Wednesday, 27 November 2013

Kapan Saya Ikut JS?

Kapan Saya Ikut JS?

Catatan Ubay KPI

Je Es, atau JS. Sebuah singkatan kursus kepenulisan yang dilaksanakan Yayasan Pantau. JS kepanjangan dari Jurnalisme Sastrawi. Pelatihan ini ada sejak tahun 2001 dengan pembimbing orang-orang yang pandai dipenulisan panjang. Di luar negeri pelatihan ini lebih dikenal dengan naratif reporting.
Saya tahu program ini sejak beberapa tahun lalu dari senior di kantor tempat saya bekerja. Ia merupakan satu dari beberapa alumnus JS di Pontianak. Beberapa alumni JS yang saya kenal di Pontianak seperti Nur Iskandar, Subro, dan QomaruzZaman.
Beberapa senior seperti Subro dan Izam, sering dan mengharapkan saya untuk mengikuti pelatihan ini. Beberapa bulan lalu, saya sempat mau ikut pelatihan ini. Namun gagal lantaran waktu itu mepet dengan acara pernikahan saya. Harapan ikut JS di tahun 2013 pupus. 2013 sebagaimana yang saya harapkan sebelumnya bisa ikut JS, harus gigit jari.
Nah, Senin (25/11) dini hari. Saya menyempatkan online di kamar kerja meski mata sudah sangat ngantuk. Maklum, modem di rumah hanya bisa digunakan jam 00.01 ke atas. Dengan mata yang sayu dan koneksi internet seadanya, saya masih buka email untuk mengirim berkas undangan Pra Kongres Forkomnas KPI dan Undangan Olimpiade KPI 2013 ke kawan-kawan KPI yang belum dapat undangan.

Setelah tugas organisasi mengirimkan undangan via email selesai. Saya teringat soal “jilbab hitam” yang sempat menyerang Tempo dan sedikit menyerempet nama Mas Andreas Harsono. Saya coba searching di mbah google tentang perkembangan isu tersebut. Ternyata, informasinya sama dengan yang say abaca hari sebelumnya.
Saya inisiatif masuk ke blog Mas Andreas. Mungkin saja ada tulisan terbaru Mas AHA (demikian biasa kawan-kawan memanggil Mas Andreas) tentang kerudung hitam ini. Di postingan paling atas blog andreasharsono.net ternyata masih belum ada tulisan terbaru.
Terperangaknya saya sehingga membuat pikiran tak lagi memikirkan “jilbab hitam” ketika saya membuka blog archive Mas AHA. Di postingan pertama bulan Oktober, ada sebuah judul Junalisme Sastrawi XXII. Saya klik judul tersebut, dan isinya?
Bukan soal lain, melainkan tulisan dalam judul tersebut sebuah pengumuman bahwa Yayasan Pantau kembali mengadakan pelatihan jurnalisme sastrawi. Sebuah pelatihan yang sangat saya harapkan kembali diadakan. Senang sekali ketika saya membaca paragraph awal. Dengan sebuah harapan saya dapat mengikuti pelatihan 2 minggu ini. Meskipun biayanya terbilang tinggi dengan seukuran saya.
Sejak kenal JS langsung saya masukkan dalam target besar saya. Masuk dalam catatan kegiatan yang harus saya ikuti. Kapan pun itu dan berapa pun biayanya.
Hanya saja, kegembiraan pada informasi yang say abaca tersebut sontak membuat saya melepas napas kuat-kuat, dan mneggiring tangan saya ke dahi. Ketika, saya membaca JS akan dilaksanakan bulan Januari 2014.
Lesu, lemah, dan kurang bersemangat jadinya mau ikut JS pada kesempatan terdekat ini. Pikiran saya langsung mengarah ke istri yang sedang tidur di kamar. Bukan kasian karena akan meninggalkan dia dalam 2 minggu, tapi lebih kepada usia kandungannya.
Saat ini, usia kandungan sudah 6 bulan. Pada Maret nanti usia kandungan calon bayi pas 9 bulan. Tentu menjadi pemikiran  besar bagi saya. Terutama biaya persalinan. Bagaimana caranya? Itulah pertanyaan besar saya dalam hati. Ikut JS dengan catatan menggunakan uang yang ada. Namun ada kekhawatiran dalam diri, apakah saya mampu mencukupi kebutuhan setelah Januari nanti sampai Maret? Sungguh menjadi pertimbangan besar.
Terlebih lagi, di akhir Desember nanti saya masih ada agenda ke Purwokerto acara Forkomnas KPI. Sedangkan, waktu senggangnya cukup lama dari kegiatan di Purwokerto ke JS. Otomatis saya harus pulang dulu ke Pontianak.
Sampai dengan saat ini, saya masih belum ada keputusan antara ikut atau tidak di pelatihan Jurnalisme Sastrawi ke-22. Keputusan tersebut menjadi pertimbangan besar. PR bagi saya sebelum kuota peserta JS terpenuhi.
Soal JS Januari mendatang, saya juga sempat sharing dengan alumni JS, yakni Subro. Sebuah masukan darinya untuk saya. Adalah menyuruh saya untuk ikut. Menjawab alasan saya tentang financial, Subro hanya menjwab pendek, jangan mengatur rezeki, sebab rezeki sudah ada yang mengatur. Dan uang tidak mencetak sendiri, tapi sudah ada yang mencetakkan.
Sebuah alasan yang cukup bagi saya. Cukup untuk kembali memikirkan dan member keputusan. Secara logika, alasan Subro sangat tepat. Namun, tidak tepatnya bagi saya adalah mepetnya waktu tersebut.
JS ada di antara acara Forkomnas KPI dan persalinan. Sedangkan saya, harus tetap menunaikan keharusan saya sebagai jurnalis yang setiap hari harus punya setoran ke redaksi.
Cukup pelik untuk memberi keputusan. Tapi JS, adalah mimpi. Ikut JS harus saya wujudkan sebelum JS tutup. Wallahu a’lam. Semoga JS bersama saya, kapan pun dan semoga dalam waktu yang terdekat.

Pojok Warung Kopi Jalan 28 Oktober
Rabu, 27 Desember 2013, Pukul 20.26  


No comments:

Post a Comment