“Pebe”
Ubay KPI Semali
Satu hari yang lalu, Minggu (8/1) usai saya liputan di Universitas Muhammadiyah Pontianak, training of trainer Metode Tsaqifa, sebuah metode baru membaca Alquran yang lebih khusus kepada usia remaja dan orang tua.
Sekitar pukul 13.00 saya keluar dari kampus yang berdampingan dengan kantor Gubernur Kalimantan Barat di Jalan Ayani. Maksud hati ingin menuju kantor Borneo Tribune di Jalan Purnama yang terletak sekitar 20 kilo meter dari kampus itu. Tapi perjalananku urung, karena tampak dikejauhan hujan telah turun. Kuputar sepeda motot butut sangkolan dari orang tuaku menuju Jalan Sepakat II. Bergegas saya mencari warung internet untuk menulis berita di sana sekaligus melihat kembali blog pribadiku yang baru saja dirubah tampilannya.
Baru saja duduk, satu anak kecil datang ikut bermain internet. Sepertinya anak itu keluarga pemilik warnet, sebab sangat akrab dengan penjaga Warnet saat itu. Dia berada di computer deretan ketiga menghadap ke barat di depanku, sedangkan saya berada di deretan kelima meghadap ke timur. Deretan computer di warnet ini ada dua, jumlah keseluruhan computer ada 12 buah.
Hampir satu jam dari di warnet itu. Dan tak henti-hentinya, si anak itu ngoceh dengan tukang jaga warnet. Banyak hal yang diomongkan, termasuk masalah facebook. Games, dan lainnya.
Anak itu sekitar berusia tujuh tahun perkiraan saya. perempuan, berambut agak panjang melebihi bahu. Dan menggunakan kaos putih krim. Sesekali duduk, dan sesekali berdiri melihat computer si penjaga warnet. Konsumen lainnya pada fokus dengan komputernya masing-masing. Mungkin dia tidak memperdulikan ocehan si anak perempuan keceil itu. Termasuk cewek di samping anak itu. Sepertinya cewek itu mahasiswa. Dan praduga saya, ia sedang mencari bahan kuliah.
Yang paling saya cerna dari sekian banyak celotehan anak itu adalah masalah facebook. Tapi anak itu tidak menyebutnya faceebok. Melainkan dengan sebuat “pebe”. Mendengar nama itu saya berpikir sendiri sampai menghapus konsentrasi saya menulis berita. “pebe, pebe,” pertanyaan benakku.
Saya tidak heran dengan facebook, karena sudah lumrah. Mulai dari pejabat, anggota dewan, PNS, mahasiswa, karyawan swasta, pelajar, kuli bangunan, sampai anak pondokan pun, meski tidak keseluruhan memiliki faceebook. Seperti Paryadi, S. Hut, Wakil Walikota Pontianak, Zulfadli, anggota DPR RI asal Kalbar, Andre Hudaya, dewan provinsi Kalbar, dan banyak lagi. Facebook memang lagi tren-trennya.
Yang membuat saya berpikir pada anak kecil itu, baru duduk di sekolah dasar sudah punya FB. “Appe ye password pebe saya, luppa kak,” kata anak itu dengan bahasa Melayu logat Madura.
Saya heran, sekecil itu sudah kenal FB, padahal saya saja punya FB baru pada tahun 2009, itu pun saat saya dihadapkan dengan soal kuliah, berhadapan dengan computer yang bersignal internet untuk mengerjakan tugas. Maklum saja, saat itu saya masih belum punya notebook.
Saya menganggap, anak SD masih belum layak untuk punya FB. Alasan itu dari dampak negatifnya. Kerap kali pelecehan terjadi karena FB. Dan juga, faceebook dapat merogoh waktu, bila tidak bisa mengontrol, kesibukannya tidak akan terisi dengan belajar, namun FB-an saja. Untung-untung kalau di warnet ia sambil searching yang berkaitan dengan mata pelajaran, kalau tidak, hanya akan menatap desain tampilan FB yang banyak ragam. Membuka profil temannya, chat dengan temennya, memposting foto, dan tulis serta balas status.
Ingatanku akan facebook anak itu mengarah pada sosok Yusriadi, Doktor lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia yang membimbing saya ilmu jurnalistik. Hingga saat ini, Yusriadi tidak punya facebook, yang ada hanya email dan blog. Komunikasi jarak jauh ia lakukan dengan email saja, dan tulisannya ia posting di blog pribadinya. Alasannya singkat kenapa ia tidak mau ikutan FB, takut menguras waktu. Alasan yang amsuk akal, dan hal itu memang banyak terbukti. Bahkan saya sendiri juga menjadi korban dari alasan itu. Meskipun saya juga dapat manfaat dari FB, salah satunya menjalin komunikasi dengan kawan-kawan yang lain.
Bahkan, karena seringnya saya buka FB, kerapkali berita saya tak terbit di media tempat saya bekerja. Padahal sudah ngumpet saat buka FB, masih ketemu juga oleh doctor keras kepala menurut sebagian mahasiswanya itu. Tapi saat itu saya menerima, sebab menurut saya itu adalah pembelajaran.
Kawan-kawan yang ingin berkunjung ke FB saya silahkan search Ubay KPI Semali. Atau mampir juga ke blog pribadi saya di alamat ubayorengkampoeng.blogspot.com.
Di Warung Kopi Perempatan Lampu Merah Siantan Hulu
Senin, 9 Januari 2012. Pukul 20.32