Apes Melulu
Oleh Ubay KPI
Ini kisah terjadi ketika saya memulai sesuatu yang menurut
saya awal atau embrio dari profesiku saat ini. Dua kisah yang amat saya senangi
dan ikhlas melaksanakan dan menerima meski ada kekesalan sedikit dalam diri.
Pertama terjadi pada awal tahun 2009 atau di awal Januari,
saya pertama kali memutuskan kerja sebagai pengecer Koran di perempatan Jalan
Gusti Situt Mahmud-Sultan Hamid 1-28 Oktober-Selat Panjang Pontianak Utara. Di
situ pertama kali saya memampangkan muka di depan khalayak ramai, anggap saja
perempatan itu adalah media bagi saya sebab di situ saya banyak dikenal orang
terutama pengguna jalan khususnya pelanggan koran.
Di hari pertama saya mengecer koran, saya tempatkan motor
saya pas di sudut jalan atau tikungan dari arah Siantan ke Jalan 28 Oktober. Di
situ saya parkir motor. Alasan saya parkir di situ agar mudah dipantau khawatir
dipinjam orang tanpa izin alias dicuri. Pagi itu juga sekitar pukul setengah
tujuh, ada polisi lalu lintas yang bertugas, saya tetap saja menikmati profesi
baruku menawarkan Koran kepada pengguna jalan ketika lampu lintas menstruasi
atau berwarna merah. Sekitar pukul setengah delapan saya dikagetkan dengn motor
saya yang sudah tidak ada di tempat semula. Bergegas saya tengok dan ternyata
motor dipindahkan polisi ke depan ruko yang tak jauh dari persimpangan. Setelah
saya ketahui motor KTM butut saya tetap utuh
dengan tonggak penahannya, saya lanjutkan kembali menjual Koran. Awalnya
tidak ada curiga motor saya akan diseret oleh polisi dan firasat saya mungkin
agar tidak mengganggu pengguna jalan. Namun saya sontak kaget ketika saya
hendak pulang kala itu Koran saya banyak belum laku terjual karena panas saya
memutuskan untuk pulang yang masalah Koran sisa biar diretur pada agen.
Kagetnya bukan main, motor saya hanya meninggalkan bekas tonggaknya, raib tanpa
kabar.
Persaannku motor hilang, motor hilang. Kemudian saya tanya
pada paman yang kerja becak di perempatan itu juga, namun paman juga tidak tahu
dan tak melihat siapa yang membawanya. Dan bahkan paman seolah-olah menyalahkan
saya karena tidak memarkir motor di warung dekat keponakan saya yang
berdempetan dengan pangkal ojek juga tepatnya di sudut Jalan Selat
Pangjang-Sultan Hamid I. “kenapa tidak dititipkan di warung sana, kan banyak
orang di warung, lagian di sana juga banyak keluargamu ,“ kata paman sambil
meembantu mencari motor saya.
Saya kala itu tidak menitipkan motor di warung keponakan saya
itu karena saya merasa malu sebab sebagai penjual koran. Mau ketemu saja
rasanya malu apalagi sampai mau nitip motor dengan alasan mau jualan Koran.
Apes memang apes! Setealh sekitar setengah saya cari di
sekitar tempat motor atau di depan ruko itu, kemudian paman meminta saya
mengecek ke kantor Polsek Utara yang jaraknya sekitar 300 meter dari simpang
itu, dengan jalan kaki sambil menjinjing Koran saya ke Polsek, dan melihat
motor saya yang berwarna krim ternyata sudah ada disana bergabung dengan motor
yang terjaring razia. Melihat motorku masih ada saya sedikit tenang meskipun
saya sudah yakin harus berurusan dengan polisi. Bingungnya kala itu, motor saya
blong banget bukan hanya remnya, namun surat-suratnya juga tidak ada, jangankan
STNK, BPKB-pun saya tak pegang. STNK motor saya tinggal di daerah Sungai Kunyit
dekat Sungai Duri Bengkayang di sebuah kios bensin ketika saya kehabisan bensin
habis pulang dari Sungai Duri’ dan tak sempat ambil selama dua bulan sehingga
STNK itu setelah mau diambil sudah tidak ada. Sedangkan BPKB-nya saya gadaikan
ke agen counter pulsa elektrik di daerah Siantan ketika saya butuh modal untuk
berjualan pulsa, yang akhirnya bisnis kecilan itu bangkrut dan gulung tikar
dengan modalnya dan tak sempat tebus BPKB.
Di kantor polisi saya tanyakan baik-baik kepada anggota yang
ada di situ, kenapa motor saya dibawa tanpa izin? Salah satu polisi bertanya
mana motornya? Saya tunjuk motor saya. Saya sempat bersitegang dengan polisi
kala itu yang berjumlah tiga orang, saya selalu menyudutkan polisi dengan
alasan membawa tanpa izin, tapi yang namanya polisi pasti tak mau kalah dengan
begitu saja karena seragamnya. Setelah saya sudutkan terus kemudian ada mimic
wajah polisi itu marah dan membentak saya. Namun saya tetap saja melawan dengan
dalih kalau saya kena razia tak mungkin kunci motor itu masih ada dengan saya.
Setelah polisi itu tahu kalau kuncinya masih dengan saya,
kemudian marahnya sedikit berkurang namun tetap saja mempertahankan dirinya
benar. Karena polisi tak ada alasan lagi dan saya memang yang benar polisi
membawa motor saya tanpa izin, kemudian polisi meminta surat-surat motor saya,
dengan blak-blakan saya bilang tak ada suratnya, “STNK saya hilang, dan BPKB
saya gadaikan dan belum diambil, serta kaca spion memang saya tidak pasanga,”
kata saya kepada polisi.
