Masa belajar berdiri |
Catatan Papa
Mulanya, saya tidak paham dengan apa yang diutarakannya. Ketika saya meminta Weisha, anak saya yang kini sudah usia 20 bulan untuk siap-siap ikut jalan-jalan sore. Saat saya mulai beranjak dari tempat tidur, dianya sibuk dengan endas atau ndas yang keluar dari mulutnya.
Saya kelimpungan, apa yang diminta Weisha, maklum saat itu saya jarang sekali bersama dia karena fokus mengelola cafe di Siantan. Yang sangat paham dengan bahasa kesehariannya adalah mamanya. Saya baru paham ketika Weisha menunjuk kolong tempat tidur, setelah saya lihat ada sandal miliknya di sana.
"Ndas, ndas". ujar Weisha.
Oh ternyata, ndas yang ia utarakan yang dimaksud adalah sandal. Yah sandal.
Sangat jauh berbeda antara sandal dan ndas. Kok bisa yah? mungkin itulah bahasa anak yang semampu mungkin mengutarakan sama persis dengan yang diucapkan orang dewasa.
Sampai saat ini, Weisha masih tetap menyebut sandal dengan sebutan ndas. Kelakuannya, selalu sibuk dengan ndas saat melihat saya akan keluar rumah, apalagi melihat saya menggenggam kunci motor.
Bahkan, kadang saking takutnya ditinggal dan tak dibawa naik motor, Weisha hanya nyangkut di pintu rumah ketika disuruh ambil sandal.
Kadang, kalaupun masuk, ia was-was untuk mengambil sandal di kamar. Kepalanya sering mutar balik melihat saya yang nunggu di pintu. Bahkan, kadang Weisha rela meraih tangan saya untuk ikut dibawa mengambil sandal ke dalam. Aneh? mungkin tidak. Itulah sifat anak-anak, dipikirannya sudah mulai menaruh curiga takut ditinggal saja. Pergantian hal seperti itu mulai saya amati dari bulan ke bulan.
Tumbuh besar anak Papa dan Mama, jadilah anak shalehah.
No comments:
Post a Comment