Kriteria "Pakar" atau
"Pengamat" Bagi Narasumber
Oleh UBAY KPI
Malam yang hening, hanya ada
cicak cekikikan entah dimana. Kaka tidur pulas, begitu juga ibu dan keponakan.
Sudah sedari tadi berlayar ke pulau kapuk.
Cuaca tak sedingin pada malam kemarin, seharian tadi memang tak
ada hujan. Namun suara guntur sudah sedikit berdahak di awang sana. Yah, mata
ini masih tetap saja terbelalak belum mau bisa terpejam.
Entah sampai kapan mata ini terus dan terus melotot? Semoga saja
tak sampai melewati jam tiga subuh.
Dengan satu bantal di kepala, satu di kaki, dan satu lagi di
sisi kanan, tubuh seberat 69 kilo gram ini berselonjor dengan kepala di arah
selatan. Tak ada yang mau dibuat selain jempolan dengan facebook, twitter, BBM,
dan membuka situs berita online.
Maklum, lagi seneng baca beberapa tahun terakhir ini. Begitu
juga menulis meski hanya ecek-ecek.
Ingin, dan ingin sekali saya memahami banyak tentang jurnalisme.
Bahkan mengajar jurnalistik menjadi bagian dari cita-cita panjang saya. Malam
ini, dalam kesendirian saya teringat banyak tentang jurnalisme di blog Mas
Andreas Harsono. Orang Jember yang hijrah ke Jakarta. Orang pintar yang kata
kawan saya di Pontianak kepintaran. Statemen itu terlontar karena mungkin masih
mengingat soal "Seruan Pontianak" pada tahun 1999 lalu.
Yah, bagi saya ocehan itu masuk telinga kanan keluar telinga
kiri. Inginnya celotehan seperti itu, ingin saya masukkan dari telingan kanan
dan dikeluarkan melalui lubang bokong, tapi kasian kawan saya yang mengatakan
seperti itu.
Meski tak terlalu kenal dengan Mas Aha (singkatan nama Mas
Andreas), namun saya sangat merasakan ilmu jurnalisme yang pernah ia sampai
kepada saya. Baru sekali bertemu dengan dia, tapi sangat senang, karena bertemu
langsung di apartemennya dengan waktu obrol yang sangat panjang dan fokus.
Saya membaca tulisan tentang gelar "pakar" atau
"pengamat" yang dipaparkan oleh Mas Aha. Begitu kesentil banget
rasanya oleh tulisan itu. Bagaimana tidak, dua hari yang lalu, saya menulis
"pakar pendidikan" untuk Dr. Aswandi.
Waktu itu tuh, saya betul-betul lupa, padahal dalam tulisan
sebelum-sebelumnya saya tak pernah menulis seseorang dengan lebel
"pakar" atau "pengamat" pada narasumber yang wawancarai.
Itu karena sudah diberitahu oleh Mas Andreas waktu di Pontianak. Tapi dua hari
lalu itu saya betul-betul kelupaan banget. Mungkin karena sudah biasa membaca
tulisan kawan-kawan di media lain yang selalu menyebut Dr. Aswandi dengan label
"pakar" atau "pengamat", sehingga pikiran saya langsung
menuju kata itu.
Hmmmm, nyuesel banget, nyesel sekonyongkoter banget.
Sebab, menurut pandangan saya, Dr. Aswandi memang masih belum
layak menyandang label itu, bila mengikuti kriteria yang disampaikan Mas Aha.
Kenapa tidak? Masih banyak yang perlu dilengkapi oleh Dr. Aswandi.
Lebih jelasnya, silahkan anda baca tulisan Mas Andreas
Harsono tentang kriteria seorang "pakar" atau "pengamat" di sini.
Menjelang Tidur
Di Kamar Pondok Kelahiran
Jumat, 7 Desember 2012, Pukul 01.57
No comments:
Post a Comment