Wednesday 16 May 2012

Apes Melulu


Apes Melulu
Oleh Ubay KPI

Ini kisah terjadi ketika saya memulai sesuatu yang menurut saya awal atau embrio dari profesiku saat ini. Dua kisah yang amat saya senangi dan ikhlas melaksanakan dan menerima meski ada kekesalan sedikit dalam diri.
Pertama terjadi pada awal tahun 2009 atau di awal Januari, saya pertama kali memutuskan kerja sebagai pengecer Koran di perempatan Jalan Gusti Situt Mahmud-Sultan Hamid 1-28 Oktober-Selat Panjang Pontianak Utara. Di situ pertama kali saya memampangkan muka di depan khalayak ramai, anggap saja perempatan itu adalah media bagi saya sebab di situ saya banyak dikenal orang terutama pengguna jalan khususnya pelanggan koran.
Di hari pertama saya mengecer koran, saya tempatkan motor saya pas di sudut jalan atau tikungan dari arah Siantan ke Jalan 28 Oktober. Di situ saya parkir motor. Alasan saya parkir di situ agar mudah dipantau khawatir dipinjam orang tanpa izin alias dicuri. Pagi itu juga sekitar pukul setengah tujuh, ada polisi lalu lintas yang bertugas, saya tetap saja menikmati profesi baruku menawarkan Koran kepada pengguna jalan ketika lampu lintas menstruasi atau berwarna merah. Sekitar pukul setengah delapan saya dikagetkan dengn motor saya yang sudah tidak ada di tempat semula. Bergegas saya tengok dan ternyata motor dipindahkan polisi ke depan ruko yang tak jauh dari persimpangan. Setelah saya ketahui motor KTM butut saya tetap utuh  dengan tonggak penahannya, saya lanjutkan kembali menjual Koran. Awalnya tidak ada curiga motor saya akan diseret oleh polisi dan firasat saya mungkin agar tidak mengganggu pengguna jalan. Namun saya sontak kaget ketika saya hendak pulang kala itu Koran saya banyak belum laku terjual karena panas saya memutuskan untuk pulang yang masalah Koran sisa biar diretur pada agen. Kagetnya bukan main, motor saya hanya meninggalkan bekas tonggaknya, raib tanpa kabar.
Persaannku motor hilang, motor hilang. Kemudian saya tanya pada paman yang kerja becak di perempatan itu juga, namun paman juga tidak tahu dan tak melihat siapa yang membawanya. Dan bahkan paman seolah-olah menyalahkan saya karena tidak memarkir motor di warung dekat keponakan saya yang berdempetan dengan pangkal ojek juga tepatnya di sudut Jalan Selat Pangjang-Sultan Hamid I. “kenapa tidak dititipkan di warung sana, kan banyak orang di warung, lagian di sana juga banyak keluargamu ,“ kata paman sambil meembantu mencari motor saya.
Saya kala itu tidak menitipkan motor di warung keponakan saya itu karena saya merasa malu sebab sebagai penjual koran. Mau ketemu saja rasanya malu apalagi sampai mau nitip motor dengan alasan mau jualan Koran.
Apes memang apes! Setealh sekitar setengah saya cari di sekitar tempat motor atau di depan ruko itu, kemudian paman meminta saya mengecek ke kantor Polsek Utara yang jaraknya sekitar 300 meter dari simpang itu, dengan jalan kaki sambil menjinjing Koran saya ke Polsek, dan melihat motor saya yang berwarna krim ternyata sudah ada disana bergabung dengan motor yang terjaring razia. Melihat motorku masih ada saya sedikit tenang meskipun saya sudah yakin harus berurusan dengan polisi. Bingungnya kala itu, motor saya blong banget bukan hanya remnya, namun surat-suratnya juga tidak ada, jangankan STNK, BPKB-pun saya tak pegang. STNK motor saya tinggal di daerah Sungai Kunyit dekat Sungai Duri Bengkayang di sebuah kios bensin ketika saya kehabisan bensin habis pulang dari Sungai Duri’ dan tak sempat ambil selama dua bulan sehingga STNK itu setelah mau diambil sudah tidak ada. Sedangkan BPKB-nya saya gadaikan ke agen counter pulsa elektrik di daerah Siantan ketika saya butuh modal untuk berjualan pulsa, yang akhirnya bisnis kecilan itu bangkrut dan gulung tikar dengan modalnya dan tak sempat tebus BPKB.
Di kantor polisi saya tanyakan baik-baik kepada anggota yang ada di situ, kenapa motor saya dibawa tanpa izin? Salah satu polisi bertanya mana motornya? Saya tunjuk motor saya. Saya sempat bersitegang dengan polisi kala itu yang berjumlah tiga orang, saya selalu menyudutkan polisi dengan alasan membawa tanpa izin, tapi yang namanya polisi pasti tak mau kalah dengan begitu saja karena seragamnya. Setelah saya sudutkan terus kemudian ada mimic wajah polisi itu marah dan membentak saya. Namun saya tetap saja melawan dengan dalih kalau saya kena razia tak mungkin kunci motor itu masih ada dengan saya.
Setelah polisi itu tahu kalau kuncinya masih dengan saya, kemudian marahnya sedikit berkurang namun tetap saja mempertahankan dirinya benar. Karena polisi tak ada alasan lagi dan saya memang yang benar polisi membawa motor saya tanpa izin, kemudian polisi meminta surat-surat motor saya, dengan blak-blakan saya bilang tak ada suratnya, “STNK saya hilang, dan BPKB saya gadaikan dan belum diambil, serta kaca spion memang saya tidak pasanga,” kata saya kepada polisi.
