Tuesday, 28 February 2012

Langkah Aman Merawat Kewanitaan


Langkah Aman Merawat Kewanitaan


Oleh UBAY KPI

Berawal dari sekedar ingin menikmati setengah gelas kopi atau biasa orang Pontianak bilang “kopi pancong” di kawasan Coffee Street Jalan Gajah Mada Pontianak. Saya mampir ke warung kopi favorit di kawasan ini. di WK Winny. Warkop yang sang sering saya kunjungi. Bahkan, 90 persen pegawai warkop tersebut sudah mengenal saya.
Sambil menikmati setengah gelas kopi, saya coba buka ransel bermerk Bodypack. Ada Koran Tempo terbitan Selasa, 28 Oktober 2012. Koran tersebut saya bawa dari kantor tempat saya bekerja. PT Borneo Tribune Press. Saya termasuk rajin membawa Koran dari kantor. Apalagi bila pulang akhir. bila ada Koran nasional yang masih ada, tetap saya bawa untuk bahan bacaan di rumah, sekaligus belajar menulis bak jurnalis nasional. Seperti Kompas dan Tempo.
Lembar demi lembar saya buka. Hingga akhirnya sampai ke halaman C5. Saya baca judulnya sangat menarik dan menggelitik saya untuk membacanya sampai selesai dari berita yang ditulis Cheta Nilawaty dan Dwi Wiyana. Berita hampir satu halaman bersama setengah foto lepas tersebut berjudul  “Cara Aman Membersihkan Organ Kewanitaan”.
Dan betul sekali, setelah saya membaca hingga selesai, betul-betul memberi pengetahuan baru bagi saya, khususnya berkaitan dengan organ perempuan yang sangat istimewa, bahkan mahkota dari mahkota yang paling berharga dari seorang perempuan ini.
Meski saya pribadi laki-laki, namun saya kerap berdiskusi dengan perempuan masalah yang berkaitan tentang perempuan, baik sifat, keinginan, dan lainnya. Termasuk yang satu  ini, itu saya lakukan karena saya menganggap perlu suatu saat nanti. Sebab khawatir atau siapa tahu pendamping saya tidak mengetahui atau kurang memahami masalah-masalah yang harus ia pecahkan.
Mengenai organ kewanitaan, hasil diskusi yang saya ingat dengan rekan perempuan, bahwa sangat efektif melakukan pembersihan organ kewanitaan dengan produk pembersih yang banyak dijual. Atau ada sebagian rekan yang mengatakan kadang menggunakan odol sebagai alternative. Dan untuk mengeringkan biasa menggunakan tisu.
Namun apa yang terjadi setelah membaca catatan di Tempo. Sangat berbeda dan bahkan sangat salah. Berita yang mengutip penjelasan dari dr. Yasmina Ismail, dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta menjelaskan tisu bukanlah alat yang baik untuk membersihkan kewanitaan usai buang air. Bahkan, tisu bisa menjadi media perkembangan jamur dan bakteri, sebab tisu mudah luruh dan mudah menempel ke bagian vagina.
