Wednesday, 28 March 2012

Polisi Telusuri Perampas Kaset Wartawan TV


Polisi Telusuri Perampas Kaset Wartawan TV
Saat Berusaha Meminta Kasetnya, Dia Justru Digertak. "Kalian Wartawan, Liput Terus"

Sumber; VIVAnews.com

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto menegaskan akan mencari polisi yang diduga telah melakukan penganiayaan dan perampasan kaset dua wartawan televisi saat sedang meliput bentrok mahasiswa dengan petugas di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.

"Ini sudah kami tanyakan kepada pimpinan pasukan, baik Brimob maupun Sabhara. Kami usahakan mendapatkan rekaman tersebut, Kami minta waktu saja," kata Rikwanto, Selasa malam, 27 Maret 2012.

Rikwanto mengaku ada wartawan yang melaporkan kejadian tersebut kepada dirinya yang mengatakan jika kameranya sudah dirusak dan juga kaset hasil merekam bentrok tersebut dirampas anggota polisi.

"Sampai saat ini, pemberitahuanya baru seputar pemukulan dan perampasan mungkin itu menjadi satu paket. Jadi kalau ada masalah lain silakan lapor saja," kata Rikwanto.

Diketahui Wartawan tvOne, Adi Hartanto, mengaku didorong oleh anggota polisi bertameng hingga jatuh. Kaset hasil rekamannya juga dirampas. "Waktu saya sedang meliput, langsung dipojokin, kaset diambil. Tidak tahu siapa nama polisi, tertutup tameng," kata dia, Selasa.

Saat berusaha meminta kembali kasetnya, ia justru digertak. "Kalian wartawan, liput terus, liput terus," kata wartawan menirukan salah satu polisi.

Kekerasan juga dialami wartawan Global TV, Riris mengaku kameranya rusak akibat ulah anggota polisi. "Saya sedang merekam mahasiswa saat ditangkap dan dipukuli aparat. Saat angkat kamera itulah, ada oknum Brimob mendorong," kata dia.

Riris juga mengaku sempat akan dipukul, untung ada rekan wartawan lain yang menolongnya. "Kamera saya rusak, tapi masih bisa dipakai," kata dia. (umi)

Polisi Hiraukan Kartu Pers


Polisi Hiraukan Kartu Pers

Sumber; kunjer.com

JAKARTA - Kartu tanda pengenal alias ID card wartawan, nampaknya semakin tak dihargai dan diperhatikan.
Rizki Sulistyo, seorang pewarta foto dari Koran Lampu Hijau, mendapat beberapa pukulan polisi, saat hendak mengabadikan bentrokan yang terjadi antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, di Jalan Medan Merdeka Timur depan Istana Kepresidenan, Selasa (27/3/2012) sore.
Kejadian berawal dari bentrokan pengunjuk rasa yang tergabung dalan barisan Konami, untuk menolak kenaikan harga BBM di depan Istana. Situasi memanas, dan para pendemo hendak menembus blokade polisi.
"Kejadiannya di samping Gereja Imannuel, waktu polisi lagi nyisir mahasiswa," ungkap Rizky di depan Stasiun Gambir, Jakata Pusat.
Kata Rizky, saat itu ia sudah berteriak dan menunjukkan kartu pengenal sebagai wartawan. Namun, polisi cuek, dan justru mengerubunginya dan dengan membabi buta memukuli wajahnya.
"Saya sempat dijambak. Kamera mau dirampas, tapi saya ambil balik, dan jatuh, langsung ditendang," tutur pria berambut gondrong.
Puluhan petugas tersebut, lanjut Rizki, kemudian berteriak 'hapus gambar kamu' namun tak diindahkan olehnya.
"Saya lalu merapat ke kerumunan wartawan. Polisi kemudian meninggalkan saya," imbuhnya.
Saat ini, para mahasiswa sudah membubarkan diri, begitu pula dengan para aparat kepolisian. Arus lalu lintas di depan Stasiun Gambir perlahan sudah mulai normal kembali.

Wednesday, 21 March 2012

Peran Pers


Pers?
Oleh UBAY KPI

Wah pagi ini nyaman sekali suasananya. Dingin-dingin empuk kalau dalam bahasa permen. Tapi kedinginan ini semakin hangat ketika menyantap hidangan pagi saya. Bukan semangkok bubur atau segelas kopi, melainkan buku karya Luwi Ishwara, Jurnalisme Dasar yang akhir-akhir ini menjadi bacaan wajib bagi saya pribadi.
Mumpung ayam masih berkokok saling bersahutan dan mentari masih belum menampakkan senyumnya di ufuk timur untuk menyambut siang menjelang, kali ini setelah salat Subuh sambil menjaga bapak yang terbaring sakit, saya ingin melanjutkan goresan sebelumnya dari buku yang sama berjudul Seni Jurnalisme.
Sembari nyantai karena masih jam 04.57, dengan dua bantal di dada menghadap ke note book andalan, saya akan melanjutkan catatan tentang jurnalistik yang saya ambil dari buku, serta diselingi dengan pengalaman saya dari lapangan. Yah, kali ini saya akan menuliskan tentang peran pers.
Banyak dijabarkan oleh Luwi Ishwara tentang peran pers. Mungkin akan bosan dan sulit untuk dimengerti bila saya tuliskan sekaligus peran pers itu. Maka, saya akan menuliskan satu persatu dengan peran pers tersebut.
 Pers sebagai Pelapor
Kok bisa pers sebagai pelapor, padahal sering kita dengar kalau pers itu adalah salah satu pilar demokrasi?
Pers sebagai pelapor ini kawan-kawan maksudnya dalam ruang lingkup pemerintahan. Inilah loh dasarnya, yakni perkataan Bernard C. Cohen dalam buku Advanced Newsgathering yang ditulis Bryce T. McIntrye yang menyebutkan beberapa peran yang umum, pers menjalankan dirinya sebagai informer (pelapor). Dalam konteks ini, pers bertindak sebagai mata dan telinga public, melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar pengetahuan masyarakat luas. Dengan catatan, laporan itu bersifat netral dan tanpa prasangka.
Netral maksudnya tidak bersifat objektif dalam memberikan laporan, betul-betul memberikan informasi sesuai dengan kejadian di lapangan. Tapi bukan hanya itu, laporan juga harus didukung dengan bumbu lain yang menguatkan akan peristiwa yang dilaporkan. Tanpa prasangka maksudnya, pelapor “wartawan” tidak mengambil benang merah sendiri.
Nah, dalam konteks ini pers banyak terjadi ketika sebagai alat pemerintah. Seperti pidato kepala pemerintah, tokoh politisi, dan lainnya.
Peran pers bukan hanya itu, namun pers juga memiliki peran sebagai penafsir. Pembaca tentu sering kan menyaksikan televise atau membaca Koran. Di sana kerap setiap peristiwa menyandingkan dengan pendapat atau sumber lain yang berkaitan. Contohnya seperti yang masih hangat-hangat sekarang di Pontianak neh. Peristiwa 13-14 Maret. Dimana ada konflik antarkelompok yang bertanggung masalah “FPI”. Pada peristiwa ini, pers bukan hanya menyajikan informasi yang terjadi di lapangan. Namun juga menafsirkan peristiwa itu dengan mencari sumber lain di luar guna menemukan titik pasti akan permasalahan itu.
Dalam menafsikan, “jurnalis” tentu mengambil banyak sumber untuk memperkaya informasi agar lebih jelas titik pangkal permasalahan.
Dalam bahasa Frank Luther Mott, berita itu selalu suatu laporan, peristiwanya sendiri bukanlah berita “news is always a report; the event itself is not news”
Nah sekarang peran pers yang ketiga, yakni sebagai wakil public. Kok bisa? Ya bisa donk, apa sih yang ndak bisa.
Gini loh maksudnya. Kenapa dikatakan sebagai wakil public. Sebab, “media” kerap mengangkat suatu isu atau  opini dari masyarakat yang disampaikan kepada pemerintah atau lainnya. Masuk akal tidak?
Bayangkan saja, mungkin kalau lagi jelang Pileg (pemilihan legislative) beh. Sering kita ketemu dengan calon wakil rakyat, tapi pas duduku empuk pasti jarang. Jangankan ngomong, nomor HP saja susah. Jadi, untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kerap menggunakan pers “media”. Hal ini sangat benar bagi politikus.
Konkritnya begini, masyarakat menyampaikan aspirasi yang dimuat ke media, kemudian si wartawan konfirmasi kepada politikus atau membaca aspirasi tersebut. Sebagai wakil rakyat, kemudian politikus memperjuangkan atau menyampaikan ke pemerintah. “itu kalau anggota dewannya peduli rakyat, kalau tidak, ya hanya sampai media”. Kata saya.
Yang ke empat, pers sebagai pengkritik pemerintah. Kok bisa? Sering kan lihat televise yang mengupas mengenai kebijakan pemerintah. Contohnya akan naiknya BBM tahun 2012 ini. Pers sangat jeli kan mengkritik pemerintah atas kebijakan itu?
Atau kasus suap Wisma Atlet yang melibatkan Nazarudin dan Angie, pers habis-habisan mem-follow-up informasi tersebut dan menuntut penegak hukum betul-betul menjalankan tugasnya.
Nah, dari empat peran tersebut. Sering para ahli jurnalistik menyebutnya dengan istilah peran jaga-watcdog.
Nah kawan, selesai sudah Catatan Anak Desa tentang peran pers, kalau ada yang salah mohon kritikan, maklum masih pemula dan anyar membuat tulisan. Kalau ada yang bermanfaat, semoga saya dapat berkahnya.
Catatan Anak Desa selanjutnya apa ya? Masih belum tahu neh. Nanti tak saya kabari, monggo sering-sering buka blog ini. Mungkin bisa menambah wawasan.

