Cong, Besok Puasa Tidak?
Oleh: Ubay KPI
Sebuah kata Tanya yang sangat besar artinya bagi saya
setelah kuingat kembali perkataan itu saat ini. “Cong, besok puasa tidak?”.
Itulah kata-kata yang selalu saya dengar ketika jam dinding
menunjukkan pukul tiga malam ketika bulan Ramadan. Kata Tanya itu selalu saya
dengar setiap malam di bulan puasa ketika saya masih berumur 5 tahun atau saya
baru saja belajar mengaji. Embu’
(ibu) selalu membangunkan tidurku kala itu hanya dengan empat kata itu, kacong
adalah sebutan bagi anak laki-laki orang Madura yang biasa hanya ambil cong-nya
saja.
Kala itu saya tidak mengerti kepada orang tua saya, kenapa
selalu membangunkan saya ketika waktu sahur tiba, padahal sangat tidak masuk
akan seusia saya akan mampu puasa sehari penuh dalam bulan Ramadan, kadang yang
udah gede saja juga bolos puasanya, bahkan kalau saat ini yang tua pun juga
banyak dijumpai tidak puasa. Kenapa mereka itu, apa mereka tidak mampu untuk
menahan lapar, atau tak mampu menahan haus, atau tidak mampu menahan untuk
tidak merokok, atau-mereka karena malas? Yang jelas mereka punya alasan
peribadi.
Pertanyaan itu baru kusadari ketika saya menginjakkan kaki
di bangku sekolah kelas tiga madrasah ibtidaiyah, ketika huru menjelaskan
tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya. Bapak guru kala itu menjelaskan
kitab Qowa’idul Fiqhiyah, sebuah kitab klasik jarangan ulama salaf. Guru
menjelaskan bahwa sebagai orang tua wajib membimbing anaknya tentang agama, dan
ibadah. Dan guru memberikan contoh pertama tentang salat. Kata guru, anak usia
lima tahun sudah wajib disuruh untuk belajar salat, dan bila sudah usia usia
tujuh tahun anak itu masih tidak mau untuk salat, maka orang tua sudah
diperbolehkan untuk memukul sekedarnya.
Dan contoh kedua yakni guru mencontohkan puasa, orang tua
seharusnya mempelajari anak-nya yang maish kecil untuk puasa, meskipun ia tidak
puasa sehari penuh. Bisa sampai dengan pukul 10 siang, atau sampai tengah hari.
Dan selanjutnya bertahap, setiap hari semakin ditambah., ditambah, ditambah,
dan akhirnya ia akan terbiasa dan akan mampu puasa sehari penuh.
Dengan penjelasan itu saya mulai ingat dengan kata tanya
yang selalu mengusik tidurku dulu, yah, mungkin ini adalah tujuan dari kata
tanya itu. Mungkin Embu’ memang
sengaja mendidik saya dengan tanpa memaksa dan mengajarkan untuk berpuasa. Saya
masih ingat, ketika usia saya lima tahun, saya selalu puasa ketika pagi hari,
kadang sampai pukul 10, 11, dan 12. Dan pada usia itu seingatan saya ketika
pertengahan bulan Ramadan saya sempat penuh puasanya oleh karena sudah terbiasa
dan iri dengan kakak saya yang sudah bisa puasa penuh. Tahun itu adalah tahun
pertama saya belajar puasa. Tapi di ujung bulan Ramadan saya tidak pernah penuh
sebab selalu tergoda dengan banyaknya kue lebaran yang Embu’ buat.
No comments:
Post a Comment