Bandung, Kota Impian dari Balik Pohon Karet
Oleh Ubay KPI
Bandung, nama kota yang pernah saya denger masa saat duduk di sekolah madrasah ibtidaiyah dulu. Hanya nama, dan salah satu julukannya "Bandung Lautan Api".
Bandung yang sangat saya kenal dengan lautan api hanya sekedar nama. Tak pernah terciprat dalam bayangan saya akan menjejakkan kaki di "kota kembang" itu. Menjadi salah satu dari sekian mimpi di balik pohon karet bagi saya. Mimpi sampai dan tahu sendiri seperti apa Bandung.
Pesimis, yah saat itu sangat pesimis akan sampai ke Bandung. Bahkan, dari balik pohon karet yang berjejer, bagi saya hanyalah sebagai khayalan yang tak pernah akan terwujud.
Namun fakta bicara lain, Bandung yang menjadi mimpi untuk ditapaki selain Madura dan Jakarta kini telah terwujud. Berbalik 160 derajat kali sekian-sekian.
Kota Mojang, kota Aa' dan Teteh. Kota sarat universitas ternama itu ternyata telah saya tapaki.
Lewat keaktifan saya di Forkomnas KPI. Sebuah komunitas yang berisi mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) ini ternyata saya dapat menjejakkan kaki di Bandung.
Duh Bandung, meski saya tak banyak mengenal sejarahmu, namun cukuplah menjadi catatan bagi saya, dimana Jaipong menjadi pertama saya saksikan pertama kali dengan tanpa satir. Melenggok teteh geulis di depan mata menarikan Jaipong yang saya dengar.
Bandung, saya tak peduli akan stigma Bandung yang dikenal kota pendidikan, saya tak peduli Bandung syur dengan goyangan ranjang ayam kampus yang pernah saya dengar. Saya tak peduli Bandung kota pelajar, saya tak peduli Bandung kota sering macet. Yang penting bagi saya adalah perwujudan mimpi di balik pohon karet dulu.
Tiga hari saya di tanah Bandung saat ini, mungkin suatu saat nanti saya akan tiga bulan, atau bahkan tiga tahun bersamamu. Tapi entah itu kapan atau dalam kesempatan apa?
Menjelang Salat Malam
Di Bandiklat Kemenag Provinsi Jawa Barat
Jumat, 11 Januari 2013. Pukul 03. 44
Oleh Ubay KPI
Bandung, nama kota yang pernah saya denger masa saat duduk di sekolah madrasah ibtidaiyah dulu. Hanya nama, dan salah satu julukannya "Bandung Lautan Api".
Bandung yang sangat saya kenal dengan lautan api hanya sekedar nama. Tak pernah terciprat dalam bayangan saya akan menjejakkan kaki di "kota kembang" itu. Menjadi salah satu dari sekian mimpi di balik pohon karet bagi saya. Mimpi sampai dan tahu sendiri seperti apa Bandung.
Pesimis, yah saat itu sangat pesimis akan sampai ke Bandung. Bahkan, dari balik pohon karet yang berjejer, bagi saya hanyalah sebagai khayalan yang tak pernah akan terwujud.
Namun fakta bicara lain, Bandung yang menjadi mimpi untuk ditapaki selain Madura dan Jakarta kini telah terwujud. Berbalik 160 derajat kali sekian-sekian.
Kota Mojang, kota Aa' dan Teteh. Kota sarat universitas ternama itu ternyata telah saya tapaki.
Lewat keaktifan saya di Forkomnas KPI. Sebuah komunitas yang berisi mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) ini ternyata saya dapat menjejakkan kaki di Bandung.
Duh Bandung, meski saya tak banyak mengenal sejarahmu, namun cukuplah menjadi catatan bagi saya, dimana Jaipong menjadi pertama saya saksikan pertama kali dengan tanpa satir. Melenggok teteh geulis di depan mata menarikan Jaipong yang saya dengar.
Bandung, saya tak peduli akan stigma Bandung yang dikenal kota pendidikan, saya tak peduli Bandung syur dengan goyangan ranjang ayam kampus yang pernah saya dengar. Saya tak peduli Bandung kota pelajar, saya tak peduli Bandung kota sering macet. Yang penting bagi saya adalah perwujudan mimpi di balik pohon karet dulu.
Tiga hari saya di tanah Bandung saat ini, mungkin suatu saat nanti saya akan tiga bulan, atau bahkan tiga tahun bersamamu. Tapi entah itu kapan atau dalam kesempatan apa?
Menjelang Salat Malam
Di Bandiklat Kemenag Provinsi Jawa Barat
Jumat, 11 Januari 2013. Pukul 03. 44
No comments:
Post a Comment