Parit Lambau, Mega Timur
Rabu , 21 Maret 2012, 02.11

Coba Suap Satpol PP


Coba Suap Satpol PP
Oleh UBAY KPI

Kejadian ini sudah lama terjadi, sekitar pada pertengahan tahun 2011. Sedangkan sekarang sudah Maret 2012. Sudah lama banget kan?
Tapi tak apalah saya kupas lagi pengalaman lapangan ini. Sekaligus memabgi informasi ke teman-teman. Kita langsung ke TKP aza ya biar ndak panjang lebar.
Sekitar pukul 21.00 saya ikut serta dalam razia Tipiring (tindak pidana ringan) yang dilakukan Sat Pol PP Kota Pontianak. sasarannya adalah peminum Cap Cuan atau arak di tepi-tepi jalan dan penginapan alias hotel kelas menengah ke bawah. Kenapa tidak hotel-hotel besar berbintang ikut dirazia? Itu saya tak bisa jawab, karena pihak Sat Pol PP dan kepolisian sampai dengan hari ini hanya beropini akan menggelar razia di hotel berbintang, namun tak kunjung dilaksanakan.
Razia Tipiring dilakukan Sat Pol PP menyisir bagian jantung kota Pontianak atau Pontianak Selatan dan Tenggara. Banyak tontonan yang saya saya saksikan selama mengikuti razia. Khususnya ketika di hotel. Ada yang tak ada KTP, ada yang tak dapat menunjukkan keterangan suami istri mereka yang berlainan jenis di kamar hotel. Dan ada yang tak mau buka pintu meski telah digedor.
Saya yang tak ingin ketinggalan melihay tontonan ikut merayap masuk ke kamar bersama Sat Pol PP. Apa yang terjadi, beragam jenis banget. Mulai dari suami istri yang nginap di hotel, sampai muda-mudi yang kumpul kebo.
Mereka yang bisa menunjukkan identitas dibiarkan, namun mereka yang kumpul kebo, digelandang ke markas Sat Pol PP.
Yah ini suatu tontonan mengasyikkan bagi saya. kenapa tidak? Karena kerap petugas menemukan muda-mudi kumpul kebo di kamar hotel. Dari mereka ada yang telah bugil hanya berselimut kain di ranjang, ada yang masih pakai celana pendek. Dan ada yang bugil asli ketika kepergok aparat. Sehingga mau tak mau mereka betapok di balik ranjang. Yang paling seru, ada yang pakaian mereka berserakan di lantai hotel lengkap mulai celana, color, kutang, kaos, sampai bajunya. Sedangkan pemiliknya berada dalam selimut tebal hotel bergumul memangsa …………………………….
Wah, panjang ceritanya neh. Langsung saja ah ke topic utama. Kejadian ini terjadi di salah satu hotel di Jalan Adi Sucipto Pontianak. Tak perlu saya sebutkan nama hotelnya. Saat itu, aparat mencurigai salah satu kamar yang ada penginapnya, tiga orang petugas Sat Pol PP menggedor pintu, dan penginap langsung membukanya. Masih dengan pakaian lengkap mereka diinterogasi dan dimintai identitasnya. Dan dua penghuni kamar, pria sekitar umur 32 tahun ke atas, dan cewek usia sekitar 22 tahunan tak dapat menunjukkan identitas bahwa mereka suami istri.
Saya berada pas di belakang Sat Pol PP, melihat bagaimana kegusaran pria itu di balik pintu yang setengah terbuka. Gelagatnya seperti ingin mengajak damai kepada petugas. Dan benar, ia merogoh dompetnya mengeluarkan dua lembar warna merah. Tapi petugas menolaknya. Pertanyaan saya, apa karena mereka bersama saya tidak mau menerima uang itu, atau memang dia memang punya idealisme yang kuat? Wallahu a’lam.
Dengan sangat terpaksa, sepasang keturunan Adam itu diberondong ke markas. Pikir saya, udahlah belum ngape-ngape, tekor agi’. Kwkwkwkwkwkwk
Saya sangat kagum dengan petugas ini karena menolak sodoran rupiah. Amat baik sekali bila pejabat dan aparat di negeri ini sepertinya. Mungkin Indonesia akan sangat kaya bila dihuni manusia seperti aparat itu? Tidak seperti Gayus dan Dhana yang jelas nyata bergelar “Mafia Pajak”. Tidak seperti Nazarudin yang mengeruk uang negara. Dan tak seperti saya yang masih senang memburu lembaran itu……
Idealisme dan kredibiltas adalah bagian dari kunci menuju sukses!!!!

Di kamar rumah
Rabu, 21 Maret 2012, 02.39

Saturday, 17 March 2012

Armyn yang Tak Gila Pangkat


Armyn yang Tak Gila Pangkat
Oleh Ubay KPI

Sabtu, 17 Maret 2012, ruang meja pertemuan redaksi Borneo Tribune berbeda dari biasanya. Hari-hari biasa, di meja bundar dari batu marmer itu biasa ditempati oleh awak Borneo Tribune, namun hari itu, anggota angkatan darat berpangkat mayor jenderal mengisi ruangan itu. Ialah Armyn Angkasa Ali Anyang, putra dari pahlawan bangsa asal Kalbar, Ali Anyang.
Sudah dua tahun saya bekerja sebagai jurnalis di harian Borneo Tribune, seingat saya, baru hari itu sosok yang pernah menjabat sebagai Kasdam XII Tanjungpura itu hadir ke kantor redaksi. Kehadirannya bersama dengan awak Ali Anyang Center yang terbentuk menjelang pemilukada Kalbar 2012.
Meski momennya bagian dari kampanye, satu hal yang sangat saya terperangak dari penutuan Armyn Ali Anyang, ialah masalah jabatan di satuannya.
Seorang Kasdam yang kini menjadi staff ahli di Mabes TNI AD ternyata tidak gila pangkat. Armyn menceritakan, Ia tidak berambisi menjadi Pangdam, meskipun peluang sangat ada andai ia meninginkannya. “Kalau saya ingin menjadi panglima, tinggal saya memiilih di Kodam sini saja, tapi saya tidak mau. Mending jadi staff ahli bisa kemana-mana,” ujarnya disambut dengan tawanya yang mengakak.
Keikutsertaannya pada Pemilukada Kalbar 2012 tahun ini menurutnya karena banyaknya permintaan dari berbagai kalangan. Pasalnya, lebih dari satu tahun lalu permintaan (calon gubernur) itu ada datang. Tapi ia menolaknya dengan alasan masih banyak yang senior dan berpengalaman sesama anggota angkatan darat. “Bahkan saya sering ngumpet saat akan ada orang datang untuk memberikan dukungan, tapi sekarang tak bisa mengelak, saya ikuti kemauan masyarakat dan saya sangat siap,” tuturnya.

WK Winny
Sabtu, 17 Maret 2012 Petang

Monday, 5 March 2012

Dosakah aku?