Akhirnya, motor saya tidak bisa dibawa sebelum surat-surat
khususnya BPKB-nya ada. Dengan itu saya pulang dengan jalan kaki ke Gang Blitar
I tempat sepupu yang saya jadikan tempat menginap di Siantan. Selam tujuh hari
atau satu minggu motor saya di Polsek karena saya belum bisa menebus BPKB saya.
Setelah hari ke delapan, saya baru bisa tebus BPKB, dan meminta tolong anggota
polisi yang kebetulan kenal dengan sepupu saya untuk mengeluarkan dengan
membawa BPKB, tujuannya agar saya tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk sopui
anggota polisi.
Akhirnya sore harinya bisa keluar motor saya, kepada polisi
temannnya sepupu yang membantu saya, saya kasikan uang, namun ia tidak mau dan
bilang suruh beli rokok Dji Sam Soe saja satu bungkus untuk penjaga malam, saya
belikan rokok dan saya kasikan ke satpam, begitu juga saya paksa polisi
temannya sepupu itu untuk menerima namun tetap tidak mau. Akhirnya saya isikan
ia pulsa sepuluh ribu sebagai ucap terima kasih. Selama motor saya berdomisili
di Polsek, selama tujuh hari saya minjam motor kawan untuk mengambil Koran
subuh hari ke Plamboyan. Setelah itu kemudian saya pakai motor saya lagi. Apes
ya apes bener berjualan Koran yang kali pertama.
Apes juga saya rasakan ketika pertama kali saya belajar
meliput berita waktu itu saya belum wartawan namun mulai suka dengan profesi
sebagai wartawan sehingga saya belajar meliput meski belum tahu bagaimana cara
menulis berita.
Pada waktu itu saya meliput partai final futsal piala KORPRI
yang diadakan di lapangan futsal Andaria Jalan 28 Oktober. Kejuaraan antar
pegawai kala itu juara pertama diraih tim Soedarso yang mengalahkan tim PU di
final.
Waktu itu saya lupa bulan apa, namun yang pasti akhir tahun
2009. Waktu liputan saya tinggalkan helm GM saya di kursi penonton, dan setelah
saya pindah helm yang saya simpan awalnya di dekat saya itu ketingggalan karena
saya lupa karena mau menyaksikan pertandingan dari tempat yang bagus yakni
sebelah tepi barat lapangan, sedangkan awalnya saya duduk di sebelah tepi utara
lapangan.
Saya lupa benar dengan helm itu, dan baru saya ingat ketika
saya hendak pulang, setelah dilihat ke tempat semula raib tanpa bekas, kala itu
memang masih ngetrennya helm GM dan tidak boleh simpan disembarang tempat sebab
rawan pencurian. Kala itu juga masih belum ada helm KYT yang lebih negtren
setelah beberap bulan GM laris.
Apes lagi, apes lagi. Namun meski helm saya hilang, saya
tidak terlalu memikirkan dan saya mengikhlaskan betul kehilangan itu. Seakan
tiada nyesal atau berat. Dan saya meniatkan dalam hati helm itu saya sedekahkan
pada orang yang mengambil. Entah kenapa kala itu saya ingat pada pelajaran
Alquran Hadis ketika aliyah, pernah saya mendengarkan penjelasan dari bapak
guru amat besar orang mengikhlaskan dengan menganggap menjadikan sedekah apabila
kehilangan sesuatu. Dan bahkan kala itu saya yakin, dan sangat yakin bahwa
Allah akan memberi yang lebih kepada ketimbang jumlah helm saya yang hilang.
Apes ya tetap apes.
Sampai di rumah, setelah ibu tahu helm saya hilang beliau sedikti
ngomel, “nyimpan gimana, tidak hati-hati, bukan murah harga helmnya,” begitulah
omelan itu kala itu. Namun saya tetap saja diam dan lebih mengikhlaskan.
Syukurnya, meski sampai kehilangan helm, berita olahraga itu
yang saya kirim pada bang Yus (Redaktur Borneo Metro) diterbitkan. Saya tahu
karena beliau mengirim SMS kepada saya pada seok paginya. Setelah saya beli
Koran dan ada nama Ubay KPI sebagai penulis, saya sangat merasa bangga karena
telah punya karya yang dibaca banyak orang meskipun itu kala pertama nama saya
tercantum di media massa. Terharu, bangga, dan sangat senang. Sampai-sampai
tulisan itu saya kasi tahukan kepada kawan-kawan sekelas waktu itu masih
semester pertama. Saking senengnya sampai saya kliping dan foto kopi berita itu
dan saya tempelkan di madding dakwah di kantor Jurusan Dakwah STAIN Pontianak.
Keyakinan saya bahwa Allah akan memberi lebih dari nilai
kehilangan helm saya ternyata betul. Sat ini bukan hanya mampu untuk kembali
membeli helm GM atau KYT, namun sekarang sudah mampu kredit note book, belii
kamera, biaya kuliah sendiri, dan bantu biaya sekolah keponakan. Alhamdulillah,
ternyata musibah itu datang hanya sebagai ujian atau cobaan. Dan saya berharap
kebahagian yang saya terima saat ini bukanlah suatu suapan dari Allah.
Al Yakiinu la yuzaku bissyak “Keyakinan yang kuat tidak bisa
dihapus oleh keraguan” alhadis aukama
qol.
No comments:
Post a Comment