Bukan hanya itu, tisu juga berbahaya dari sisi zat yang dikandungnya. Sebab tisu mengandung zat kimia berupa pemutih.
Alternatif yang ditawarkan Yasmina, ialah lebih baik menggunakan handuk lembut untuk membersihkan vagina. Karena handuk lebih aman sebab tak mudah luruh. Dan aman dari zat kimia.
Paradigma saya tentang pembersih cairan seperti daun sirih, resik dan lainnya mulai muncul. Pertanyaannya sekarang, apakah produk tersebut juga aman dianggap seperti menggunakan tisu untuk mengeringkan?
Ternyata eh ternyata, dalam lanjutan tulisan tersebut juga mengulas mengenai pembersih tersebut. Apa yang diutarakan Yasmira?
Ternyata, produk tersebut menurut Yasmira tidak ada bukti ilmiah, higienis atau steril. Bahkan, dalam kutipan yang ditulis Cheta Nilawaty dan Dwi Wiyana, Yasmira seakan melawan dan mengkampanyekan kepada kaun Hawa untuk tidak menggunakan produk-produk seperti itu. Pasalnya, pembersih yang dijual berbagai produk tersebut dipastikan banyak mengandung bahan kimiawi. Seperti pemutih dan pewangi sudah dipastikan ada dalam produk tersebut, contohnya adalah povidone.
Bahkan. Cheta Nilawaty dan Dwi Wiyana menuliskan, mengutip perkataan Yasmira, produk pembersih organ wanita tersebut merugikan wanita. Pasalnya, pembersih bukan malah menghilangkan bakteri, namun pembersih itu bisa menghilangkan cairan berguna pada vagina wanita.
“Cukup bersihkan dengan air bersih saat mandi atau sehabis buang air,” tulis Cheta Nilawaty dan Dwi Wiyana.
Puncaknya dari tulisan itu, Yasmira malah lebih pro pada bahan alami. Seperti daun sirih, rebusan air daun sirih. Sebab daun sirih sangat ampuh untuk mengusir bakteri. Dan saat ini, daun sirih merupakan antibiotik yang sangat ampuh dan sangat dianjurkan.
Jadi, cewek-cewek yang masih muda ataupun yang telah usia lanjut, jangan terlalu percaya dengan produk yang menawarkan bermacam kesempurnaan.
Wah, sepertinya daun sirih akan semakin laku ni. Bukan hanya untuk kebutuhan nyugi, kerok, atau pengantinan. Tapi juga akan digunakan untuk pembersih. Kayaknya, besok-besok saya mau ngintip cewek-cewek yang ke pasar tradisional nih untuk melihat, apa mereka beli sirih ye. Kalau iye, berarti die pakai daun sirih untuk membersihkan anunya. Laris manis daun sirih. Makmur si tukang penanam sirih. Makmur makmuuuuuuuuuuuurrrrrrrrrrrrrr…………………