Dosakah Aku?                
Oleh Gie

Hiruk pikuk kota tak menjadikan hidupku dan ibu juga ikut ribut, tetap hening tapi hampa. Namun dengan segala upaya aku yang kini tumbuh menjadi sosok gadis yang berbeda dari ibu, ibu kandung yang yang melahirkan, membesarkan, dengan keringat sendiri tanpa seorang suami ataupun seorang ayah bagiku, itu sangat membuat aku ikhlas menerima kondisi ibu, lingkungannya dan pekerjaannya. Mungkin lebih tepat mencoba untuk menerima dengan hati yang bisa dipastikan kacau melihat ibu yang aku sayangi dan aku hormati di depan mataku menjadi seorang pelacur. Ya…pekerjaan yang sudah dicap sebagai pekerjaan yang sangat mudah untuk menghasilkan uang dan halal bagi ibu, hanya dapat direspon olehku dengan senyum dan itu terus-menerus aku lakukan  untuk bisa menjalani kehidupan yang tidak lazim ini menjadi lebih baik untuk dinikmati.
Tapi sayangnya bukan hanya sebatas untuk mencoba menerima tapi juga yang ada dalam otak gadis 19 tahun seperti aku adalah “siapa aku?”
“Apa aku hanya anak haram yang dilahirkan oleh seorang pelacur?”
Tangis akan mengucur sejadi-jadinya saat pertanyaan demi pertanyaan yang menguras batin itu akan bersorak dengan leluasa di setiap waktu. Rasa kesal, rasa benci, rasa lelah, bahkan rasa ingin menyalahkan Tuhan atas hidup yang diberikan sempat menghinggapi. Tapi aku akan berusaha untuk tersenyum, karena aku selalu menemukan jawaban atas pertanyaaan-pertanyaanku, aku hanya seorang anak dari pelacur yang tak pernah tau siapa ayahku. Cukup hanya itu yang aku bisa uraikan di sela-sela senyum tipisku untuk menghadapi dunia yang begitu kejam ini. Dan tentu bagi mereka yang mungkin akan mencemo’oh bahkan meludahi kami dari belakang, aku siap. Aku siap untuk menjalani kisahku dengan segala kekurangan ataupun segala hinaan yang akan aku lewati karena memang pada kenyataannya kami adalah sampah yang tak perlu dijamah dan tak usah disentuh.
                             *****************************
“Iya, tenang saja. Saya akan buat anda puas dengan apa yang saya berikan”.
Suara menggoda ibu sudah terdengar pertanda sudah mulai akan beroperasi untuk memuaskan nafsu birahi para laki-laki hidung belang yang tak punya pendidikan di luar sana. Hahh.. aku malu sekaligus benci jika mendengar nada-nada menggoda seperti itu. Wajahku secara drastis akan mengalami perubahan 180 derajat, dan ibu tak akan menemukan wajah tersenyumku pagi ini walaupun bisa dipastikan ibu tak akan ambil pusing akan wajah masamku. Aku bukan penghalang baginya untuk mencetak uang selama aku tak berontak atau membuatnya gila.
“Sinar hari ini pulang terlambat Bu,” ujarku seraya mengambil segelas susu yang sudah aku siapkan sendiri di atas maja makan. Ibu tak menggubris, ia sibuk membalas sms-sms mesra dari laki-laki yang akan menjadi pelanggannya. “Ibu.. Sinar bicara sama Ibu” seruku dengan nada yang lumayan tinggi mulai kesal.
“Ibu gak tuli” jawab Ibu sambil beranjak dari sofa dan berlalu pergi meninggalkan aku sendiri yang berharap ada sapaan lain selain kata-kata berusan. “ok ujarku pada diri sendiri, malang sekali hidup di dunia yang kotor ini. “Sinar pergi” ujarku lagi seraya melangkah menuju luar rumah.
          Sesampainya di kampus Arif yang juga baru sampai langsung menyapaku ramah disertai senyum termanisnya sebagai gerbang awal untuk  melupakan dengan sejenak masalah yang ada. Laki-laki tampan ini menjadi pemadam api bagiku jika aku api di dalam dada ini siap berkobar dengan dahsyatnya membakar rasa, semangat, bahkan hidupku, Arif mampu menjadi pendingin untukku jika hati ini mulai gerah dengan keadaan yang menyiksaku. Mendengar suara seraknya, tawa renyahnya, senyum termanisnya, dan gurau konyolnya, aku anggap lebih lebih ampuh dan hebat dibanding obat-obat dokter handal, karena apa yang dimiliki Arif benar-benar obat dari segala obat. Tak akan ada yang namanya rasa gundah dengan masalah-masalah yang ada di sekelilingku. Akulah orang yang beruntung aku memiliki kekasih seperti Arif yang selalu membuat aku tersenyum kecil dengan pernyataannya “Aku gak perduli apapun yang ada dihidup kamu sekarang. Baik atau tidak baiknya hidup kamu yang jadi tujuan aku adalah kamunya, bukan sekeliling kamu,” dan dengan rasa percaya diri aku akan pertahankan segalanya sekali pun aku terus menerus menjadi topik obrolan seluruh dunia karena ternyata Arif memacari seorang gadis dari anak seorang pelacur. Dan itu juga telah aku siapkan untuk mengenyampingkan ucapan sinis manusia-manusia datar itu jauh di ruang hatiku. Katakan saja aku sudah takkan terkecoh atau aku kebal dengan semuanya.
Seharian ini aku menjalani aktivitasku seperti biasa hanya di kamus sampai pukul 4 sore, setelah perkuliahan selesai aku memutuskan tidak langsung pulang ke rumah melainkan ikut bersama Arif ke sebuah tempat favorit kami di pinggir jalan raya yang sangat sederhana tapi membuat kami nyaman di sana.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
“nar,selama pacaran kita gak pernah ngelewatin malam minggu sama-sama ya?” ujar arif dengan pertanyaan yang aku sudah duga akan di utarakan oleh nya suatu saat,dan saat itu hari ini. Karena memang selama 2 tahun menjadi kekasih arif tak pernah sekalipun menyambut malam minggu  bersama dan sudah sepantasnya jika arif merasa ada yang kurang dan memilih untuk mengutarakan hal tersebut.
“aku udah ngira kalau kamu bakalan tanya soal ini” jawabku tersenyum kecil.
“iya lah,kita kan bukan pasangan apnormal. Udah 2 tahun gini masih aja malam minggu sendiri,gak asyik ah!” ujarnya sedikit menggoda.
“ibu gak bakalan ngizinin, rif. Aku pernah bilangkan sama kamu”
“memang pernah?” arif tampak mengingat-ingat.
Perasaan gak pernah deh,iyakan?” ujarnya semakin menggoda lalu mengecup keningku lembut. Aku tersenyum kecil seraya mengelus pipi mulus pujaan hatiku ini “udah kok”
“kapan?”
“barusan” arif terkikik kecil.
“aku gak akan mati karena malam minggu tanpa kamu. Tadi aku Cuma bercanda sayang” ucapnya lagi.
Hmm..walaupun aku tau itu bukan sekedar bercandaannya ataupun kalimat gombal tapi aku berusaha untuk menghindari pembahsan itu karena aku merasa tak berani untuk memberi janji untuk bisa padanya. Tapi bukan rasa beruntung lagi kali ini memiliki arif,melainkan rasa cintaku yang semakin meraja lela. Aku mungkin benar-benar bisa gila jika sosok yang ku anggap sempurna ini hilang ataupun lari dari hidupku. Sama seperti aku kehilangan ibu yang sudah menjadi malaikat hidupku,walaupun harus hidup tak wajar dibanding yang lainnya. Tapi aku tetap bertahan,bertahan demi mereka yang aku cintai.
“Oh iya,gimana kabar ibu kamu? Baik-baik aja kan?”
Aku mengangkuk pasti,senang mendengar kalimat dari arif yang menanyakan keadaan ibu,paling tidak arif sudah menunjukkan rasa keperduliannya bukan hanya padaku tapi juga pada ibuku.
“ibu baik-baik aja. Sehat selalu dalam kondisinya sekarang”
Arif tertawa renyah sekarang,kenapa?
“gak perlu ada kalimat penjelas lagi lah sayang. Cukup kamu bilang ibu baik-baik aja aku udah ngerti perasaan kamu”
Akupun ikut tersenyum dan larut dalam obrolan asyik arif sampai waktu tak terara larutnya,tepat waktu 22.01 kamipun mengakhiri keasyikan mengobrol kami,dan  seperti biasa  arif mengantarku pulang sampai depan rumah.
“selamat malam sinar” untuk terakhir kalinya sebelum berpisah arif mengecup kening dan bibirku sekilas,dan kamipun berlalu pergi dengan memperlihatkan senyum masing-masing.
Tepat di depan pintu rumah,aku menyempatkan diri sesaat meneliti kondisi sekitar yang tampaknya memang masih sepi karena ibu tak mungkin pulang awal,paling tidak sekarang ini ibu tengah asyik-asyiknya bermesraan dengan pasangannya,entah…laki-laki mana lagi yang ikut serta untuk menciptakan dosa-dosa besar didiri wanita yang usianya hampir berkepala empat itu. Huh..sudahlah,fikiranku tak boleh menerawang kacau lagi kearah ibu,biarkan saja dulu untuk kali ini karena aku sangat amat sadar kalau aku tak punya keberanian dan kekuatan untuk mendemonstrasikan ketidaksenanganku terhadap pekerjaan yang beliau geluti sekarang,aku memang pecudang kelas berat yang bodoh.
Lampu di seluruh ruangan aku hidupkan, agar tak terlalu tampak kesuraman yang ada pada rumah ini setelah membuka pintu depan. Tak tau kenapa rasa lelah hari ini membuat aku sesekali mengeluh keras dan akhirnya aku hempaskan tubuh ini ke atas sofa,ku tatap pintu kamar tepat didepanku sekarang,tampak sekali menyimpan banyak kisah pahit disana,kamar ibu.. yang tak pernah kumasuki karena selalu terkunci rapat. Kenapa harus dikunci? Aku fikir rumah kecil ini cukup aman dan dirumah ini juga cukup terjaga karena ada aku yang menjadi penghuni terbetah dirumah ini,atau malah ibu menghindari kamarnya dimasuki tangan jahilku? Aaagh..kenapa fikiran buruk melintas di otakku saat menatap jelas pintu itu? Seketika rasa ingin mengetahui semua yang ada didalam sana mulai menggapai,dengan pelan aku melangkah menuju daun pintu tersebut. Ternyata pintu yang biasa terkunci dengan rapat itu sekarang berbeda,tak ada kunci yang membuat pintu ini tak bisa dibuka,mungkin kali ini memang kesempatan yang diberikan tuhan agar aku mengetahui sedikit tentang ibu melalui kamar ini.
Ku buka perlahan kamar yang masih gelap itu dan dari ambang pintu sudah tercium aroma varfum yang biasa digunakan oleh ibu,perlahan aku masuk kemudian ku hidupkan lampu yang ternyata berwarna merah.
