Menulis? Cukup Keinginan dan Kesempatan
Oleh Ubay KPI
Sebelum tidur pagi ini, saya ingin berbagi cerita kepada
kawan-kawan semua. Mungkin cerita ini tak seberapa bagi anda, hanya sebuah
kisah kecil dari perjalanan hidup saya di dunia jurnalisme.
Yah, kurang bermanfaat bagi
kawan-kawan yang tak se-profesi atau yang tidak menyukai dunia kepenulisan. Itu
mungkin. Tapi mungkin menjadi sebuah inspirasi bagi kawan-kawan yang sedang
memulai menulis.
Sejak sekolah aliyah, saya mulai
menulis catatan harian. Beraneka ragam, ada dalam bentuk tulisan biasa yang
hanya mengkaitkan kegiatan demikian kegiatan dari pagi hingga malam, ada puisi,
bahkan ada perasaan hati yang saya luapkan dalam rangkaian kata menyerupai
sastra.
V Paling banyak masa itu hanya
satu setengah lembar buku kecil. Itu pun sudah sangat panjang karena minimnya
kosa kata yang ingin dituangkan.
Selain memang jarang membaca,
pengetahuan akan ilmu kepenulisan sangatlah dangkal. Inisiatif membuat catatan
itupun tanpa ada tujuan. Waktu itu hanya iseng-iseng saja. Puncaknya kegemaran
menulis ketika kelas satu aliyah yang kala itu baru mengenal cinta. Cihuy.
Dari pengalaman saya menulis. Modal awal tak lain adalah keinginan. Yah keinginan untuk menulis. Bila sudah ada keinginan barengi dengan kesempatan.
Dari pengalaman saya menulis. Modal awal tak lain adalah keinginan. Yah keinginan untuk menulis. Bila sudah ada keinginan barengi dengan kesempatan.
Dua hal itu bila telah ada dalam
diri kawan-kawan, maka sebuah karya meskipun sebatas coretan dua paragaraf akan
tercipta.
Kenapa saya katakan keinginan.
Tanpa rasa ingin menulis, maka kita tak akan sampai menulis. Tanpa ada waktu
atau kesempatan, juga keinginan itu tak akan terwujud.
Namun setelah keduanya ada. Saya pastikan anda akan punya karya.
Namun setelah keduanya ada. Saya pastikan anda akan punya karya.
Sebuah keberanian bagi saya untuk seorang pemula tidak penting. Kenapa? Karena tak semua tulisan berhadapan dengan khalayak ramai. Keberanian itu penting bagi penulis yang sudah peka terhadap isu. Isu yang menyangkut orang lain. Seperti menulis untuk publikasi. Itu pun sifatnya yang riskan saja.
Kalau hanya sebatas CH (catatan
harian) kan tak perlu dibaca orang lain. Untuk menjadi koleksi sendiri saja
sudah cukup tentunya. Seperti kebanyakan orang yang menjadikan buku harian
sebagai hal privacy.
Paling tidak, memulai menulis
adalah tentang diri kita sendiri. Aktifitas kita, perasaan kita, atau kondisi
di sekitar kita.
Tak perlu takut akan hasil karya
itu. Cuekkan saja apa hasilnya. Mau bagus atau tidak, mau nyambung dari kalimat
atau paragraf satu dengan yang lainnya, mau panjang atau pendek, mau indah atau
jelek. Yang penting anda sudah menulis. Jika anda tak mau malu dengan karya
anda sendiri. Tulislah apa yang anda tulis, kemudian tutup buka setelah
selesai. Jangan anda baca dulu, sebab karya anda tak perlu dikoreksi pada masa
itu. Sebab tulisan anda tak perlu redaktur bak media.
Setelah memulai, lanjutkan sebisa
anda.
Nah, setelah anda punya tulisan
beberapa judul, baru anda baca, mulailah anda perbandingkan. Khususnya dalam
penyusunan kalimat. Ketepatan kata, dan rangkaiannya. Dari melihat ke belakang
sebuah tulisan itulah anda akan menemukan sisi kekurangan. Tentunya, anda juga
harus banyak membaca untuk lebih banyak mengenal kata.
Kebiasaan saya, sampai dengan
saat ini tak mengulang atau membaca setiap apa yang saya tulis. Membiarkan
seperti apa hasilnya. Baru ketika dua atau tiga hari, saya membaca apa yang
telah saya tulis. Bahkan, kadang dari karya saya, lebih dulu orang lain yang
membacanya. Itu terjadi sampai selesai dan hanya pada karya yang sifatnya tidak
terikat dengan pekerjaan redaksi.
So, lakukan sekarang bila anda
telah punya keinginan. Tulislah apa yang akan anda tulis, dan menulislah sesuai
yang kemampuan anda. Jangan paksa memiliki karya yang bagus, sebab tak ada
penulis yang mampu menciptakan tulisan yang indah di awal karyanya.
Ayo menulis, ayo ciptakan sebuah
keabadian!!!!
Menjelang Tidur
Di Pondok Kelahiran
Selasa, 8 Januari 2013.
Pukul 03.00
No comments:
Post a Comment