WK Winny Gajah Mada
Rabu, 28 Februari 2012. 19.14 WIB

Saturday, 25 February 2012

Soemadji : Pensiunan Guru Gelar Potensi Madura via Kanvas


Soemadji : Pensiunan Guru Gelar Potensi Madura via Kanvas
Sumber: kabarmadura.com
DUNIA SENI TAK AKAN SEMARAK TANPA ADANYA PAMERAN yang sekaligus menjadi sarana studi banding dan refleksi evaluasi bagi seniman demi kemajuan karya mereka. Hal tersebut ditangkap oleh Soemadji, seniman asal Madura untuk memotivator sekaligus menunjukkan eksistensinya dalam dunia seni yang penuh dengan dinamika. Selama sebulan penuh, sejak 28 Februari lalu, ia menggelar pameran karya lukis di Galeri Sambung Seni Kasihan Bantul yang berakhir pada 21 Maret mendatang.
Seorang pelukis harus dapat menempatkan dirinya sebagai wadah inspirasi dan apresiasi seni. Ia harus selalu mengungkapkan isinya dalam bentuk karya seni yang diharapkan dapat turut memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa. “Menyadari hal ini maka saya senantiasa menyisihkan waktu melukis di sela-sela kesibukan lain sebagai pendidik dan kecintaan saya sebagai salah satu individu yang bernaung di bumi Madura diusahakan dapat mengangkat nuansa Madura dalam goresan kanvas saya,” ucap Soemadji.
Satu alasan kakek kelahiran tahun 1935 di Bangkalan Jawa Timur tersebut agar dapat memperkenalkan keindahan alam budaya dan tatanan kehidupan masyarakat Madura yang sulit menerima kebudayaan dan kesenian asing sehingga menampakkan kemurnian dan kelestarian hidup seluruh budaya daerah.
Keindahan alam pedalaman, pantai dan laut yang membentang serta belum dibudidayakan, merupakan objek yang tak kalah menariknya dari daerah lain. “Selain karapan sapi, banyak hal-hal menarik yang patut dilihat di Madura seperti rumah-rumah pendidikan yang rapi dan seragam yang desainnya sebagai upaya pemangku adat yang sangat dihormati,” sambungnya.
Secara pasti, Soemadji ingin dunia seni mengetahui Madura menyimpan potensi yang dapat digali, diselami dan diaktualisasikan ke atas kanvas. “Saya juga ingin membangunkan individu Madura yang memiliki jiwa seni tinggi untuk segera membuka mata, melangkahkan kaki serta memasuki jagat seni rupa yang selama ini didominasi masyarakat daerah lain,” tuturnya.
Setelah pensiun dari dunia pendidikan, banyaknya waktu senggang yang didapatkan oleh Soemadji –sebelumnya hanya diperoleh ketika sedang tidak ada kegiatan belajar-mengajar–, sekarang seluruh hidupnya hanya untuk melukis. “Uneg-uneg saya yang sudah lama ingin dikeluarkan akhirnya bisa juga. Teman-teman Madura yang menyempatkan hadir untuk melihat lukisan saya juga mengatakan rasa bangganya bisa membawa Madura `kecil` ke kota yang sarat dengan kebudayaan,” imbuhnya.
Walau awal-awal merasa kikuk tampil di kota Gudeg, namun setelah kian lama merantau di Yogyakarta, atmosfir kekeluargaan dan ramah-tamah mulia menjamahnya untuk bisa berinteraksi lebih luas. Ketika ditemui GudegNet disela-sela pameran, Soemadji mengaku banyak mendapatkan masukan maupun kritikan hingga beragam sudut pandang masyarakat terhadap cat kanvas yang ia goreskan dalam mengungkapkan jiwanya sebagai seorang yang bangga dengan Madura-nya.
Ceritanya yang terus mengalir seperti dongeng, seperti mengajak GudegNet untuk melihat dalam angan-angan seperti apa saja yang ia alami di Madura. “Orang-orang Madura masih sedikit yang tahu akan potensi yang mereka miliki, sayang sekali. Di Jogja saja banyak orang-orang Madura yang punya nama namun mereka lebih memilih untuk menetap di kota rantauan. Itu terjadi karena masyarakat Madura belum sepenuhnya siap menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi secara umum, utamanya di dunia seni,” tegasnya.
Ia berharap agar dengan pameran ini dapat menjadi salah satu jalan untuk membuka baik mata orang yang berada di luar dan di dalam Madura tentang hal-hal yang terus berubah. Harapan Soemadji itu terus menerus dituangkan dalam kanvas dengan senantiasa membawa nuansa keindahan dan perubahan yang ditangkap dan diinginkan akan tanah Maduranya.

Keris Madura


Keris Madura
Sumber; kabarmadura.com

Kabupaten Sumenep juga memiliki potensi industri kerajinan yang bernilai sejarah dan turun-temurun, yaitu kerajinan keris.
Industri ini terkonsentrasi di Desa Aeng Tongtong dan Desa Palongan Kec. Bluto. Ada sekitar 187 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 347 orang dalam memproduksi keris ini. Pangsa pasar yang tersedia adalah di Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bali, dan juga ke luar negeri.
Dalam proses pembuatannya dibagi menajdi 2 tahap proses, yaitu :
1. Pembuatan besi setengah jadi yang dilakukan oleh pandai besi yang berlokasi di Kec. Lenteng.
2. Proses pembuatan keris yang dilakukan oleh pengrajin keris dengan motif dan corak tertentu.
Lokasi produksi di Kec. Bluto. Produksi yang dihasilkan terdiri dari berbagai item produksi.