Merah?? Apa maksud ibu memilih lampu berwarna merah untuk penarangan dikamarnya? Suasana seram dikamar ini menjadi semakin terasa akibat lampu berwarna eksotis tersebut dinyalakan. Sekarang aku berdiri tepat dihadapan sebuah cermin besar yang terlihat antic,meja rias yang penuh dengan alat-alat kosmetik,ranjang berwarna coklat tua dan sebuah lemari hitam yang sudah usang terpajang dipojok kiri kamar disamping tempat tidur,disitulah rasa penasaranku tertumpuk sekarang. Aku membuka lemari itu dengan sangat hati-hati. Seakan jantungku berhenti sejenak untuk berdetak dan seperti tersambar petir aku melihat barang-barang yang ada didalamnya. Sebuah kardus berukuran sedang tersimpan disana,didalam kardus tersebut begitu banyak foto-foto yang sudah sangat usang. Foto yang bergambarkan aku berumur sekitar 2 sampai 4 tahun disana. Tuhan..semuanya tersimpan dengan rapi disini?
Apa ini sengaja disembunyikan?
Untuk apa?
Apa ibu tak pernah mau foto-foto itu menghiasi seluruh pojok rumah karena mungkin ibu tak terlalu menginginkan aku?
Rasa penasaranku berubah menjadi rasa sedih sekarang. Terlalu banyak cerita yang membuat aku merasa keliru,bingung,kesal. Seketika tubuhku melemas,akhirnya aku terduduk diranjang ibu yang masih terasa hangatnya tubuh ibu. Berfikir,berfikir,berfikir,terus berfikir,apa yang terjadi dihidup hina ku ini bersama seorang ibu pelacur. Apa dosaku? Bolehkah aku menyesal lahir dari rahim seorang pelacur? Dadaku terara sesak sekarang,air mataku mengalir juga akhirnya sekarang, sampai mataku sangat sembab dan kemudian yang dialami oleh mataku adalah rasa berat untuk terjaga,aku memejamkan mata berharap bisa menenangkan hati dalam beberapa menit dan terbangun sebelum ibu pulang.
                   ****************************************
Terkejut aku terduduk tiba-tiba diatas ranjang yang aku tiduri semalam.  Hah?? Tampaknya kali ini masalah serius menantiku karena ketahuan tertidur pulas diranjang ibu. Dengan cepat aku beranjak dari ranjang itu dan berlalu keluar kamar.
“ibu..” gumamku setengah berbisik,melihat ibu yang masih tertidur disofa,mungkin gara-gara ibu melihatku tertidur dikamarnya dan memutuskan untuk tidur diluar karena tak ingin mengganggu atau apalah…yang membuatnya lebih nyaman melelapkan matanya disofa. Sekarang fikiran negatifku juga ikut berpartisipasi, juga rasa bersalah sekaligus takutku. Yang telah menyadarkanku bahwa harus melakukan sasuatu, akupun langsung menuju dapur berniat menyiapkan makanan untuknya,pasti ibu sangat lelah.
Tak lama kemudian ibu terbangun. Aku yang berharap ibu tak marah melihatku memasuki kamarnya hanya berdiri dengan penuh kegelisahan disamping meja makan,memampangkan wajah memelas adalah waktu yang tepat sekarang. Ibu menatapku lekat,selekat-lekatnya.
“apa saja yang kamu dapat dari kamar ibu?” Tanya ibu dengan nada datar.
“mmm..sinar..sinar..”
“apapun yang kamu lihat dikamar itu gak ada yang penting buat ibu” timpalnya secara cepat. Jawaban apa itu? Seperti sebuah lelucon yang ia lontarkan.
“apa foto-foto yang ada dalam lemari itu juga gak penting buat ibu?” sekarang aku bertanya dengan sedikit kesal. Ibu malah tersenyum kecil kearahku.
“apapun itu,sinar” jawabnya seraya berlalu pergi kearah kamar kecil. Aku mencoba menghalangi ibu dengan menghadangnya masuk kekamar kecil.
“termasuk sinar?” tanyaku menahan geram.
“kurang jelas?” jawab ibu lantas kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar kecil.
Oh…aku tak bisa bersuara saat ini, mendengar jawaban konyol,gila bahkan sinting seperti barusan. Kenapa tuhan memberikan hidup yang tak bisa ku nikmati seperti manusia-manusia lainnya? 8 menit kemudian ibu keluar dari kamar kecil dan langsung menyantap makanan yang aku siapkan,pembawaan ibu yang cuek memang terkadang mengecohkan ku akan sikap kerasnya. Sungguh membuat aku sperti orang gila dirumah ini.
“ibu kenapa sih gak bisa sedikitpun ngerti apa maunya sinar?” aku mulai berontak sekarang,rasa tak terimaku atas kejadian-kejadian bersama ibu akhir-akhir ini membulatkan tekatku agar aku harus BERONTAK sekalipun harus mengorbankan sesuatu yang mungkin bisa membuat hati ibu terketuk.
“ trus apa? Apa mau kamu? Ibu Tanya” Tanya ibu menantang.
“mau sinar,hidup sinar bisa normal seperti orang-orang diluar sana. Sinar pengen ibu,bukan materi yang selalu ibu beri. Itu yang sinar mau” seruku dengan nada tinggi. Mendengar itu ibu seketika meletakkan makanan yang ada ditangannya. Lama ia terdiam,seolah tengah memikirkan apa yang harus ia jawab atas pemberontakan awal dariku. Mungkin.
Ibu beranjak dari tempat duduknya dan mendekatiku yang sedang berdiri disamping jendela. “saya bukan ibu yang  terbaik untuk anaknya. Saya ibu yang berbeda,sinar” jawabnya enteng. Ya..ibu yang tak punya hati seperti ini memang akan terlihat berbeda. Atau mungkin hati yang ada didalam tubuhnya itu terbuat dari batu yang keras dan tak punya rasa.
“sinar tau. Ibu memang berbeda dari ibu-ibu yang lain. Tapi sayang bukan hanya ibu yang berbeda,sinar juga ikut menjadi anak yang berbeda dari yang lainnya. Sinar menjadi anak yang selalu dicemo’oh,dihina,dianggap sampah,dianggap rendah,itu semua karena hidup sinar yang kurang beruntung mempunyai ibu seorang pelacur” sampai disini nafasku sudah terengah-engah karena luapan emosiku yang sangat luar biasa.
Dan kita sudah buktikan kalau kita memang ibu dan anak,kita sama,kita sama-sama berbeda dibanding orang-orang diluar sana. Kita sampah” aku berujar tangkas,mencoba mengeluarkan apapun yang aku pendam dari berbelas tahun yang lalu. Aku bukan anak seorang pelacur yang bodoh sekarang,yang akan diam dengan segala keburukan yang tercipta.
“bagaimana? Sudah puas dengan apa yang kamu lontarkan?”
“ya..sinar puas walaupun semua ini gak akan pernah bisa ngerubah hidup sinar menjadi lebih baik
“saya merasa hidup saya sudah sangat baik. Bahkan saya yang merasa aneh karena kamu gak merasakan kenyamanan yang saya rasakan”
“tentu ibu merasa baik dan nyaman dengan apa yang ada,karena ibu terlahir gak punya perasaan,hati ibu terbuat dari batu” pekikku seraya meninggalkan ibu.
Ya tuhan..aku adalah pecundang yang terlalu terpaku pada jalur kehidupan. Tak tahan dengan keadaan, aku memutuskan untuk menghampiri arif dikontrakannya, berharap bisa tenang dan nyaman bila berada didekatnya. Arif yang ternyata masih sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya tetap menyambutku dengan hangat. Sekitar 10 menit arif membiarkan aku menangis sesenggukan sendiri tanpa pertanyaan-pertanyaan yang ia keluarkan dari bibirnya. Setelah itu ia baru mendekatiku dan membawaku dalam pelukannya.
“udah siap cerita?” tanyanya memecahkan suasana. Aku mengangguk pelan,walau sedikit sulit untukku menceritakannya tapi aku terus mencobanya agar mendapat solusi atas masalah ini.
“lama-lama aku bisa mati karena terus berada dalam kekangan”
“kalian memang berbeda,amat sangat berbeda. Tapi apa kamu pernah mikir perbedaan yang kalian punya itu justru menjadikan kalian special dari yang lainnya” arif mencoba memberikan argumennya tentang masalah ku. Tapi yang membuat aku bingung kali inni adalah perbedaan yang kami miliki akan terlihat special. Apa yang special dengan hidup yang kacau seperti ini.
“special?”
“iya dong,karena masih ada wanita yang tangguh seperti kalian,tangguh menghadapi kerasnya kehidupan ini dengan kemampuan yang luar biasa ,kan?”
Hmm…ok. Cukup menghibur untuk sekarang. Aku tersenyum kecil seraya melepaskan pelukannya.
“aku nginap ya?” ujarku sedikit lega. Arif mengangguk. Dan dengan perlahan arif mendekatkan wajahnya kewajahku,dan dengan hangat bibir tipis arif menyentuh bibirku dengan lembut,terasa..sangat terasa sentuhan bibir itu menyentuh bibirku lekat hingga susah untuk dipisahkan. Semakin lama,semakin membuat aku tak ingin mengakhirinya dan terus ingin menikmatinya. Hingga satu titik saat nafsu yang mencapai puncaknya. Aku melewati seluruh hari dan malamku dengan adegan-adegan mesra yang kami ciptakan dengan menyerahkan seluruh ragaku tanpa terkecuali untuk laki-laki ini miliki,laki-laki yang aku cintai. Hingga fajar muncul sekarang  aku tetap berada dipelukan arif. Melihat laki-laki berkulit putih ini masih  tertidur pulas dan telanjang dada didalam selimutnya,hanya ada rasa ingin memilikinya untuk selama-lamanya tanpa ada yang bisa memisahkan,karena secara batin aku sudah seperti terikat dengannya. Tak akan mampu aku hidup tanpa arif,tanpa suaranya dan kata-kata yang menjadi obat penenang untukku ini.
“hey” sapaku manja pada arif yang masih tertidur pulas. Wajah tampan itu sekarang berada tepat didepan wajahku. Dengan sedikit susah arif mencoba membuka matanya dan aku sudah siap untuk menyambut bangun tidurnya dengan senyuman. Ia membalas senyumanku dengan memberi kecupan mesra dikeningku.
“aku pulang ya?” ujarku lembut seraya mengelus wajah mulus arif,Arif mengangguk dengan senyuman yang tak pernah absen.
Akupun menjauh dari tubuh arif yang masih lemas dan pulang untuk memastikan apa reaksi ibu atas sikapku kemarin.
“sinar pulang” ujarku datar pada ibu yang ternyata tengah menghisap batang rokoknya didepan jendela.
“dari mana kamu?” Tanya ibu tanpa menoleh.
“dari kontrakan arif. Kenapa bu?”
“gak ada tempat lain untuk kabur selain rumah pacarmu itu?”
“ibu kira ada yang sudi berteman denganku selain arif? Gak akan ada”
Ibu tersenyum sinis dan kembali menghisap sisa dari batang rokoknya.
Akupun berlalu pergi kearah kamar degan cepat. Dibenakku kali ini hanyalah rasa benci melihat sikap acuh ibu,semua perasaan itu berkecamuk disana. Aku lelah harus terus terikat dengan perasaan yang menyiksa raga maupun batinku ini. Aku lelah,tuhan..
                    
