Hari Pers
Internasional
3 Tahun Berlalu,
Kasus Pemukulan Wartawan Belum Selesai
Kalangan wartawan
pasti masih ingat tragedy 12 Maret 2010 silam. Tiga tahun telah berlalu hingga
saat, hari itu menjadi moment dimana pers diacungi jari tengah oleh oknum. Dua wartawan
di Kota Pontianak mendapat perlakuan tidak wajar, bahkan diperlakukan bak musuh
bebuyutan.
Arif Nugroho
(wartawan Metro Pontianak) kini bertugas di harian Pontianak Post, dan stringer
Faisal Metro TV dipukuli oleh oknum mahasiswa Universitas Tanjungpura saat
melakukan tugas jurnalistik di kampus tersebut. Ironisnya, kasus ini
terkatung-katung tanpa kejelasan hingga tahun berjalan. Proses hokum dalam kasus
inipun, tak adil. Karena undang-undang pers tak digunakan dalam penyelesaian
masalah ini.
Hari ini, 3 Mei bertepatan
dengan Hari Pers Internasional (World
Press Freedom Day),
menjadi momen peringatan wartawan di seluruh dunia, tak
terkecuali Indonesia. Apalagi, penuntasan berbagai kasus kekerasan yang menimpa
wartawan di Indonesia, hingga kini belum juga menemui titik terang.
Undang-Undang Pers No
40 tahun 1999 seakan tak berlaku, khususnya dalam penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan pekerja pers. Hari ini, wartawan di Kalimantan Barat dimotori
oleh Aliansi Jurnalis Independen akan turun melakukan aksi damai di Bundaran
Digulis. Tempat dimana terjadi kekerasan kepada 2 wartawan pada tahun 2010 silam.
Rekontruksi pemukulan wartawan Metro TV Faisal. sumber ANTRAFOTO: Jesica Wuysang |
Pernyataan sikap yang
akan disampaikan, seperti yang diterima Borneo Tribune kemarin. Wartawan Kalbar
dengan tegas menolak setiap aksi kekerasan terhadap
jurnalis.
Usut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis Kalbar,
antara lain kasus pemukulan terhadap wartawan Metro Pontianak, Arief Nugroho
dan wartawan Metro TV, Faisal pada 13 Maret 2010 yg dilakukan oleh oknum
mahasiswa Fakultas Teknik Untan, sStop mempekerjakan jurnalis
tanpa kontrak yang jelas dan perjelas status kontributor atau stringer.
Ke empat, tingkatkan kesejahteraan jurnalis dengan memberikan upah layak dan berbagai
tunjangan lain.
Usut kasus pembunuhan wartawan Udin Bernas yang hingga kini belum tuntas. Dan ke enam, Selesaikan sengketa jurnalistik dengan menggunakan Undang Undang Pers.
Selain itu, Ketua AJI
Pontianak Heriyanto Sagiya menyatakan, untuk lembaga
penegak hukum seperti hakim, polisi, jasa dan advokat diharapkan dapat melakukan
proses hukum terhadap tindak kekerasan terhadap jurnalis, menggunakan UU Pers
dalam menyelesaikan masalah pers dan melaksanakan nota kesepahaman antara Polri
dan dewan pers, dalam penegakan hukum dan perlindungan kebebasan pers.
Heri menambahkan, pekerja pers juga diharapkan dapat memaksimalkan peran strategis media dalam
pemberantasan korupsi, melakukan sosialisasi UU Pers, meningkatkan
profesionalisme dalam melaksanakan kerja jurnalistik, menulis dengan dasar KEJ
dan UU Pers 1999, melaksanakan peran dan fungsi pers dengan melakukan
pengawsan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum serta melakukan konsolidasi untuk melawan setiap kekerasan
terhadap jurnalis dan kebijakan yang mengancam kebebasan pers.
“Sayangnya, setiap laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak tahun
1996 banyak yang tidak ditindaklanjuti kepolisian. Sehingga terkesan ada
pembiaran dan menciptakan impunitas hukum bagi para pelaku,” ujarnya kemarin.
Dalam aksi damai hari
ini, diperkirakan hampir seratus wartawan akan serta dalam aksi tersebut,
selain pernyataan sikap, awak media juga akan melakonkan teatrikal, orasi, dan
lainnya.
“Ada lebih 50
wartawan yang akan turun dalam aksi damai, sekaligus peringatan hari pers
internasional besok (hari ini). Mereka dari berbagai media yang ada di Kalbar
dan nasional,” pungkas Heri. (Uby)
No comments:
Post a Comment