D Zawawi Imron


D Zawawi Imron
Si Celurit Madura

Nikmati Hidup dengan Berysukur. Usia penyair D. Zawawi Imron saat ini sekitar 64-65 tahun. Dia sendiri tak pernah tahu pasti berapa umurnya. “Pokoknya, saya lahir saat bulan Ramadan zaman Jepang,” katanya. Selama itu, Zawawi memaknai hari-harinya sebagai kenikmatan merasakan kasih Tuhan.
“Mensyukuri karunia Tuhan dilakukan dengan menikmati detik demi detik kehidupan yang Dia berikan,” ungkapnya saat ditemui di sebuah penginapan di Surabaya sepulang dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional di Banten kemarin (26/6).
Di lantai kamarnya, koper biru tua tergeletak. Zipper-nya masih menutup rapat. Mengenakan kaus dan sarung kotak-kotak paduan merah-hitam, Zawawi duduk di atas kasur sambil bersila. Tangan kirinya memegang tasbih hitam.
Zawawi mengatakan, menikmati karunia Tuhan kadang dianggap sepele. Bahkan, ada yang cenderung menyepelekan. “Padahal, setiap denyut nadi, darah yang mengalir di pembuluh darah, dan detak jantung adalah pemberian karena kasih Tuhan,” terangnya.
Hal tersebut, lanjut Zawawi, bisa dilihat saat seseorang sedang tidur. Ketika terlelap, Tuhan menjaga manusia agar semua organ-organ tubuhnya terus bekerja. “Padahal, bisa saja saat manusia tidur, Tuhan mematikan detak jantung kita,” ungkapnya.
Selain itu, manusia selalu dibantu agar terus mampu melakukan pekerjaannya. “Pikiran dan tubuh kita senantiasa dijaga oleh-Nya. Jadi, mereka mampu terus menjalankan profesinya dengan baik,” tambahnya.
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar, tutur Zawawi, memang berbeda pada tiap orang. Pengalaman spiritual seseorang yang mempengaruhi itu semua. Dia lantas menceritakan pengalamannya ketika masih kecil.
Zawawi kecil tumbuh sebagai anak yang mengalami proses alamiah secara langsung. Saat tinggal di Batangbatang, Sumenep, Madura, dia tumbuh di sebuah lembah, tempat sawah bertingkat-tingkat dan tanah bergunung-gunung.
“Saya tahu telur ketika ayam berkotek, lalu mengeluarkan telur. Bukan pergi ke supermarket dan melihat telur dalam kemasan,” terang pensiunan pegawai negeri Departemen Agama yang juga kerap disapa Pak Haji itu.
Ketika telur menetas, dia menyaksikannya pula. Berangsur-angsur tumbuh besar, anak ayam tersebut mulai bisa berjalan. Zawawi kecil menyayanginya dengan sepenuh hati. Tak berapa lama, seekor elang mencengkeram dan membawa kabur salah satu di antara mereka. “Saya langsung kejar elang itu. Saya terus mengejar hingga dia menghilang dari balik bukit,” jelasnya.
Itulah yang dia sebut sebagai personal spiritual experience. Banyak orang tidak menyadari pengalaman seperti itu. Karena dianggap sudah biasa, kenikmatan tersebut tidak lagi dirasakan. Akibatnya, seseorang tak lagi bersyukur. “Kalau sudah demikian, berarti kita tidak lagi menganggap pemberian Tuhan sebagai kenikmatan,” ucap kakek lima cucu tersebut.
Penyair berjuluk Celurit Emas itu mengatakan, untuk mensyukuri nikmat Tuhan, seseorang harus memiliki kepekaan perasaan. Sebab, apabila tidak peka, manusia tidak bisa melihat karunia yang diberikan oleh Tuhan. Bahkan, dari hanya kejadian-kejadian kecil sehari-hari, seseorang bisa bersyukur. “Karena itu, yang dibutuhkan adalah sensibilitas tinggi dalam melihat hal-hal di sekitarnya,” tambah bapak tiga anak tersebut.
Kata Zawawi, ketika seseorang terbiasa bersyukur, dia akan senantiasa merasakan kebahagiaan. Sebab, apa pun yang terjadi dalam hidupnya akan selalu dianggap sebagai bagian dari karunia Tuhan. “Hidup harus dinikmati dan dihayati. Sebab, hidup adalah sebuah perjalanan berharga,” papar laki-laki yang mengaku hanya lulusan sekolah rakyat itu. (aga)
Sumber: kabarmadura.com dari Jawa Pos, Jum’at, 27 Juni 2008