                   *****************************************
Hari ini tepat seminggu aku tak bertegur sapa dengan ibu,ibupun demikian tak terlalu berniat untuk memperbaiki semuanya. Berat memang,tapi aku hanya seorang anak yang akan terus mengikuti arus yang dibawa oleh ibu,menurutinya sekalipun itu salah. Dan yang paling terpenting sekarang adalah,rasa berontakku berakhir sudah setelah ada penawarnya.
“sinar pergi” ujarku sekaligus meluncurkan sapaan perdana pada ibu setelah kejadian seminggu yang lalu yang mengakibatkan miss komunikasi diantara kami,ibu tengah terduduk asyik dengan ponselnya,melihat reaksi itu dengan segera aku meninggalkan rumah yang penuh dengan dosa itu.
Diselasar rumah aku berhenti sejenak untuk menoleh kebelakang melihat ibu yang masih saja dengan lakonnya sendiri,nafasku seakan ingin ikut mengeluh dengan helaan yang panjang. Ini hidupku..ini duniaku..batinku juga ikut berdemonstasi. Dengan susah payah kucoba seret kedua kakiku menyusuri jalan yang mulai akan menggelap sebentar lagi dan aku ingin menyaksikan matahari itu tenggelam seperti rasa berharapku kisah pahit ini tenggelam dengan sempurna dan hanya menjadi sebuah kenangan. Berjalan..terus berjalan..hingga aku merasa lelahnya kaki ini,hingga aku merasakan tak kuat untuk melangkahkan kakiku ini ,hingga aku tak mampu untuk berdiri lagi,sampai akhirnya aku menyaksikan matahari itu tenggelam dengan sempurna. Ah..aku bisa nikmati itu.
“neng” sapaan itu sepertinya tertuju untukku. Aku menoleh,disana seorang bapak-bapak tersenyum lebar kearahku.
“mampir dulu daripada disitu berbahaya” ajaknya seraya menunjuk kearah warung kecilnya. Sedang aku…aku menoleh kanan kiri dan memutarkan tubuhku beberapa kali melihat sekelilingku,ternyata aku dari tadi berdiri dengan tanpa sadarnya ditengah-tengah jalan raya,tapi memang tak begitu banyak kendaraan yang melewati jalan ini. Aku tersenyum kecil kearah bapak itu.
“iya,pak” jawabku sembari menuju warung kecilnya.
“neng ini keasyikan sampai lupa kalau berada ditengah-tengah jalan. Menikmati matahari itu memang sesuatu yang menyenangkan neng,tapi jangan gara-gara itu neng jadi ketabrak kendaraan” ujar bapak itu sembari menawarkan segelas air putih. Mungkin bapak ini mengira aku kehausan,melihat keringatku yang bercucuran.
“Ini buat saya?” tanyaku menunjuk segelas air putih yang berada didepanku. Bapak itu malah tertawa renyah lantas mengangguk.
“oh terima kasih pak,jadi ngerepotin. Sebenarnya saya gak haus,tapi boleh lah buat ngilangin rasa kaget saya barusan ada ditengah jalan raya” aku meraih gelas berukuran tinggi itu dan mengeguknya. Aku memang agak sedikit kaget melihat posisiku yang kurang strategis tadi,fuuh..
 Setelah sedikit menghilang rasa kagetku,aku kembali memperhatikan langit yang sudah menggelap,tanpak mendung malam ini, paling sebentar lagi akan turun hujan. Seketika ingatanku kembali berputar kearah belakang,aku baru ingat kalau rencana semulaku ingin pergi kekampus ternyata buyar oleh keindahan yang menurutku jarang aku amati dan aku nikmati,sampai aku berada ditempat ini,warung kecil yang jaraknya sekitar kurang lebih 200 meter,dan aku tempuh tanpa merasakan jauhnya. Kejadian yang langka aku alami. Aku tersenyum kecil,geli dengan kejadian aneh yang baru pertama kali terjadi padaku ini. Barangkali karena aku  sering melewatkan hari-hariku dengan segala macam masalah jadi aku tak begitu menyadari banyak sekali kejadian-kejadian alam yang bisa membuat aku terhipnotis sejenak.
“mendung ya neng,sepertinya bakalan turun hujan. Lebih baik neng pulang sebelum hujan,nanti neng malah terjebak gara-gara hujannya deras” saran bapak itu dengan ramahnya. Aku mengangguk. “saya pulang ya,pak. Makasih” aku beranjak dari kursi dan kembali berjalan menuju rumah.
“sinar pulang” seruku seraya membuka pintu rumah. Kulihat ibu sudah siap dengan segala atribut kerjanya didepan pintu yang juga akan keluar,muak melihat dandanan itu,pakaian mini itu,wangi varfum itu,semuanya aku muak.
“ibu pergi” ujar ibu seraya berpose bak model-model professional yang memampangkan lekuk-lekuk tubuhnya yang indah diatas panggung ,hmm..wajar jika banyak laki-laki yang menginginkan malamnya dilalui bersama ibu yang sangat sexi ini,ditambah dengan polesan-polesan kosmetik yang membuat ibu benar-benar tampak cantik dan menarik.
“hati-hati” ujarku pada ibu yang melanjutkan perjalanannya keluar rumah.
Merasa lelah telah berjalan kaki,aku memilih duduk diselasar rumah memikirkan kejadian seminggu yang lalu dikontrakan arif. Dosa yang aku nikmati ketika itu,aku jadi merasa kalau aku sama saja dengan ibu yang notabennya seorang pelacur. Tapi biarpun seperti itu,aku lebih baik daripada ibu,aku lebih memilih menyerahkan keperawananku kepada kekasihku yang selama ini memberi banyak ketenangan dan kebahagiaan dan tidak memilih untuk menukarkan keperawananku untuk berlembar-lembar uang dari laki-  laki yang bukan siapa-siapa dihidupku,itu lah ibuku..sang pelacur yang berpengalaman.
Setelah kejadian itu,aku dan arif akan merasa lebih terikat. Terlebih untukku sendiri,tak akan rela kisah ini berakhir dan menjadikan hidupku hampa tanpa arif ,paling tidak suatu saat nanti arif bisa menggandengku sebagai nyonya arif yudistira. Ya..aku berharap itu.
Disela-sela ingatanku yang berpusat pada arif,tiba-tiba ibu datang dengan langkah yang cepat menuju kedalam rumah. Aneh,aku mengikuti langkah ibu kedalam rumah. Disofa ibu membaringkan tubuhnya ditemani oleh sebatang rokok yang tengah asyiknya ia hisap.
“pulang cepat?” tanyaku sok basa-basi padahal aku sangat ingin tau penyebab kepulangan ibu yang cepat itu.
“hmm..” itu saja jawabannya,ya..ya..ya.. paling ibu sedang ada masalah diluar sana dan aku tak tertarik untuk mencampurinya ataupun mengetahuinya. Aku ralat atas rasa penasaranku tadi yang sekarang berubah menjadi rasa tak mau tau. Lebih baik aku menjauh dari ibu,biarkan ia sendiri dulu saat ini. Tanpa sengaja di otakku terbersit metode arif dalam menenangkan fikiranku jika sedang ruwet,metode yang bisa aku terapkan sekarang pada ibu.
Melangkah jauh dari ibu hal yang sangat benar sembari mengirim sms untuk arif.
“rif,telfon yah” sms terkirim. Sekitar 2 menit kemudian ponselku berdering dengan keras dan di lcd-nya tertera nama “my arief” dengan segara aku mengangkatnya.
“hallo,rif”
“kenapa nar?” tanyanya seperti tengah mengerjakan sesuatu,itu terdengar dari suara-suara rebut dibelakangnya.
Aku menarik nafas panjang “gak ada sih,Cuma mau ditelfon aja. Bête”
keluhku.
“oh ya? Memangnya bête kenapa sugar?” tanyanya  mesra.
“gak tau,mungkin….”
“ampuuuuuuuuuuuunn!!” teriakan itu membuat jantungku seperti dipukul keras,sangat keras hingga nyerinya membuat seluruh badanku tiba-tiba bergetar. Aku tersentak,bahkan mungkin beku sesaat mendengar teriakan histeris minta ampun itu. “ibu…” fikiranku sekarang langsung tertembak pada ibu yang hari ini sedikit tak biasa. Ingin beranjak dari ranjang,namun arif disebarang telfon memanggilku berulang-ulang kali.
“rif,nanti aku telfon lagi” ujarku kemudian memutuskan telfon tanpa mendengar jawaban arif. aku berlari kecil kearah tadi ibu membaringkan tubuhnya.
Oh tuhan…
Ada apa ini?
Aku berlari mendekati ibu yang sudah terlihat ketakutan disudut ruang tamu. Dari hidungnya mengelurkan sebercak darah segar,aku menoleh kearah laki-laki bertubuh besar,kekar,dan wajah yang penuh dengan amarah sedang menatap kami tajam. Dengan tanpa rasa takut aku berdiri lantas mendekati laki-laki asing yang baru saja menyakiti ibuku. “siapa kamu?” tanyaku dengan sangat tenang.
Laki-laki berkulit hitam itu tersenyum sinis. “aku orang yang ibu kamu tipu”
“menipu apa?”
“uangku yang sudah sangat lama ia belum lunasi,tepatnya 1 tahun yang lalu”
Hah?? Uang? Uang apa?
“berapa?” aku mencoba bertanya lagi.
“enam juta”
Yaaah…percuma saja aku menanyakan hal itu,aku tag akan bisa untuk melunasinya.
“sekarang aku tidak mau memberi ibumu kesempatan lagi. Kalian harus lunasi secepatnya” ujar laki-laki itu seraya membalikkan badannya kearah pintu keluar.
Melihat lagat berkuasa itu,sesaat amarahku memuncak,karena rugi bila aku tak membalas apa yang ia lakukan pada ibuku. Dengan sangat pelan aku meraih sepatu sebelah kiri ibu yang aku tau ujung sepatu tinggi itu bisa menjadi senjata karena ujungnya cukup kecil dan mungkin bisa melukai.
Aku mengikuti langkah laki-laki itu dengan cepat,sampai aku tepat berada dibelakangnya “hey …” sapaku,laki-laki itu menolehkan kepalanya kearahku. Secara cepat aku mengayunkan tangan kananku kearah wajah laki-laki brengsek ini,dan dengan tenaga yang aku keluarkan secara total,ujung sepatu itu aku persilahkan untuk mencium kepala laki-laki asing itu dengan sangat keras. Seketika laki-laki itu terkapar dan mengaduh kesakitan seraya memegang kepalanya,dari kepala itu keluar dengan derasnya darah segar,begitu banyak hingga baju kaus abu-abunya berubah warna dipenuhi oleh darah yang dengan sangat hebatnya mengucur.
Dan aku…
Tubuhku melemas,mungkin sekarang wajahku seperti wajah mayat yang darahnya telah beku sangat pucat,seluruh tubuhku bergetar hebat. Rasa takut itu kini mulai menyerang syaraf-syaraf diseluruh ruang yang ada didalam tibuhku,jantungku juga tak kalah berdegup dengan sangat kencang,seakan degupan itu ingin berlari dari tubuhku,supaya ia bukan menjadi bagian dari tubuh yang pasti akan mendapat sapaan baru sebagai seorang pembunuh ini. Tak kuat lagi kakiku menopang tubuh lemas ini,aku terduduk sejanak menatap laki-laki bertubuh besar itu mengerang kesakitan sampai tak berdaya dan akhirnya tak bergerak.
“kamu pergi!!!!!” sebuah tangan menarik pergelangan tanganku dengan keras. Tersentak hebat,aku menoleh kearah tangan itu,ternyata ibu yang telah menarik tanganku begitu juga dengan ekspresi ketakutannya yang kini berubah menjadi mimic wajah paniknya.
Tangannya terus menarik dengan kencang pergelangan tanganku,menyuruhku cepat beranjak dari posisiku yang tepat berada dihadapan laki-laki yang aku buat tak berdaya dan tak bergerak sekarang.
Masih dalam kondisi yang lemas aku mencoba berdiri. Lantas ibu membawaku keluar rumah,diselasar tepatnya.
“pergi sejauh mungkin” ujar ibu semakin mempererat pegangannya atas lenganku. Baru saja aku ingin mengatakan bahwa aku tak ingin pergi dari sampingnya dan ingin bertanya uang untuk apa yang ia pinjamkan sampai memiliki masalah seperti ini. Tapi aku juga ingin mengatakan bahwa aku siap dengan segala yang terjadi setelah ini. Ibu meneteskan airmatanya menatapku  “pergi sinar” timpalnya dengan sedikit memohon padaku.
“ibu..” seruku terisak seraya memeluknya,aku takut tuhan…
“pergi dan jangan kembali dalam waktu dekat”
“sinar tanggung jawab,bu”
Ibu melepaskan pelukannya dan memegang kedua pundakku cukup kuat hingga terasa cengkraman itu penuh amarah.
“jangan! Kamu harus pergi” ujar ibu lantas mengecup keningku dan menolak tubuhku dengan pelan kearah jalan.
Ibu…
kecupan pertama itu membasahi keningku untuk pertama kalinya disaat situasi buruk seperti ini. Kenapa harus saat seperti ini tuhan??
Kulihat tangan ibu memberi isyarat untuk beranjak pergi dengan cepat. Baik…langkah pengecut ini akan pergi meninggalkan semuanya,meninggalkan tanggung jawab,situasi buruk dan ibu,aku meningggalkan ibu disana yang aku tak tau apa yang ada dalam fikirannya sekarang dan kembali lagi tak tau maksud dari sebuah kecupan hangat itu. Sekarang yang harus aku lakukan adalah berjalan tak ada ujungnya,dengan tangan yang sudah kotor,dengan kaki yang sudah melemas,dengan hati yang merasa kacau,dengan fisik yang sudah tak punya daya,dengan mulut yang sudah tak menyimpan kata dan dengan mata yang sudah mulai mengering akan airmata.
Hari ini,detik ini,bukan hanya masalah-masalah lama yang aku emban,bukan hanya aku si anak seorang pelacur,bukan aku yang tak pernah mendapat kenyamanan dan keindahan hidup,tapi masalah baru sudah siap menginginkanku menjadi seorang pembunuh kecil yang mengerrikan.
Dimana kau tuhan?
Dimana pembelaanmu atas hidup yang telah kau atur ini?
Apa kau akan muncul setelah semuanya benar-benar lebur tertelan dosa-dosa besar yang aku buat?
Aku lebih memilih hidup menjadi manusia yang cacat, daripada hidup seperti sampah bahkan kotoran yang dimanapun akan menimbulkan bau busuk bahkan penyakit bagi manusia lainnnya.
Atau aku takkan memilih untuk lahir didunia ini.
          Dimana kau tuhan?????
Kulirik jam arlojiku,waktu sudah menunjuk pukul 7 malam. Kufikir tak akan lama lagi kakiku akan ikut mengeluh karena lelah,aku terduduk lemas dibawah pohon rindang ditepi jalan raya,kendaraan yang lalu lalang didepanku tak cukup berhasil membawaku keluar dari fikiran kacau.
Aaaaaagh!!! Harus kemana lagi setelah ini..aku tak banyak kenalan diluar untuk sebuah persinggahan.
“kenapa duduk sendirian ditepi jalan mbak” goda sekilas tiga orang laki-laki yang melintas didepanku,ketiganya tampak lebih muda dariku,alias ABG.
“arif..” ya arif…kenapa aku tidak kekontakan arif saja. Aku meraba-raba seluruh kocek celana bermaksud mencari ponselku.
Uuuuuhh,ponselku aku lempar diatas ranjang tadi. Mau tak mau aku melanjutkan perjalananku kerumah arif dengan berjalan kaki,untung rumah arif tak terlalu jauh dari tempat aku beristirahat tadi.
Setelah kurang lebih 15 menit berjalan akhirnya sekarang aku berada tepat didepan kontrakan arif. Mengetuk pintu itu yang pertama kali cepat dilakukan.
“rif..” sapaku dengan suara serak. Tak lama terdengar langkah kaki yang mengarah kepintu dan pintu terbuka sekarang.
“sinar..” dengan wajah herannya ia membawaku masuk dan menyodorkan segelas air putih kepadaku,tanpa basa basi lagi ku teguk saja air putih itu sampai habis karena kebetulan tenggorokanku juga mengering setelah berjalan dengan jarak yang mencapai berkilo-kilo meter itu.
“ada masalah lagi?” arif membuka pembicaraan.
Aku mengangguk. Arif mendekat dan merapikan poniku yang berantakkan,ia tak berbicara namun polahnya yang sedang berbicara yaitu dengan sentuhan-sentuhan lembutnya yang mengusap rambutku,pipiku,dan bahuku sebagai pengganti ucapan-ucapannya yang bisa membuat aku akan tenang sedikit. Tapi kenapa rasanya kali ini semua respon itu tak peka terhadapku,aku tak merasa tenang sama sekali. Bersyukur arif langsung mengerti akan sikapku.
“kalau udah siap cerita aku ada diluar” arif meninggalkanku dikamarnya sendirian. Itu..itu senjata ampuh arif saat menghadapi aku yang seperti ini,manusia bermasalah.
10 menit…
20 menit…
30 menit…
1 jam…
Aku baru berniat mencari arif. Kulihat arif tengah memperhatikan sesuatu dengan sangat serius dilaptop-nya. Aku duduk disampingnya,ternyata foto-foto konyolku bersama arif yang terpampang.
“liat deh,kita kayak orang gila ya gaya ginian?” ujar arif seraya terkikik kecil. Memang,difoto itu aku dan arif bergaya ala monyet yang lagi jatuh cinta,lucu,gila plus pede. Aku ingat benar kalau foto itu diambil 6 bulan yang lalu saat kami merayakan ulang tahun arif yang ke 21 tahun.
“jadi pengen ngulangin masa-masa itu lagi” lanjut arif seraya merebahkan kepalaku kebahunya dengan tangannya. Tapi apa arif akan tetap ingin mengulang masa-masa itu dan tetap akan seperti ini setelah tau aku adalah seorang…
Aku terisak dibahu arif,menangis dengan suara keras lantas memeluk erat arif. Sudah tak mampu untuk menahannya,sudah tak mampu untuk menampungnya. Tak mampu gadis seperti aku harus menjalani semuanya sendiri tanpa ada yang menemani.
“jangan cuma bisa numpahin semuanya dengan menangis nar. Itu memang bisa buat hati kita lega,tapi gak akan bisa mecahin masalah kita.  kalau kamu memang mau ngelaga..”
“mungkin airmata aku bakalan kering sebentar lagi,tapi kenapa rasa lega itu gak aku nikmati” kupotong saja pembicaraan arif dan belum kulepas pelukanku,melainkan semakin ku eratkan pelukan itu,karena mungkin pelukan ini yang bisa melegakan aku.
“mungkin..kalau kamu terus menangis tanpa berusaha membicarakannya”
Akhirnya kulepaskan pelukan itu dengan pelan,arif kali ini tidak menatap wajahku seperti biasanya saat mengalami masalah,ia tetap memperhatikan foto-foto kami dilaptopnya.
“aku gak akan Tanya-tanya kamu,kecuali kamu yang ingin cerita. Kamu memang pacar aku,kamu yang milikin dan yang ada dihati aku,tapi masalah aku bukan punya kamu begitu juga sebaliknya,aku berharap kamu gak akan salah faham dengan kata-kataku barusan”
Ujarnya sesaat berlalu pergi. Aku takkan pernah tersesat dalam kalimat bijakmu barusan rif,karena aku tau betul kamu selalu memberi hak pribadi itu padaku.
Haaaahh…apa yang terjadi dirumah begitu juga ibu. Apa semuanya baik-baik saja setelah ibu menyuruhku pergi? Aku menyandarkan kepalaku kedinding kemudian memejamkan mata,mengatur nafas dengan sangat baik,melemaskan tubuhku agar begitu santai dan menikmati bunyi jangkrik yang tengah bersorak ria dihalaman kontrakan arif.
Tenang..tenang..dan tenang..itu yang berusaha aku ciptakan sekarang,mencoba menjernihkan pandangan. Ya..ketenangan itu menghampiri sekarang,walau hanya dalam presentase yang tak banyak tapi akan aku syukuri.
Entah sudah berapa lama aku terlelap menikmati ketenangan yang menghampiri,terkejut,…aku membelalakkan mataku dengan cepat,karena merasakan tubuhku terangkat dari sandaran. Ternyata arif menggendongku kearah kamarnya dan membaringkan tubuhku diranjang.
Dengan cepat kembali aku memejamkan mataku saat arif memandang wajahku,mungkin ia memandangku dengan sangat lekat. Yang aku rasakn hanyalah pipiku,keningku,dan bibirku telah dikecupnya.
                            
