Thursday, 15 November 2012

Karapan Sapi dan Sapi Sonok


Karapan Sapi dan Sapi Sonok

Oleh Subro


Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur.

Hiburan rakyat ini berawal dari seorang raja Sumenep yang bernama Raden Temor bergelar Raja Socadiningrat III yang merasa simpati kepada ketekunan para petani dalam membajak sawahnya.
Ketika Raden Temor diangkat menjadi Raja Sumenep, seluruh rakyat sangat mendukung dengan suka cita dan sungguh-sungguh. Sang Raja kemudian berkeinginan memakmurkan hidup dan memberi kebahagiaan kepada rakyatnya.
Untuk tujuan mulianya itu selanjutnya beliau melakukan perjalanan ke seluruh negeri untuk melihat keadaan rakyatnya secara langsung dan sambil memikirkan sesuatu untuk mereka.

Suatu hari mulailah Sang Raja melakukan perjalanan keliling ke segenap penjuru Madura dengan dikawal oleh Senapati Sumenep, Banyak Tantra, dan diiringi oleh sepasukan kecil bayangkara. Sang Raja mengendarai kereta kerajaan yang ditarik oleh seekor kuda yang gagah.
Desa dan kota dikunjungi satu persatu. Setelah cukup jauh berjalan, dan Raja terkagum-kagum melihat kerja keras rakyatnya yang tak kenal putus asa dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Raja juga bertemu dengan beberapa orang rakyatnya. Bahkan Raja juga membangun perkemahan yang letaknya di batas desa agar bisa melihat rakyatnya lebih dekat.

Setelah beristirahat malamnya, maka pada pagi harinya Raja mengajak Senapati kembali berjalan-jalan dengan menunggangi kuda. Dalam perjalanannya dengan berkuda Raja tertarik ketika melihat sebagian penduduk sedang mengolah tanahnya menggunakan bajak yang ditarik oleh sepasang sapi yang kuat. Kebetulan ketika itu akhir musim kemarau. Tidak cukup hanya dengan melihat, Raja tampaknya ingin naik di atas bajak yang ditarik sapi tersebut.
Ketika sedang asik berkuda sambil melihat-lihat keadaan rakyatnya, Raja tiba-tiba melihat seekor sapi yang lepas. Sapi itu melintasinya dan berlari dengan cepat. Dibelakangnya pemilik sapi itu mengejar dengan menunggangi kuda. Melihat pemiliknya kesulitan menangkap sapi itu, maka Raja ikut membantu mengejarnya dengan berkuda sampai dapat. Setelah Raja dan Senapati mencoba dan merasakan membajak sawah,  serta melihat kecepatan sapi itu berlari, Raja kemudian berfikir betapa lambat sapi itu berjalan dengan membawa bajak tetapi alangkah cepatnya sapi itu berlari tanpa membawa bajak.

Raja juga berfikir betapa pekerjaan membajak itu lama-lama membosankan, dan untuk itu para petani juga perlu hiburan.
Selanjutnya raja berfikir membuat semacam pacuan sapi dengan tidak menyertakan mata bajak, cukup dengan memakai kleles (tempat kusir bediri).
Awalnya Raja mencoba mengadu kecepatan dengan Senapati. Para rakyat yang melihat pun takjub dengan permainan itu. Bahkan banyak dari mereka yang ingin mencobanya.
Setelah dilihat banyak peminatnya, Raja kemudian mengumpulkan penduduk dan juga para pengawal. Kemudian Raja menginstruksikan agar selain bekerja rakyat juga harus mendapat hiburan. Maka jadilah hiburan itu, Karapan Sapi. Karapan berasal dari kata Korab yang dalam bahasa Madura berarti pekerjaan mengolah tanah, atau membajak tanah. Kemudian Raja juga meminta persetujuan rakyatnya agar hiburan ini dilakukan setelah musim membajak usai. (Disarikan dari buku: Cerita Rakyat MADURA, Asal Mula KARAPAN SAPI di Madura. Penulis, Yuliadi Sukardi. CV Pustaka Setia Bandung. 2006).
Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu, kleles (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Di Kalimantan Barat karapan sapi pernah juga diadakan walaupun tidak semeriah di Pulau Madura.
Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang. Harga sapi yang menang kemudian melonjak tinggi, bahkan belipat ganda tetapi pemiliknya kebanyakan enggan menjualnya. Karena secara sosial pemilik sapi karapan akan naik status sosialnya.
Sehari sebelum karapan sapi diadakan, biasanya juga diadakan lomba kontes sapi sonok. Perlombaan sapi sonok ini cukup menarik perhatian penonton. Sapi-sapi yang dilombakan adalah sapi betina yang seluruh tubuhnya diberi hiasan atau semacam pakaian bangsawan.
Kalau sapi-sapi betina mampu berlenggak-lenggok atau bahkan seperti berjoget bak permaisuri, akan diberikan skor penilaian yang tinggi. Tetapi, penilaian yang lebih penting justru pada bagian akhir perlombaan, saat sapi-sapi tersebut diharuskan memasuki sebuah ruangan cermin. Banyak sapi yang takut memasuki ruangan cermin, makanya banyak yang gagal menjadi juara. Hanya sapi-sapi yang sudah terlatihlah yang bisa memasuki ruangan cermin tersebut.
Karapan sapi merupakan acara yang prestisius bagi masyarakat Madura, pemilik sapi karapan akan merasa status sosialnya terangkat apabila sapinya bisa menjadi juara. Kejuaraan dimulai dari tingkat Kecamatan dilanjutkan ke tingkat Kabupaten dan diteruskan sampai ketingkat Karesidenan. Sistim perlombaan karapan sapi cukup unik yaitu adanya juara kalah dan menang.
Karapan Sapi awalnya merupakan hiburan bagi para petani yang tekun mengolah (membajak) sawahnya, sementara Sapi Sonok merupakan hiburan bagi para peternak sapi yang dengan gigih merawat sapi-sapinya.
Walaupun awalnya karapan sapi ini dilakukan seusai musim membajak, tapi saat ini perlombaan tersebut sudah menjadi agenda wisata yang bisa dilaksanakan kapan saja.
Karapan Sapi merupakan kontes ketangkasan sapi jantan, sementara Sapi Sonok merupakan kontes kecantikan sapi betina. Pada keduanya terkandung makna yang luhur dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupannya.

Penulis adalah Budayawan Madura dari Kalbar dan Ketua III (Bidang Sosial Budaya) Ikatan Keluarga Besar Madura (IKBM) Kalbar.

No comments:

Post a Comment