Si Celurit Madura

Nikmati Hidup dengan Berysukur. Usia penyair D. Zawawi Imron saat ini sekitar 64-65 tahun. Dia sendiri tak pernah tahu pasti berapa umurnya. “Pokoknya, saya lahir saat bulan Ramadan zaman Jepang,” katanya. Selama itu, Zawawi memaknai hari-harinya sebagai kenikmatan merasakan kasih Tuhan.
“Mensyukuri karunia Tuhan dilakukan dengan menikmati detik demi detik kehidupan yang Dia berikan,” ungkapnya saat ditemui di sebuah penginapan di Surabaya sepulang dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional di Banten kemarin (26/6).
Di lantai kamarnya, koper biru tua tergeletak. Zipper-nya masih menutup rapat. Mengenakan kaus dan sarung kotak-kotak paduan merah-hitam, Zawawi duduk di atas kasur sambil bersila. Tangan kirinya memegang tasbih hitam.
Zawawi mengatakan, menikmati karunia Tuhan kadang dianggap sepele. Bahkan, ada yang cenderung menyepelekan. “Padahal, setiap denyut nadi, darah yang mengalir di pembuluh darah, dan detak jantung adalah pemberian karena kasih Tuhan,” terangnya.
Hal tersebut, lanjut Zawawi, bisa dilihat saat seseorang sedang tidur. Ketika terlelap, Tuhan menjaga manusia agar semua organ-organ tubuhnya terus bekerja. “Padahal, bisa saja saat manusia tidur, Tuhan mematikan detak jantung kita,” ungkapnya.
Selain itu, manusia selalu dibantu agar terus mampu melakukan pekerjaannya. “Pikiran dan tubuh kita senantiasa dijaga oleh-Nya. Jadi, mereka mampu terus menjalankan profesinya dengan baik,” tambahnya.
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar, tutur Zawawi, memang berbeda pada tiap orang. Pengalaman spiritual seseorang yang mempengaruhi itu semua. Dia lantas menceritakan pengalamannya ketika masih kecil.
Zawawi kecil tumbuh sebagai anak yang mengalami proses alamiah secara langsung. Saat tinggal di Batangbatang, Sumenep, Madura, dia tumbuh di sebuah lembah, tempat sawah bertingkat-tingkat dan tanah bergunung-gunung.
“Saya tahu telur ketika ayam berkotek, lalu mengeluarkan telur. Bukan pergi ke supermarket dan melihat telur dalam kemasan,” terang pensiunan pegawai negeri Departemen Agama yang juga kerap disapa Pak Haji itu.
Ketika telur menetas, dia menyaksikannya pula. Berangsur-angsur tumbuh besar, anak ayam tersebut mulai bisa berjalan. Zawawi kecil menyayanginya dengan sepenuh hati. Tak berapa lama, seekor elang mencengkeram dan membawa kabur salah satu di antara mereka. “Saya langsung kejar elang itu. Saya terus mengejar hingga dia menghilang dari balik bukit,” jelasnya.
Itulah yang dia sebut sebagai personal spiritual experience. Banyak orang tidak menyadari pengalaman seperti itu. Karena dianggap sudah biasa, kenikmatan tersebut tidak lagi dirasakan. Akibatnya, seseorang tak lagi bersyukur. “Kalau sudah demikian, berarti kita tidak lagi menganggap pemberian Tuhan sebagai kenikmatan,” ucap kakek lima cucu tersebut.
Penyair berjuluk Celurit Emas itu mengatakan, untuk mensyukuri nikmat Tuhan, seseorang harus memiliki kepekaan perasaan. Sebab, apabila tidak peka, manusia tidak bisa melihat karunia yang diberikan oleh Tuhan. Bahkan, dari hanya kejadian-kejadian kecil sehari-hari, seseorang bisa bersyukur. “Karena itu, yang dibutuhkan adalah sensibilitas tinggi dalam melihat hal-hal di sekitarnya,” tambah bapak tiga anak tersebut.
Kata Zawawi, ketika seseorang terbiasa bersyukur, dia akan senantiasa merasakan kebahagiaan. Sebab, apa pun yang terjadi dalam hidupnya akan selalu dianggap sebagai bagian dari karunia Tuhan. “Hidup harus dinikmati dan dihayati. Sebab, hidup adalah sebuah perjalanan berharga,” papar laki-laki yang mengaku hanya lulusan sekolah rakyat itu. (aga)
Sumber: kabarmadura.com dari Jawa Pos, Jum’at, 27 Juni 2008


