"Tak Aduh"
Catatan Ubay KPI
Simple, hanya dua kata kawan. Cuma maknanya cukup luas.
Tak aduh, bukan ber-arti tak sakit. Tak aduh yang saya maksud
ini sebuah istilah yang kerap terlontar dari rekan-rekan wartawan. Sandi ini
berkaitan dengan rupiah. Kadang ada sebagian wartawan di daerah tempat saya
bekerja, mengkonfirmasi ulang bila ada informasi liputan. Tak ada lain yang
dikonfirmasi. Selain “aduh”.
Lebih jelasnya, liputan tersebut berpotensi membawa amplop
berisi tidak. Itulah yang dimaksud aduh. Kadangkala, saking semangatnya liputan
sebuah kegiatan yang berpotensi aduh, namun nyatanya setelah kegiatan selesai,
potensi itu nihil. “taka duh”.
Ungkapan tersebut lebih pada gurauan belaka. Cerita ini bukan
berarti melambangkan kami peminta layaknya wartawan bodrex. Wartawan-wartawan
yang sering kumpul dengan saya, merupakan wartawan punya status yang jelas. Media
yang punya integritas serta punya kerja jurnalistik di jalur yang benar.
100 persen dari mereka bukanlah wartawan peminta. Namun,
guyonan lain yang kadang muncul adalah intinya tak meminta. Bila diberi
sekedarnya untuk makan atau bensin, plus rokok. Kenapa tidak. Selama keyakinan
kita uang tersebut murni berasal dari uang yang halal.
Hanya saja, prinsip tak baik diterapkan bila kita ingin
menjadi wartawan yang punya integritas dan kredibel. Saya ingat pesan dosen
sekaligus redaktur saya di kantor, Dr. Yusriadi. “Jangan pernah mengambil uang
dari narasumber. Sebab hal itu akan merusak nama dan kinerja jurnalistik anda”.
Saya ingat betul dengan pesan itu, meskipun kadang pernah
nyeleweng dengan penuh keterpaksaan. Selama keadaan tak menuntut saya untuk
memungut lembaran ru-pi-ah itu. Saya tidak pernah memungutnya.
Malah, prinsip saya pribadi. Lebih baik meminta dengan jujur
kepada relasi kita, bila itu memang sangat dibutuhkan. Meminta maksud saya,
menjelaskan duduk persoalan kenapa kita sampai minta. Mintanya pun jangan
sampai menekan relasi. Sekedar untuk menyambung hidup. Itu yang pernah saya
lakukan.
Alternative jalan itu bagi saya lebih terhormat ketimbang
menerima pemberian. Sebab, bila narasumber yang member kita, dipastikan ada
udang di balik bakwan. Namun bila kita yang meminta, diberi atau tidak, selama
kita murni dengan kebutuhan, maka tidak ada beban bagi kita dan relasi.
Virus tak aduh juga sangat berbahaya. Terlebih bila sampai
terjangkit pada jurnalis pemula. Sebab akan mempengaruhi semangat
jurnalismenya. Bila aduh, semangat jalan terus. Tak aduh, lemes mules untuk
melakoni tugas jurnalistik.
Table
20 WK Aming
Jalan
Setia Budi, Pontianak Selatan
Sabtu,
10 Mei 2014. Jam 09.44
No comments:
Post a Comment