, usia kandungan sudah 6 bulan. Pada Maret nanti usia kandungan calon bayi pas 9 bulan. Tentu menjadi pemikiran  besar bagi saya. Terutama biaya persalinan. Bagaimana caranya? Itulah pertanyaan besar saya dalam hati. Ikut JS dengan catatan menggunakan uang yang ada. Namun ada kekhawatiran dalam diri, apakah saya mampu mencukupi kebutuhan setelah Januari nanti sampai Maret? Sungguh menjadi pertimbangan besar.
Terlebih lagi, di akhir Desember nanti saya masih ada agenda ke Purwokerto acara Forkomnas KPI. Sedangkan, waktu senggangnya cukup lama dari kegiatan di Purwokerto ke JS. Otomatis saya harus pulang dulu ke Pontianak.
Sampai dengan saat ini, saya masih belum ada keputusan antara ikut atau tidak di pelatihan Jurnalisme Sastrawi ke-22. Keputusan tersebut menjadi pertimbangan besar. PR bagi saya sebelum kuota peserta JS terpenuhi.
Soal JS Januari mendatang, saya juga sempat sharing dengan alumni JS, yakni Subro. Sebuah masukan darinya untuk saya. Adalah menyuruh saya untuk ikut. Menjawab alasan saya tentang financial, Subro hanya menjwab pendek, jangan mengatur rezeki, sebab rezeki sudah ada yang mengatur. Dan uang tidak mencetak sendiri, tapi sudah ada yang mencetakkan.
Sebuah alasan yang cukup bagi saya. Cukup untuk kembali memikirkan dan member keputusan. Secara logika, alasan Subro sangat tepat. Namun, tidak tepatnya bagi saya adalah mepetnya waktu tersebut.
JS ada di antara acara Forkomnas KPI dan persalinan. Sedangkan saya, harus tetap menunaikan keharusan saya sebagai jurnalis yang setiap hari harus punya setoran ke redaksi.
Cukup pelik untuk memberi keputusan. Tapi JS, adalah mimpi. Ikut JS harus saya wujudkan sebelum JS tutup. Wallahu a’lam. Semoga JS bersama saya, kapan pun dan semoga dalam waktu yang terdekat.

Pojok Warung Kopi Jalan 28 Oktober
Rabu, 27 Desember 2013, Pukul 20.26