                             *******************************
          “rif…” aku beranjak dari ranjang arif yang empuk menuju ruang depan. Tak ada sosok arif aku temui,hanya segelas teh dan sepiring nasi goreng yang masih panas diatas meja dan secarik kertas yang tertulis…
“aku pergi keluar kota untuk keperluan skripsiku dan secepatnya pulang. Sarapan sudah siap,tinggal dinikmati,maaf kalau sedikit terasa aneh dicerna oleh lidah sarapannya. Love you,arif” ocehku sambil tersenyum kecil. Kemudian menyantap sarapan itu tanpa berniat membersihkan segala sesuatunya setelah bangun tidur.
Arif memang sebentar lagi akan menjadi sarjana,sekitar satu bulan kedepan semuanya akan rampung dan arif siap untuk mengenakan toga diacara wisudanya. Sayang,dimomen yang sangat penting bagi arif itu sepertinya ia akan melewatinya dengan sendiri,selain orang tuanya yang sudah lama tiada ia memiliki satu-satunya saudara laki-laki pun tak bisa hadir diacara penting itu,dengan alasan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan,dan jarak juga menjadi perhitungan kakak beradik ini,maklum yang biasa disapa mas aris ini karirnya yang sangat diperlukan oleh perusahaan disalah satu kota dinegara AS tengah berkibar. biarpun dalam kondisi seperti itu,mas aris tidak pernah menyia-nyiakan adik satu-satunya yang berumur tiga tahun dibawahnya ini,contohnya seperti membiayai sekolah arif sampai datik ini dan hari wisuda bulan depan bisa terwujud tidak lepas dari peranan mas aris. Jadi semuanya memang akan menimbulkan kata maklum untuk arif sekarang ini.
          Waktu sudah berlalu sangat lama,dan aku hanya menghabiskan waktu yang kurang lebih dua belas jam didepan TV,tak begitu bersemangat untuk melakukan aktivitas yang lain,semuanya akan terasa terpaksa aku lakukan karena otak yang masih sangat penuh dengan fikiran-fikiran yang tak karuan.
“aku pulang” ujar arif seraya menghempaskan tubuhnya disampingku. Tampak lelah lelaki jangkung ini. Akupun menyodorkan segelas air putih,ia tersenyum kearahku seraya meraih gelas itu dan meneguknya hingga habis.
“huuh..akhirnya semuanya selesai. Kemungkinan gak lama lagi aku akan sidang skripsi” ucapnya semangat,aku mengangguk pasti.
Arif beranjak dari tempat duduknya menuju kamar mandi. Kenapa aku begitu sedih mendengar kalimat yang dilontarkan arif,atau rasa takutku yang sangat berkuasa sekarang? takut jika aku akan merusak semangat dan kebahagiaan itu,karena hari ini aku siap untuk menceritakan semuanya pada arif tentang apa yang terjadi denganku. Bahkan mungkin setelah ini arif akn berubah terhadapku,terserah…
“oh iya,gimana masakannya tadi pagi? Gak bikin kamu pengen muntah kan nar?” Tanya arif sesaat keluar dari kamar mandi dengan tubuhnya yang sudah bersih dan segar.
“nggak…tadi aku lahap-lahap aja makannya. Laper juga,jadi rasanya apa udah gak perduli” jawabku,membuat arif tertawa renyah dan kembali duduk disampingku.
beleguk” ujarnya seraya melentirkan ujung hidungku.
aku terdiam,di ikuti arif yang asyik mencari channel TV  yang menarik.
“rif” sapaku “hmmm?” jawab arif tanpa menoleh. Tapi tiba-tiba tubuhku terasa dingin dan jantungku berdegup kencang. Arif menoleh kearahku.
“kenapa sayang?”
“kamu masih cinta sama aku kalau kamu tau aku punya segudang masalah?” tanyaku standar sebelum pada titik pembicaraan yang sebenarnya. Arif tersenyum kecil. Masih santai.
“dari dulu kamu memang punya segudang masalah,apa aku pernah bilang menyerah?”
“kamu masih cinta sama aku kalau kamu tau aku bukan sinar yang dulu?”
“memangnya sinar beda dari yang dulu? Kalau iya,apa bedanya?” arif mulai serius.
“kamu masih cinta sama aku kalau perbedaan itu adalah masalah terbesar buat kita?”
Arif terdiam,entah ia tengah bingung harus menjawab apa,atau tidak ada jawaban untuk pertanyaan itu,tapi yang aku tau arif tak akan kehabisan jawaban ataupun kalimat yang bijak atas pertanyaan-pertanyaanku.
“apa rif?” aku kembali bertanya dan mendesaknya. Arif tetap bungkam dalam tatapan matanya yang sukar ditebak.
“kamu masih cinta sama aku kalau aku seorang kriminal rif?” tanyaku untuk kesekian kalinya dan telah mencapai puncak pembicaraan.
Wajah arif berubah. Wajah yang menggambarkan perasaan kaget,tidak percaya,syok,sangat sangat jelas disana.
“apaan sih kamu? kriminal apa?” Tanya arif dengan nada jengkel.
“mencoba mencelakai orang dengan melemparkannya sepatu yang akhirnya bikin orang itu gak sadar sama sekali. gak tau sekedar pingsan atau malah udah mati. Itu masalah aku rif,itu yang buat aku berada disini” airmataku mulai bersorak sekarang.
“aku udah bunuh orang. Orang yang bikin ibu terluka. Aku pembunuh” rasa yang aku tahan dari semalam sekarang aku tumpahkan disamping arif yang terpatung. Suasana bungkam mengurung kami dalam beberapa menit,tak ada kata,yang ada hanya suara isak tangisku yang tak bisa aku kendalikan lagi dengan posisi duduk yang membelakangi arif. sampai akhirnya arif beranjak dari tempatnya dan memilih keluar rumah. Tak ada niat untuk mengejarnya,tak ada niat untuk membuatnya bisa menerima yang telah terjadi,karena aku tak terlalu mengharapkan itu.
Terserah tuhan…
Jika kau menginginkan arif menjauhi sosok kotor sepertiku,terserah…
Mungkin detik ini juga arif akan menarik kata-kata manisnya dulu untuk selalu menerima aku dengan segala kondisiku,aku ikhlas…
Kurang lebih 32 menit aku terisak sendiri disini,hingga aku memutuskan untuk keluar dari rumah dengan sisa-sisa tenaga yang ada dan saatnya aku kembali kerumah ibu,menghadapi segala akibatnya,juga tak perduli dengan arif. Hanya berharap arif akan baik-baik saja.
Sampai didepan rumah,semua mata tertuju padaku,mungkin makian-makian yang keluar dari mulut orang-orang yang tertarik melihat kondisi rumah dan ibuku sudah membusuk ditubuh ini. Semua memandangku sinis sepanjang dari depan rumah sampai kini berada didepan ibu yang tengah terduduk dengan tangan yang berada dikeningnya.
“ibu” sapaku pelan. Salah satu polisi yang berada disekitar kami dengan cepat memegang tanganku dan salah seorang polisi yang lain memborgol tangan yang seperti tak punya tulang ini,benar-benar seperti tak punya tenaga sedikitpun saat ini semuanya aku pasrahkan.
Ibu terperangah lantas berdiri mendekatiku.
“kenapa kamu kembali sinar? Kamu gak denger apa kata ibu,jangan kembali!!” seru ibu seketika terisak mengguncang bahuku dengan keras.
“kenapa kamu kembali nar” sekarang ibu terlutut didepanku. Aku tak ingin menjawab dan mengeluarkan airmata disituasi ini,mati rasa yang ada. Polisi-polisi yang pasti sudah dari kemarin mencariku sekarang tak sabar membawakan aku ketempat dimana seharusnya aku berada. Polisi membawaku pergi keluar rumah. Dengan spontan ibu menarik baju salah satu polisi mencoba menghadang kepergian kami.
“jangan bawa dia pak,jangan bawa dia” seru ibu histeris seperti orang yang sudah kehilangan akal sehat. Niatku yang semula tak ingin seteteskan airmata ternyata tak terwujud,setetes airmata yang aku tahan itu akhirnya membasahi pipiku bahkan semakin menyesakkan dadaku. Tak tahan melihat reaksi ibu yang membuat aku sekarang tau betapa besar rasa sayangnya padaku walau untuk yang pertama kali semuanya terungkap saat peristiwa gila ini muncul.
Ibu semakin berang,ibu ingin menikam polisi yang membawaku dengan sebuah asbak rokok tapi ditahan oleh polisi lainnya,ibu benar-benar marah besar. Aku tetap dibawa dan dimasukkan kedalam mobil tahanan yang tak pernah ku bayangkan jika aku akan berada didalamnya untuk menuju jeruji besi.
                                      ************************


