Friday, 20 July 2012

Cong, Besok Puasa Tidak?


Cong, Besok Puasa Tidak?
Oleh: Ubay KPI

Sebuah kata Tanya yang sangat besar artinya bagi saya setelah kuingat kembali perkataan itu saat ini. “Cong, besok puasa tidak?”.
Itulah kata-kata yang selalu saya dengar ketika jam dinding menunjukkan pukul tiga malam ketika bulan Ramadan. Kata Tanya itu selalu saya dengar setiap malam di bulan puasa ketika saya masih berumur 5 tahun atau saya baru saja belajar mengaji. Embu’ (ibu) selalu membangunkan tidurku kala itu hanya dengan empat kata itu, kacong adalah sebutan bagi anak laki-laki orang Madura yang biasa hanya ambil cong-nya saja.
Kala itu saya tidak mengerti kepada orang tua saya, kenapa selalu membangunkan saya ketika waktu sahur tiba, padahal sangat tidak masuk akan seusia saya akan mampu puasa sehari penuh dalam bulan Ramadan, kadang yang udah gede saja juga bolos puasanya, bahkan kalau saat ini yang tua pun juga banyak dijumpai tidak puasa. Kenapa mereka itu, apa mereka tidak mampu untuk menahan lapar, atau tak mampu menahan haus, atau tidak mampu menahan untuk tidak merokok, atau-mereka karena malas? Yang jelas mereka punya alasan peribadi.
Pertanyaan itu baru kusadari ketika saya menginjakkan kaki di bangku sekolah kelas tiga madrasah ibtidaiyah, ketika huru menjelaskan tentang kewajiban orang tua terhadap anaknya. Bapak guru kala itu menjelaskan kitab Qowa’idul Fiqhiyah, sebuah kitab klasik jarangan ulama salaf. Guru menjelaskan bahwa sebagai orang tua wajib membimbing anaknya tentang agama, dan ibadah. Dan guru memberikan contoh pertama tentang salat. Kata guru, anak usia lima tahun sudah wajib disuruh untuk belajar salat, dan bila sudah usia usia tujuh tahun anak itu masih tidak mau untuk salat, maka orang tua sudah diperbolehkan untuk memukul sekedarnya.
Dan contoh kedua yakni guru mencontohkan puasa, orang tua seharusnya mempelajari anak-nya yang maish kecil untuk puasa, meskipun ia tidak puasa sehari penuh. Bisa sampai dengan pukul 10 siang, atau sampai tengah hari. Dan selanjutnya bertahap, setiap hari semakin ditambah., ditambah, ditambah, dan akhirnya ia akan terbiasa dan akan mampu puasa sehari penuh.
Dengan penjelasan itu saya mulai ingat dengan kata tanya yang selalu mengusik tidurku dulu, yah, mungkin ini adalah tujuan dari kata tanya itu. Mungkin Embu’ memang sengaja mendidik saya dengan tanpa memaksa dan mengajarkan untuk berpuasa. Saya masih ingat, ketika usia saya lima tahun, saya selalu puasa ketika pagi hari, kadang sampai pukul 10, 11, dan 12. Dan pada usia itu seingatan saya ketika pertengahan bulan Ramadan saya sempat penuh puasanya oleh karena sudah terbiasa dan iri dengan kakak saya yang sudah bisa puasa penuh. Tahun itu adalah tahun pertama saya belajar puasa. Tapi di ujung bulan Ramadan saya tidak pernah penuh sebab selalu tergoda dengan banyaknya kue lebaran yang Embu’ buat.


No comments:

Post a Comment