Kapan Saya Ikut JS?
Catatan Ubay KPI
Je Es, atau JS. Sebuah singkatan
kursus kepenulisan yang dilaksanakan Yayasan Pantau. JS kepanjangan dari
Jurnalisme Sastrawi. Pelatihan ini ada sejak tahun 2001 dengan pembimbing
orang-orang yang pandai dipenulisan panjang. Di luar negeri pelatihan ini lebih
dikenal dengan naratif reporting.
Saya
tahu program ini sejak beberapa tahun lalu dari senior di kantor tempat saya
bekerja. Ia merupakan satu dari beberapa alumnus JS di Pontianak. Beberapa
alumni JS yang saya kenal di Pontianak seperti Nur Iskandar, Subro, dan QomaruzZaman.
Beberapa
senior seperti Subro dan Izam, sering dan mengharapkan saya untuk mengikuti
pelatihan ini. Beberapa bulan lalu, saya sempat mau ikut pelatihan ini. Namun
gagal lantaran waktu itu mepet dengan acara pernikahan saya. Harapan ikut JS di
tahun 2013 pupus. 2013 sebagaimana yang saya harapkan sebelumnya bisa ikut JS,
harus gigit jari.
Nah,
Senin (25/11) dini hari. Saya menyempatkan online di kamar kerja meski mata
sudah sangat ngantuk. Maklum, modem di rumah hanya bisa digunakan jam 00.01 ke
atas. Dengan mata yang sayu dan koneksi internet seadanya, saya masih buka
email untuk mengirim berkas undangan Pra Kongres Forkomnas KPI dan Undangan
Olimpiade KPI 2013 ke kawan-kawan KPI yang belum dapat undangan.
Setelah tugas organisasi
mengirimkan undangan via email selesai. Saya teringat soal “jilbab hitam” yang
sempat menyerang Tempo dan sedikit menyerempet nama Mas Andreas Harsono. Saya coba
searching di mbah google tentang perkembangan isu tersebut. Ternyata,
informasinya sama dengan yang say abaca hari sebelumnya.
Saya inisiatif masuk ke blog Mas
Andreas. Mungkin saja ada tulisan terbaru Mas AHA (demikian biasa kawan-kawan
memanggil Mas Andreas) tentang kerudung hitam ini. Di postingan paling atas
blog andreasharsono.net ternyata masih belum ada tulisan terbaru.
Terperangaknya saya sehingga
membuat pikiran tak lagi memikirkan “jilbab hitam” ketika saya membuka blog archive
Mas AHA. Di postingan pertama bulan Oktober, ada sebuah judul Junalisme
Sastrawi XXII. Saya klik judul tersebut, dan isinya?
Bukan soal lain, melainkan tulisan
dalam judul tersebut sebuah pengumuman bahwa Yayasan Pantau kembali mengadakan
pelatihan jurnalisme sastrawi. Sebuah pelatihan yang sangat saya harapkan
kembali diadakan. Senang sekali ketika saya membaca paragraph awal. Dengan sebuah
harapan saya dapat mengikuti pelatihan 2 minggu ini. Meskipun biayanya
terbilang tinggi dengan seukuran saya.
Sejak kenal JS langsung saya
masukkan dalam target besar saya. Masuk dalam catatan kegiatan yang harus saya
ikuti. Kapan pun itu dan berapa pun biayanya.
Hanya saja, kegembiraan pada
informasi yang say abaca tersebut sontak membuat saya melepas napas kuat-kuat,
dan mneggiring tangan saya ke dahi. Ketika, saya membaca JS akan dilaksanakan
bulan Januari 2014.
Lesu, lemah, dan kurang bersemangat
jadinya mau ikut JS pada kesempatan terdekat ini. Pikiran saya langsung
mengarah ke istri yang sedang tidur di kamar. Bukan kasian karena akan
meninggalkan dia dalam 2 minggu, tapi lebih kepada usia kandungannya.
Saat ini, usia kandungan sudah 6
bulan. Pada Maret nanti usia kandungan calon bayi pas 9 bulan. Tentu menjadi
pemikiran besar bagi saya. Terutama biaya
persalinan. Bagaimana caranya? Itulah pertanyaan besar saya dalam hati. Ikut JS
dengan catatan menggunakan uang yang ada. Namun ada kekhawatiran dalam diri,
apakah saya mampu mencukupi kebutuhan setelah Januari nanti sampai Maret? Sungguh
menjadi pertimbangan besar.
Terlebih lagi, di akhir Desember
nanti saya masih ada agenda ke Purwokerto acara Forkomnas KPI. Sedangkan, waktu
senggangnya cukup lama dari kegiatan di Purwokerto ke JS. Otomatis saya harus
pulang dulu ke Pontianak.
Sampai dengan saat ini, saya masih
belum ada keputusan antara ikut atau tidak di pelatihan Jurnalisme Sastrawi
ke-22. Keputusan tersebut menjadi pertimbangan besar. PR bagi saya sebelum
kuota peserta JS terpenuhi.
Soal JS Januari mendatang, saya
juga sempat sharing dengan alumni JS, yakni Subro. Sebuah masukan darinya untuk
saya. Adalah menyuruh saya untuk ikut. Menjawab alasan saya tentang financial,
Subro hanya menjwab pendek, jangan mengatur rezeki, sebab rezeki sudah ada yang
mengatur. Dan uang tidak mencetak sendiri, tapi sudah ada yang mencetakkan.
Sebuah alasan yang cukup bagi saya.
Cukup untuk kembali memikirkan dan member keputusan. Secara logika, alasan
Subro sangat tepat. Namun, tidak tepatnya bagi saya adalah mepetnya waktu
tersebut.
JS ada di antara acara Forkomnas
KPI dan persalinan. Sedangkan saya, harus tetap menunaikan keharusan saya
sebagai jurnalis yang setiap hari harus punya setoran ke redaksi.
Cukup pelik untuk memberi keputusan.
Tapi JS, adalah mimpi. Ikut JS harus saya wujudkan sebelum JS tutup. Wallahu a’lam.
Semoga JS bersama saya, kapan pun dan semoga dalam waktu yang terdekat.
Pojok Warung Kopi Jalan 28 Oktober
Rabu, 27 Desember 2013, Pukul 20.26
No comments:
Post a Comment