1 bulan…
3 bulan…
6 bulan…
10 bulan 8 hari…
 Berada dijeruji besi yang pengap,sempit,dingin jika malam,membuat aku sedikit susah untuk beradaptasi bukan tak bisa menerima situasi. Mungkin tingkat rasa sadarku yang tinggi akan akibat kelakuanku,aku bisa dengan sangat ikhlas menerima keadaaan ini. Aku difonis penjara selama 1 tahun penjara oleh jaksa,tapi tuntutan fonis yang diajukan oleh korban yang ternyata hanya mengalami geger otak kecil dan masih diberi kesempatan bernafas itu adalah 3 tahun penjara,karena jasa loyer yang dibayar oleh ibu,aku dibantu hingga sisa tahanan hanya sampai 1 tahun. Lagi-lagi ibu yang mendampingiku,dan yang lebih membuat aku tidak menyesal peristiwa ini terjadi adalah ibu ku yang seorang pelacur kini telah bersiap menyonsong hari sebagai seorang ibu normal tanpa ada embel-embel yang membuat pandangan orang negatif lagi terhadapnya,ibu berhenti dari pekerjaan kotor yang ia geluti selama berbelas-belas tahun itu. Tak salah jika ku katakan bahwa peristiwa kemarin bukanlah musibah melainkan lembaran cerita yang baru aku buka,sebut saja aku orang gila yang senang berada dalam hidup yang seperti ini. Ku telah mendapatkan ibuku,tuhan…walau kurang lengkap rasanya karena arif tak berada disini,tapi aku berusaha untuk mengikuti cara arif untuk memasukkan kata maklum dalam perjalanan hidup yang panjang ini,karena memang tak mudah untuk arif terima hal yang mungkin paling buruk yang pernah ia alami. Dan aku tak pernah menyesal semuanya pernah aku berikan pada lelaki yang memiliki bibir tipis itu,jiwaku telah ia miliki,dan hal yang sangat terpenting bagi seorang wanita telah ia ambil,itu juga tak aku sesali.
“saudari sinar,ada yang ingin bertemu dengan anda” ujar polisi penjaga padaku seraya membuka pintu sel.
“ibu saya ya pak?”
“bukan”
Siapa? Aku berjalan menuju ruang besuk dimana biasanya aku dan ibu biasa bertemu.
Deggg!!! Jantungku berdegup dengan sekencang mungkin melihat sosok laki-laki jangkung,berkulit putih,dengan sisiran rambut yang sangat rapi mengenakan stelan kemeja kotak-kotak berwarna biru muda berdiri tegak menugguku. Orang yang selama 10 bulan 8 hari tak pernah muncul dihidupku lagi,kini berada didepanku. Arif datang menjengukku. Aku melanjutkan langkahku dan duduk tepat didepannya kemudian diikuti oleh laki-laki tampan ini. Mataku tak lepas darinya,bibir tipis yang merah,alis yang tebal,potongan rambut yang selalu rapi dan wangi varfum yang tak berbeda dari 10 bulan yang lalu. Tak ada yang berubah. Kecuali stelan yang sekarang ia kenakan lebih terlihat sangat rapi,berbeda dengan stelan kaos oblong,jeans,atau jacket jeansnya yang berwarna usang karena selalu dipakai dulu,sekarang arif terlihat beribawa dengan stelan kemaja vs jeans yang terlihat masih cerah. Hmmm…begitu banyak yang tidak aku ketahui tentang arif,mungkin sekarang aku tak mengenal sosok arif yang baru.
Tapi…apalagi yang ia inginkan hari ini? Aku fikir semuanya telah berakhir dan tanpa ditanya lagi aku pasti menerima itu.
“apa kabar nar?” basa basi arif.
“baik. Sangat baik” jawabku tersenyum kecil.
“kamu?” arif mengangguk.
“baik. Dan aku tiga bulan yang lalu diterima kerja disalah satu perusahaan besar dijakarta. Lamayan menyita waktu. Maklumlah baru tahap percobaan jadi harus memberi yang terbaik untuk perusahaan” jelas arif ringan. Seolah menyodorkan sekilas hidupnya selama 10 bulan ini,selama tak bersamaku.
“aku ikut senang dengernya”
Suasana yang terasa asing bagi ku mungkin bagi arif juga. Tidak nyaman untuk dinikmati.
Kemudian arif tersenyum kecil. “terlalu banyak basa-basi ya?” ujar arif yang tampak tak tahan dengan suasana garing seperti ini begitu juga aku. Aku tersenyum tipis.
“pasti kamu bingung kenapa arif yang menghilang sekarang memutuskan untuk jenguk kamu” ujar arif lagi dan aku tak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Arif memainkan alisnya berharap ada jawaban dari bibirku.
“iya..aku bingung kenapa kamu datang tiba-tiba. Setelah semuanya aku anggap sudah berakhir dan sebagai sebuah kenangan” tiba-tiba aku dapat menjawab pertanyaan arif didampingi munculnya rasa jengkel mejawab pertanyaan itu. Apa selama ini hanya perasaan yang berbentuk klise jika aku ikhlas melepaskan arif?
“terlalu sulit buat mendengar pernyataan kamu saat itu”
“iya..aku ngerti. Itu gak mudah. Alasan itu yang membuat aku gak berusaha ngejar kamu saat pergi”
“aku tersiksa sinar. Aku tersiksa dalam kondisi seperti itu. Hidup tanpa kamu seperti orang gila,seperti orang bodoh,goblok,semuanya kacau. Kamu tau sidang skripsiku yang dijadwalkan akan sidang minggu itu,gak bisa aku lanjutin karena fikiran aku yang kacau,aku putusin untuk menundanya sampai semester depan sambil menenangkan diri sebentar. Aku gak bisa tanpa kamu,sulit” suara arif bergetar dan matanya berkaca-kaca.
Ia kembali tersenyum “benar-benar bodoh rasanya” ujar arif pelan.
“dan maksud kamu ngejelasin semuanya?” aku mulai semakin kesal tanpa sebab.
“aku mau kamu jadi istri aku” ujar arif sangat hati-hati. Yang membuat puncak kemarahanku pecah.
“gila!” seruku.
“kenapa?”
“kamu ya…datang dengan tiba-tiba,setelah hampir setahun menghilang dan sekarang kamu minta aku jadi istri kamu. Kemana otak kamu,ha? Kamu gak mikirin perasaan aku yang sekian lama kamu tinggal,dan tanpa kabar lagi. Kamu ternyata benar-benar gila,gak punya perasaan,dan kamu bukan arif yang aku kenal. Kamu pergi dan jangan pernah kesini lagi,semuanya udah berakhir rif.” jelasku sekaligus untuk yang pertama kalinya berbicara kasar pada arif. Baru saja arif ingin berbicara secepat kilat aku memanggil polisi yang berjaga untuk membawa aku kembali masuk ke sel.
“sinar..” panggil arif.
“pergi kamu!!” seruku seraya berlalu pergi.
Bingung,kesal,marah semuanya berkecamuk didada ini. Rasa ikhlas yang aku coba jalankan kemarin ternyata hanya sebagai penghibur saja dan sekarang rasa marah karena arif meniggalkan aku dan membiarkan aku sendirian dengan masalah yang berkepanjangan kini berperan besar. Aku tak bisa melupakan arif dengan mudah,seperti terombang ambing dalam ketidakpastian saja rasanya.
Malam ini fikiran ku didatangi oleh wajah yang akan ku katakan pengganggu semenjak dia datang kembali,seperti terulang dalam masa-masa indah bersamanya,aku tak bisa tertidur nyenyak. Sampai sepagi ini aku masih tetap terjaga. Arif benar-benar kembali dihidupku.
         
