Friday, 21 February 2014

Mbah Abah dan Mbah Ummi Turut Gelisah




Mbah Abah dan Mbah Ummi Turut Gelisah

Catatan untuk Weisha Zafira Nufus Semali

Weisha sayang. Saat mama Weisha mengalami pendarahan sedikit rumah, siapa yang papa telepon pertama kali? Ialah Mbah Abah. Papa memberitahu kalau mama Weisha sedang sakit perut dan harus dibawa ke rumah sakit.
Mbah Abah dengan cepat dari rumah Gang Bersama ke istana kita untuk melihat kondisi mama. Sekaligus membawa kunci mobil persiapan membawa mama melakukan persalinan Zafira ke rumah sakit. Sesampainya di rumah, Mbah Abah langsung memanaskan mobil dan menunggu Abah Ummi.
Kamis, 13 Februari, sekitaran jam 12 siang, Mama langsung dibawa ke RS Bhayangkara. Masuk ke ruangan persalinan sekitar jam satu siang. Dengan sekuat tenaga mama berusaha dapat melahirkan Weisha. Lafadz istighfar, lafadz Allah kerap terdengar dari mulut mama seiring dengan rasa sakit yang mama rasa.
Badan penuh keringat, rambut sudah acak-acakan. Tenaga mama cukup terkuras dalam berjuang. Namun mama tak patah semangat. Demi Weisha mama berjuang sekuat raga. Dari samping, Papa menemani mama member semangat dan mendorong bahwa mama bisa, mama kuat dalam melewati persalinan.
Papa dan Mbah Ummi bergantian menemani mama saat proses persalina normal yang gagal. Nampak sekali raut wajah Mbah Ummi yang gelisah dan cemas, namun wajah Mbah Ummi tersirat, ia akan terwujud menimang Weisha. Sedangkan Mbah Abah, menunggu di luar ruangan. Kadangkala, Papa juga ajak  Mbah Abah masuk ke ruangan untuk memberi semangat kepada Mama yang tengah berjuang dengan Weisha.
Mbah Abah, selain menemani Mama, juga bolak balik pulang ke rumah mengambil perlengkapan dan sarat kepada seorang ustadz. Sampai sore, Mbah Abah empat kali mondar-mandir rumah sakit ke rumah. sedangkan Mbah Ummi tetap berada di rumah sakit untuk menemani mama bergantian dengan papa.
Jam 2 siang, belum ada tanda-tanda proses persalinan normal akan berhasil. Mbah Abah dan Mbah Ummi bergantian salat Dzuhur, kemudian papa meninggalkan mama ketika Mbah sudah selesai salat.
Jam 3, belum ada tanda-tanda. Hanya air ketuban yang pecah. Darah terus mengalir, mama terus berjuang mengatur nafas dan mencoba mengeluarkan Weisha. Namun selalu gagal. Sampai pukul 4 sore. Belum ada perubahan. Kondisi mama sudah mulai menurun. Mama tak lagi kuat seperti saat awal. Bahkan, sempat keluar ucapan “saya tak sanggup” dari mulut mama. Namun Papa yang menemani terus member semangat di samping mama, kalau “Mama Kuat dan Bisa”.
Jam setengah 5 sore. Mbah Abah dan Mbah Ummi pulang untuk ambil air doa. Tak lama berselang saat Mbah pulang, dokter kandungan datang. Setelah memeriksa kondisi mama dan keberadaan Weisha, dokter menyimpulkan, Zafira tidak bisa lahir secara normal. Sehingga harus operasi.
Setelah bicara dengan mama, terkait keadaan tersebut. Mama setuju untuk operasi. Papa langsung menuju ruang bidan untuk menandatangani surat pernyataan operasi, termasuk sharing biaya. Tanpa memberitahu lebih dulu kepada Mbah Abah dan Mbah Ummi, Papa tanda tangani surat persetujuan operasi. Sekitar jam 5 sore, mama di bawa ke ruang bedah. Baru kemudian Papa member tahu Mbah yang sedang perjalanan kembali ke rumah sakit. Sesampainya Mbah di rumah sakit yang hanya bisa menunggu di luar, Papa bergegas ke musolah untuk salat Ashar.
Sekembali ke rumah sakit, Mbah berada di kursi tanpa banyak kata-kata. Abah dan Ummi cemas, namun selalu berharap operasi berhasil dengan baik. Tak lama berselang sekembali papa dari musolah, adzan Maghrib, bersamaan dengan adzan Maghrib itu, seorang perawat memanggil Papa. “Keluarga Ibu Settiyawati”. Kata perawat.
Papa bergegas masuk dan mendapatkan Weisha telah dibedong dalam gendongan seorang dokter yang mengenakan jilbab. Alhamdulillah papa berucap.
Suara adzan Maghrib masih berkumandang di luar. Dokter yang menggendong Weisha kemudian memberikan Weisha kepada Papa. Dengan sangat rasa syukur dan bahagia, Papa adzanin Weisha di telingan kanan, dan iqomah di telingan bagian kiri Weisha. Semoga Weisha menjadi anak yang taqwa pada Allah. Menjaga kehormatan dirinya.
Setelah itu, Weisha kembali Papa serahkan kepada dokter, dan Papa keluar memberitahu Mbah Abah dan Mbah Ummi di luar. Seraya mencium tangan Mbah, papa mengucap terima kasih atas doanya Mbah. Terucap pula dari lisan Mbah, lafadz syukur.
Weisha Sayang. Jadilah anak tertua yang baik, menjaga adiknya nanti. Dan dapat mendidik adik-adik Weisha. Mampu menjadi teladan bagi adik Weisha, kawan. Dan bisa menggapai cita-cita yang tinggi.

Di Teras Rumah
Sambil Sesekali Lihatin Weisha yang Sedang Tidur di Samping Mama
Rabu, 19 Februari 204. Pukul 22.30

No comments:

Post a Comment