Saya Bangga Jadi Anak Madura
Lantas, Kenapa dengan Orang Sunda?
Oleh Ubay KPI
Tadi malam di sebuah rumah karaoke di pusat Kota Pontianak
saya bertemu dengan orang Sunda, asalnya dari Bandung. Pikir saya, ini cocok
dipanggil teteh. Sejauh saya mengenal orang Sunda, selalu memiliki perilaku
yang lemah lembut. Namun tak seperti yang saya pikirkan, saya terenyak ketika
si cewek itu malah balik tanya ke saya.
“Ndak suka ya ma orang Sunda,” tanya si cewek itu kepada
saya.
Tak perlu menunggu, saya langsung jawab dengan tegas. Tak ada
masalah mau suka apa dan dari mana. “Kirain ndak suka,” timpal dia.
Saya jadi heran, kenapa dia bisa bertanya demikian,
mungkinkan ada sebagian orang yang tak suka dengan orang Sunda? Atau mungkin
ada kasus lain. Saya tak bisa menerka.
Niat saya bertanya hanya ingin mengetahui sedikit latar
belakangnya saja. Tanpa diperpanjang, langsung saya jelasin kalau saya tak
pernah ada masalah dalam bergaul. Mau orang itu hitam, kuning langsat, kuning,
atau setengah hitam. So, untuk saya tetap masuk dalam orang yang penting untuk
dijadikan kawan. Tanpa harus melihat latar belakang. Apa itu, Dayak, Sunda,
Jawa, Betawi, Padang, Madura, Melayu, atau yang lainnya. Saya selalu enjoy
dalam persahabatan.
Saat itu juga, langsung saya timpali kalau saya banyak
rekan-rekan orang Sunda, termasuk kawan di Forkomnas KPI asal Bandung. Dia welcome
dan diam saja mendengar penjelasan saya. Mungkin dia paham kalau saya tak
pernah memandang suku dan bulu dalam berteman.
Atas pengakuan cewek itu, meski telah menodong saya dengan
pertanyaan yang mencengangkan bagi saya. Saya cukup bangga, bangga karena dia
telah mengakui sukunya. Sungguh amat saya acungi jempol.
Karena, selama ini saya selalu berpandangan penting
memberitahu identitas bila ditanya. Yah, hitung-hitung memperkuat “Bhinneka
Tunggal Ika”.
Dalam tatatan budaya, setiap etnis memiliki streotip yang
berbeda. Akan tetapi sangat tidak pantas bila mempermasalahkan streotip itu.
Saya sebagai orang yang dilahirkan dari keluarga Madura,
terus bangga dan tak mengelak asal usul saya, khususnya ketika orang bertanya tentang suku saya. Dengan
tanpa berpikir akan pandangan orang terhadap suku Madura, yang dikenal dengan
streotip yang agak buruk dalam pandangan sebagian orang, saya tetap lantang
mengaku sebagai generasi Madura. Penerus estafet perjuangan cita-cita sesepuh. Seperti
pengentasan dan pemahaman akan pentingnya pendidikan, serta lambat laun
menghapus streotip orang Madura yang dikenal kasar.
Bersambung…………..
No comments:
Post a Comment