          ***********************************************
Suasana hari demi hari setelah kedatangan arif begitu membuat waktuku seperti diambil setir olehnya,tak bisa pergi dari sosok itu.
“nih ibu bawakan makanan kesukaan kamu” ibu membuka rantang makanannya seperti biasa saat menjangukku.
“iya buk” jawabku lesu.
“kenapa nar?”
“nggak” jawabku seraya tersenyum kearah ibu.
“pagi semua” suara itu..suara arif,aku menoleh juga ibu. Dengan sangat santun arif langsung menyalami tangan ibu kemudian dipersilahkan oleh ibu untuk duduk disampingnya.
“siapanya sinar?” Tanya ibu dengan hangat.
“saya arif bu” ibu langsung melirik kearahku,ibu memang telah mengetahui keberadaan arif dihidupku,jadi ibu tak begitu kaget melihat sosoknya. Tapi tak bisa disembunyikan ibu sedikit mengadakan penelitian diam-diam dengan menatap sosok arif dari ujung rambut sampai ujung kaki,mungkin ibu ingin tau kenapa arif beberapa saat yang lalu bisa menjadi orang yang sangat aku cintai. Bahkan mungkin ibu masih mengetahui jika aku masih menyimpan rasa pada arif,karena ibu sesekali memandangku dengan senyum centilnya. Oough,ibu!!
“apa kabar nar?”
“baik”
“mmm…ibu ganggu ya?” tiba-tiba ibu menatap kami berdua secara bergiliran seakan ia mengerti bahwa kami butuh tempat untuk berdua. “oh..nggak bu,ibu sama sekali gak ganggu. Dan…” arif menarik nafas panjang “saya butuh ibu disini” sambungnya.
“butuh saya?”
“iya,saya butuh ibu disini”
Haaahh..jangan pernah berbuat konyol arif. Batinku mulai menerawang apa yang akan dilakukan laki-laki ini.
Buk, saya mau ibu tau kalau saya menginginkan anak ibu ” ujar arif akhirnya. “dari dulu” lanjutnya. Keras kepala.
“mmmm..” ibu yang ingin menjawab pernyataan arif langsung kusambar dengan celotehanku.
“arif!!” pekikku,tak perduli orang diruangan itu memandangku aneh. Orang seperti arif bisa-bisa membuat aku stress dalam jangka waktu yang lama karena tingkahnya.
“udah…jangan pernah bahas masalah itu lagi. Kamu gak ngerti atau goblok sih? Kenapa kamu masih ngarapin aku yang gak mungkin bisa jadi yang terbaik buat kamu. Jangan pura-pura gak pengen ambil tau kamu soal ini”
“apanya yang pura-pura nar? Ini bukan sesuatu yang bisa aku mainin,aku serius”
“kita bicara masa depan,arif!”
“iya aku tau!” seru arif yang sekarang tampak mulai ikut emosi.
“justru itu yang mau aku capai sekarang,masa depan itu aku mau ada kamu sinar. Dosa menurut kamu aku cinta sama kamu,atau salah aku nerima kamu yang sekarang menjadi penghuni penjara?” ujar arif dengan nada gusarnya.
“atau ini hanya sebagai wujud rasa marah kamu setelah aku menghilang selama 10 bulan? Jangan bermain dengan kata munafik sekarang,karena aku tau kamu gak begitu ahli untuk melakukannya” mata arif berubah memerah menatapku,sumpah..aku tak pernah melihat arif begitu marah seperti ini. Aku,arif dan ibu membungkam. Dan arif beberapa saat untuk kedua kalinya mencoba menarik nafas panjang,seketika sikapnya berubah sedikit tenang.
“ mmm rif, ibu harap nak arif mengerti keadaan sinar selama hampir setahun belakangan ini. Ini bukan perkara yang mudah untuk dilalui oleh seorang sinar. Apalagi nak arif tiba-tiba datang dan ingin menjjadikan sinar sebagai seorang istri, tentu sangat membuat sinar semakin bingung. Apa gak bisa tunggu sinar benar-benar dalam keadaan yang baik untuk membicarakan ini?” jelas ibu berusaha menengahi kami.
“gak bu,ini waktunya biar sinar tau” arif tak mau kalah.
“aku bukan menghilang nar. Aku berusaha cari kepastian tentang jawaban atas pertanyaan kamu” kata arif lagi padaku.
Aku bisa terka jawaban tentang apa yang dibicarakan arif,jawaban dari  pertanyaan tempo hari tentang perasaan arif terhadapku setelah tau aku sinar yang berbeda.
“lupain rif..” aku memutuskan untuk bersuara dan juga untuk pertama kalinya setelah 10 bulan yang lalu tidak meneteskan airmata sekarang tertumpah sudah. Terlalu merasa kesal melihat mimik wajah arif yang berusaha meyakinkan itu. Dengan pelan arif mmeraih tangan kananku dan menggenggamnya erat.
“demi tuhan sinar,diruang ini,didepan ibu kandung kamu,aku masih cinta sama kamu dalam kondisi yang kurang bersahabat seperti ini” oh tuhan…aku harus bagaimana menghadapi arif?
“dan demi tuhan,jadi istri aku”
                            
                   ************************************
Tepat 11 bulan aku didalam penjara pengap ini dengan mengenakan setelan yang rapi dari biasanya,aku berada disamping arif yang juga tak kalah rapi. Dan dijari manis kananku sekarang sudah melingkar sebuah cincin emas polos pemberian ARIF YUDISTIRA pada hari kamis tepat pukul 11 WIB masih diruang jenguk rutan telah resmi menjadi imamku. Ya…arif menikahiku dengan suasana yang hikmat. Sekarang lembar pertama dihidupku mulai ku buka,bersama laki-laki yang aku cintai.
Perjalanan hidup yang lalu memang membuat aku sempat menyalahkan tuhan atas semua yang tak akan pernah sempurna ini,tapi..ternyata tuhan memberi kesempatan padaku untuk menikmati hidup itu dengan hampir sempurna. Karena tuhan memberikan aku bermacam rasa untuk memperjuangkan hidup yang tak biasa ini dan merubahnya menjadi  hidup yang luar biasa. Tuhan sayang aku..
          “One inspiration 4 nidji songs”

                                                                                      11062010