Saturday, 11 February 2012

Forkomnas Lahir


Forkomnas Lahir
Oleh Ubay KPI

Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional, Komunikasi Penyiaran Islam merupakan suatu warah pergerakan mahasiswa program studi tersebut. Meski tak banyak diketahui di kalangan mahasiswa lain, karena organisasi ini bersifat sangat internal. Namun gerakan untuk mengaktualisasikan kompetensi di jurusan atau program studi ini sangat kuat.
Khususnya di wilayah Jawa sebagai basis tempat yang ramai anggotanya. Sepanjang tahun organisasi ini melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan kompetensi pendidikan. Seperti jurnalistik, phorografi, perfilman, dan lainnya.
Sejarah lahirnya organisasi ini berawal dari cuap-cuap beberapa senior KPI yang ada di Jawa, akhirnya melahirkan ide membentuk suatu wadah yang menamanakn Forum Komunikasi Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (FKM KPI). Gagasan ini mendapat dukungan dari berbagai kampus, akhirnya menggelar Rakornas Perdana yang diadakan di IAIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah. Tanggal 25-26 tahun 2009.
Pada Rakornas pertama tersebut, dihadiri 67 peserta perwakilan dari 15 perguruan tinggi se-Indonesia. 67 perwakilan inilah yang kemudian menjadi pemrakarsa lahirnya organisasi ini.
Rakornas kemudian dilanjutkan dengan Kongres perdana yang dilaksanakan di Kaliurang, Yogyakarta tanggal 4-6 Juni 2009. Kongres tersebut menghasilkan salah satunya ialah mengganti nama FKM KPI menjadi Forkomnas KPI.
Pada kongres tersebut dihadiri oleh 17 perguruan tinggi se-Indonesia. Sekaligus membentuk kepengurusan secara terstruktur.
Berikut perguruan tinggi yang ikut serta dalam Rakornas di Semarang, Jawa Tengah:
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, DIY, UIN Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, IAIN Ar-raniry, Banda Aceh, NAD, IAIN Walisongo, Semarang, Jawa Tengah, IAIN Raden Fatah, Palembang, Sumatera Selatan, IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, IAIN Antasari, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, STAIN Cirebon, Jawa Barat, STAIN Purwokerto, Jawa Tengah, STAIN Surakarta, Jawa Tengah, STAIN Palangkaraya, Kalimantan Tengah, STAIN Kediri, Jawa Timur, STAIN Samarinda, Kalimantan Timur, STAIN Dato Karama, Palu, Sulawesi Tengah, dan UNSIQ Wonosobo, Jawa Tengah.
Sedangkan peserta kongres di Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta, IAIN Walisongo Semarang, UIN Syarif Hidayatullah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, IAIN Ar Raniry Banda Aceh, IAIN Antasari Banjarmasin, IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, STAI Darussalam Blokagung Banyuwangi, STAIN Solo, STAIN Samarinda, STAIN Purwokerto, STAIN Kediri, IAIN Syeh Nur Jati Indramayu, UNSIQ Wonosobo, INISNU Jepara, IAI Nurul Jadid Probolinggo, dan IAI Sunan Giri Ponorogo.

Wednesday, 8 February 2012

PMII atau HMI?


PMII atau HMI?

