Dibekukan, Karapan Sapi
"Rekeng" Tetap Akan Digelar
Penulis :
Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman
Selasa, 24 September 2013 | 15:04 WIB
PAMEKASAN, KOMPAS.com -
Paguyuban pemilik sapi karapan Madura yang tergabung dalam Jet Matic Foundation
(JMF), bersikukuh akan tetap menggelar karapan sapi Piala Presiden, meskipun
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo sudah membekukannya. Karapan sapi dibekukan
Gubernur Jatim karena event ini
terbagi menjadi dua kubu, yaitu karapan sapi sistem kekerasan (rekeng) dan
karapan sapi tanpa kekerasan (pakopak).
Ketua JMF, Mohammad Zahid saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/9/2013) mengatakan, seluruh pemilik sapi karapan (pangerap) sudah sepakat akan menggelar karapan sapi polarekeng. Apalagi saat ini, seleksi karapan sapi di masing-masing kecamatan sudah berlangsung dan tinggal menunggu seleksi di tingkat kabupaten.
"Yang jelas paguyuban pangerap akan menyelenggarakan sendiri walaupun Gubernur Jatim membekukannya," kata Moh Zahid.
Pada tahun 2012 lalu, Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) IV Pamekasan sebagai penyelenggara karapan sapi juga sudah tidak menyelenggarakan karapan sapi tanpa kekerasan. Paguyuban karapan sapi menyelenggarakan sendiri dengan mempertahankan pola rekeng dan pesertanya banyak, karena sudah berdasarkan seleksi di masing-masing kecamatan. Sementara karapan sapi pola pakopak, diselenggarakan di Bangkalan dan pesertanya sembarangan, tidak berdasarkan seleksi.
"Sebaiknya pemerintah tidak perlu mengatur soal kebudayaan karapan sapi. Biarkan masyarakat yang menyelenggarkan sendiri agar kebudayaan itu tetap bertahan sesuai dengan keinginan masyarakatnya," ungkap Syahid.
Lebih lanjut Syahid mengatakan, kalau pemerintah akan mengatur soal karapan sapi, maka segala biaya yang dikeluarkan oleh pangerap harus disubsidi. Mulai dari jamu, perawatan sapi, biaya operasional selama seleksi di tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten, hingga se-Madura.
"Selama ini pemerintah hanya bicara soal karapan yang harus begini dan harus begitu. Sementara pemerintah tidak pernah memberikan subsidi. Ini kan lucu," tandasnya.
Selain itu, kalau Gubernur Jawa Timur atau Presiden sekalipun akan mengatur soal karapan sapi, jangan hanya mendengarkan dari Bakorwil IV Pamekasan. Tetapi turun langsung, meninjau langsung dan berdialog langsung dengan pangerap. Dengan demikian, ketika hendak membuat kebijakan, tahu langsung kondisinya.
Ketua JMF, Mohammad Zahid saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/9/2013) mengatakan, seluruh pemilik sapi karapan (pangerap) sudah sepakat akan menggelar karapan sapi polarekeng. Apalagi saat ini, seleksi karapan sapi di masing-masing kecamatan sudah berlangsung dan tinggal menunggu seleksi di tingkat kabupaten.
"Yang jelas paguyuban pangerap akan menyelenggarakan sendiri walaupun Gubernur Jatim membekukannya," kata Moh Zahid.
Pada tahun 2012 lalu, Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) IV Pamekasan sebagai penyelenggara karapan sapi juga sudah tidak menyelenggarakan karapan sapi tanpa kekerasan. Paguyuban karapan sapi menyelenggarakan sendiri dengan mempertahankan pola rekeng dan pesertanya banyak, karena sudah berdasarkan seleksi di masing-masing kecamatan. Sementara karapan sapi pola pakopak, diselenggarakan di Bangkalan dan pesertanya sembarangan, tidak berdasarkan seleksi.
"Sebaiknya pemerintah tidak perlu mengatur soal kebudayaan karapan sapi. Biarkan masyarakat yang menyelenggarkan sendiri agar kebudayaan itu tetap bertahan sesuai dengan keinginan masyarakatnya," ungkap Syahid.
Lebih lanjut Syahid mengatakan, kalau pemerintah akan mengatur soal karapan sapi, maka segala biaya yang dikeluarkan oleh pangerap harus disubsidi. Mulai dari jamu, perawatan sapi, biaya operasional selama seleksi di tingkat kecamatan sampai tingkat kabupaten, hingga se-Madura.
"Selama ini pemerintah hanya bicara soal karapan yang harus begini dan harus begitu. Sementara pemerintah tidak pernah memberikan subsidi. Ini kan lucu," tandasnya.
Selain itu, kalau Gubernur Jawa Timur atau Presiden sekalipun akan mengatur soal karapan sapi, jangan hanya mendengarkan dari Bakorwil IV Pamekasan. Tetapi turun langsung, meninjau langsung dan berdialog langsung dengan pangerap. Dengan demikian, ketika hendak membuat kebijakan, tahu langsung kondisinya.
Editor : Farid Assifa