Akhirnya, motor saya tidak bisa dibawa sebelum surat-surat khususnya BPKB-nya ada. Dengan itu saya pulang dengan jalan kaki ke Gang Blitar I tempat sepupu yang saya jadikan tempat menginap di Siantan. Selam tujuh hari atau satu minggu motor saya di Polsek karena saya belum bisa menebus BPKB saya. Setelah hari ke delapan, saya baru bisa tebus BPKB, dan meminta tolong anggota polisi yang kebetulan kenal dengan sepupu saya untuk mengeluarkan dengan membawa BPKB, tujuannya agar saya tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk sopui anggota polisi.
Akhirnya sore harinya bisa keluar motor saya, kepada polisi temannnya sepupu yang membantu saya, saya kasikan uang, namun ia tidak mau dan bilang suruh beli rokok Dji Sam Soe saja satu bungkus untuk penjaga malam, saya belikan rokok dan saya kasikan ke satpam, begitu juga saya paksa polisi temannya sepupu itu untuk menerima namun tetap tidak mau. Akhirnya saya isikan ia pulsa sepuluh ribu sebagai ucap terima kasih. Selama motor saya berdomisili di Polsek, selama tujuh hari saya minjam motor kawan untuk mengambil Koran subuh hari ke Plamboyan. Setelah itu kemudian saya pakai motor saya lagi. Apes ya apes bener berjualan Koran yang kali pertama.
Apes juga saya rasakan ketika pertama kali saya belajar meliput berita waktu itu saya belum wartawan namun mulai suka dengan profesi sebagai wartawan sehingga saya belajar meliput meski belum tahu bagaimana cara menulis berita.
Pada waktu itu saya meliput partai final futsal piala KORPRI yang diadakan di lapangan futsal Andaria Jalan 28 Oktober. Kejuaraan antar pegawai kala itu juara pertama diraih tim Soedarso yang mengalahkan tim PU di final.
Waktu itu saya lupa bulan apa, namun yang pasti akhir tahun 2009. Waktu liputan saya tinggalkan helm GM saya di kursi penonton, dan setelah saya pindah helm yang saya simpan awalnya di dekat saya itu ketingggalan karena saya lupa karena mau menyaksikan pertandingan dari tempat yang bagus yakni sebelah tepi barat lapangan, sedangkan awalnya saya duduk di sebelah tepi utara lapangan.
Saya lupa benar dengan helm itu, dan baru saya ingat ketika saya hendak pulang, setelah dilihat ke tempat semula raib tanpa bekas, kala itu memang masih ngetrennya helm GM dan tidak boleh simpan disembarang tempat sebab rawan pencurian. Kala itu juga masih belum ada helm KYT yang lebih negtren setelah beberap bulan GM laris.
Apes lagi, apes lagi. Namun meski helm saya hilang, saya tidak terlalu memikirkan dan saya mengikhlaskan betul kehilangan itu. Seakan tiada nyesal atau berat. Dan saya meniatkan dalam hati helm itu saya sedekahkan pada orang yang mengambil. Entah kenapa kala itu saya ingat pada pelajaran Alquran Hadis ketika aliyah, pernah saya mendengarkan penjelasan dari bapak guru amat besar orang mengikhlaskan dengan menganggap menjadikan sedekah apabila kehilangan sesuatu. Dan bahkan kala itu saya yakin, dan sangat yakin bahwa Allah akan memberi yang lebih kepada ketimbang jumlah helm saya yang hilang. Apes ya tetap apes.
Sampai di rumah, setelah ibu tahu helm saya hilang beliau sedikti ngomel, “nyimpan gimana, tidak hati-hati, bukan murah harga helmnya,” begitulah omelan itu kala itu. Namun saya tetap saja diam dan lebih mengikhlaskan.
Syukurnya, meski sampai kehilangan helm, berita olahraga itu yang saya kirim pada bang Yus (Redaktur Borneo Metro) diterbitkan. Saya tahu karena beliau mengirim SMS kepada saya pada seok paginya. Setelah saya beli Koran dan ada nama Ubay KPI sebagai penulis, saya sangat merasa bangga karena telah punya karya yang dibaca banyak orang meskipun itu kala pertama nama saya tercantum di media massa. Terharu, bangga, dan sangat senang. Sampai-sampai tulisan itu saya kasi tahukan kepada kawan-kawan sekelas waktu itu masih semester pertama. Saking senengnya sampai saya kliping dan foto kopi berita itu dan saya tempelkan di madding dakwah di kantor Jurusan Dakwah STAIN Pontianak.
Keyakinan saya bahwa Allah akan memberi lebih dari nilai kehilangan helm saya ternyata betul. Sat ini bukan hanya mampu untuk kembali membeli helm GM atau KYT, namun sekarang sudah mampu kredit note book, belii kamera, biaya kuliah sendiri, dan bantu biaya sekolah keponakan. Alhamdulillah, ternyata musibah itu datang hanya sebagai ujian atau cobaan. Dan saya berharap kebahagian yang saya terima saat ini bukanlah suatu suapan dari Allah.
Al Yakiinu la yuzaku bissyak “Keyakinan yang kuat tidak bisa dihapus oleh keraguan”  alhadis aukama qol.

No comments:

Post a Comment