Oleh Ubay KPI

Suatu pertanyaan yang kerap menggelakkan tawa saya ketika pertanyaan terkait dua organisasi besar itu dilontarkan kepada saya.
“Kamu HMI kan?” kata anak yang tergabung di PMII.
Sedangkan menurut anak HMI, “Kamu PMII kan”.
Begitulah yang kerap saya terima. Padahal, saya tidak termasuk dalam keduanya. Anak PMII menganggap saya kader HMI lantaran saya akrab dengan anak-anak HMI. Maklum saja, kakak saya termasuk salah satu pengurus di Komisariat Cabang Pontianak.
Satu hal hal lagi yang membuat tudingan itu, saya pernah ikut Latihan Kader (LK) HMI saat awal kuliah, atau semester satu. Namun saya pulang dengan alasan sakit. Keputusan itu saya ambil karenan naluri saya masih belum mantap mengikuti organisasi dan terhipnotis dengan perkatakan Dr. Yusriadi, dosen yang menjadi panutan saya di bidang jurnalistik untuk lebih fokus kuliah.
Dan waktu itu, saya ikut LK juga karena ikut-ikutan bukan dari batin penuh keihklasan.
Begitu juga anak HMI, ada sebagian menganggap saya kader PMII. Kenapa tidak, sebab saya juga akrab dengan mereka. Bagi saya, mereka ada teman dan tak ingin akan kotak-kotak dalam pertemanan. Melihat panasnya persaingan dua organisasi ini, khusunya di STAIN Pontianak, saya semakin prihatin. Sebab dari mereka kadang sama-sama terdoktrin dengan kader sendiri. Bahwa kader merekalah yang terbaik. Hal itu terlihat pada pemilihan presiden mahasiswa. Sungguh panas dan tak ingin rendah. Yah, seperti partai-partai politik gitu.
Hingga saat ini, saya masih belum memutuskan untuk keduanya. Ingin sekali masuh keduanya, namun benturan dengan aturan internal organisasi masing-masing.
Alhasil, sampai saat ini saya tetap netral dari keduanya. Di kampus saya masih tetap sebagai mahasiswa dan sambil bekerja di salah satu media cetak di Kalimantan Barat sejak akhir semester 1 tahun 2010 lalu.
Sejak tahun 2012, saya tergabung di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagai coordinator Departemen Publikasi dan Komunikasi. Dan aktif juga di Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional, Komunikasi Penyiaran Islam cabang Pontianak.
Bagi saya, HMI dan PMII adalah organisasi yang sama-sama memiliki cita-cita sebagai bagian untuk membangun negeri. Keduanya memiliki tempat yang sama di hati saya. HMI oke, PMII juga oke. Lanjutkan cita-cita para pendiri!

Warkop Lampu Merah Siantan, Rabu (9/2) 2012. 18.29

Wednesday, 1 February 2012

Persikutim dan Persikubar Kisruh


Kisruh usai pertandingan. Keamanan dan panitia melerai. Kisruh ini turut menjadi tontonan bagi  anak kecil. FOTO: Ubay KPI

Kisruh Persikutim dan Persikubar
Oleh Ubay KPI

Partai panas lanjutan laga kedua Divisi I Liga Indonesia di Padang Bal Keboen Sajoek Pontianak, antara Persikubar Vs Persikutim berakhir dengan kisruh.
Pertandingan yang berakhir dengan skor 3-2 untuk kemenangan Persikutim tersebut dinilai pemain dan dan tim Persikubar ada ketidakberesan terhadap beberapa keputusan wasit. Alias, wasit menjadi lawan ke dua belas.
Wasit yang memimpin pertandingan langsung menuju ruang ganti dan tak bisa dikonfirmasi.
Tak puas dengan hasil itu karena merasa dikerjain wasit, pemain Persikubar menyerang wasit usai peluit panjang dibunyikan. Namun tim keamanan sigap mengawal keselamatan wasit. Panitia juga turut melerai keributan yang tak sampai menjatuhkan korban tersebut.
Dengan hasil tersebut, Persikubar terporosok ke pringkat tiga dengan poin 7, kalah gol dengan Persipon yang juga mengoleksi poin 7.
Partai terakhir nanti, Persikubar akan menghadapi Persista, Jumat (3/2) mendatang, sedangkan Persipon bertemu Persikutim di hari Sabtu (4/2).