Mbah Abah dan Mbah Ummi Turut Gelisah
Catatan untuk Weisha Zafira Nufus Semali
Weisha sayang. Saat mama Weisha mengalami pendarahan sedikit
rumah, siapa yang papa telepon pertama kali? Ialah Mbah Abah. Papa memberitahu
kalau mama Weisha sedang sakit perut dan harus dibawa ke rumah sakit.
Mbah Abah dengan cepat dari rumah Gang Bersama ke istana kita
untuk melihat kondisi mama. Sekaligus membawa kunci mobil persiapan membawa
mama melakukan persalinan Zafira ke rumah sakit. Sesampainya di rumah, Mbah
Abah langsung memanaskan mobil dan menunggu Abah Ummi.
Kamis, 13 Februari, sekitaran jam 12 siang, Mama langsung
dibawa ke RS Bhayangkara. Masuk ke ruangan persalinan sekitar jam satu siang.
Dengan sekuat tenaga mama berusaha dapat melahirkan Weisha. Lafadz istighfar,
lafadz Allah kerap terdengar dari mulut mama seiring dengan rasa sakit yang
mama rasa.
Badan penuh keringat, rambut sudah acak-acakan. Tenaga mama
cukup terkuras dalam berjuang. Namun mama tak patah semangat. Demi Weisha mama
berjuang sekuat raga. Dari samping, Papa menemani mama member semangat dan
mendorong bahwa mama bisa, mama kuat dalam melewati persalinan.
Papa dan Mbah Ummi bergantian menemani mama saat proses
persalina normal yang gagal. Nampak sekali raut wajah Mbah Ummi yang gelisah
dan cemas, namun wajah Mbah Ummi tersirat, ia akan terwujud menimang Weisha.
Sedangkan Mbah Abah, menunggu di luar ruangan. Kadangkala, Papa juga ajak Mbah Abah masuk ke ruangan untuk memberi
semangat kepada Mama yang tengah berjuang dengan Weisha.
Mbah Abah, selain menemani Mama, juga bolak balik pulang ke
rumah mengambil perlengkapan dan sarat kepada seorang ustadz. Sampai sore, Mbah
Abah empat kali mondar-mandir rumah sakit ke rumah. sedangkan Mbah Ummi tetap
berada di rumah sakit untuk menemani mama bergantian dengan papa.
Jam 2 siang, belum ada tanda-tanda proses persalinan normal
akan berhasil. Mbah Abah dan Mbah Ummi bergantian salat Dzuhur, kemudian papa
meninggalkan mama ketika Mbah sudah selesai salat.
Jam 3, belum ada tanda-tanda. Hanya air ketuban yang pecah.
Darah terus mengalir, mama terus berjuang mengatur nafas dan mencoba
mengeluarkan Weisha. Namun selalu gagal. Sampai pukul 4 sore. Belum ada
perubahan. Kondisi mama sudah mulai menurun. Mama tak lagi kuat seperti saat
awal. Bahkan, sempat keluar ucapan “saya tak sanggup” dari mulut mama. Namun
Papa yang menemani terus member semangat di samping mama, kalau “Mama Kuat dan
Bisa”.
Jam setengah 5 sore. Mbah Abah dan Mbah Ummi pulang untuk
ambil air doa. Tak lama berselang saat Mbah pulang, dokter kandungan datang.
Setelah memeriksa kondisi mama dan keberadaan Weisha, dokter menyimpulkan, Zafira
tidak bisa lahir secara normal. Sehingga harus operasi.
Setelah bicara dengan mama, terkait keadaan tersebut. Mama
setuju untuk operasi. Papa langsung menuju ruang bidan untuk menandatangani
surat pernyataan operasi, termasuk sharing biaya. Tanpa memberitahu lebih dulu
kepada Mbah Abah dan Mbah Ummi, Papa tanda tangani surat persetujuan operasi.
Sekitar jam 5 sore, mama di bawa ke ruang bedah. Baru kemudian Papa member tahu
Mbah yang sedang perjalanan kembali ke rumah sakit. Sesampainya Mbah di rumah
sakit yang hanya bisa menunggu di luar, Papa bergegas ke musolah untuk salat
Ashar.
Sekembali ke rumah sakit, Mbah berada di kursi tanpa banyak
kata-kata. Abah dan Ummi cemas, namun selalu berharap operasi berhasil dengan
baik. Tak lama berselang sekembali papa dari musolah, adzan Maghrib, bersamaan
dengan adzan Maghrib itu, seorang perawat memanggil Papa. “Keluarga Ibu
Settiyawati”. Kata perawat.
Papa bergegas masuk dan mendapatkan Weisha telah dibedong
dalam gendongan seorang dokter yang mengenakan jilbab. Alhamdulillah papa
berucap.
Suara adzan Maghrib masih berkumandang di luar. Dokter yang
menggendong Weisha kemudian memberikan Weisha kepada Papa. Dengan sangat rasa
syukur dan bahagia, Papa adzanin Weisha di telingan kanan, dan iqomah di
telingan bagian kiri Weisha. Semoga Weisha menjadi anak yang taqwa pada Allah.
Menjaga kehormatan dirinya.
Setelah itu, Weisha kembali Papa serahkan kepada dokter, dan
Papa keluar memberitahu Mbah Abah dan Mbah Ummi di luar. Seraya mencium tangan
Mbah, papa mengucap terima kasih atas doanya Mbah. Terucap pula dari lisan
Mbah, lafadz syukur.
Weisha Sayang. Jadilah anak tertua yang baik, menjaga adiknya
nanti. Dan dapat mendidik adik-adik Weisha. Mampu menjadi teladan bagi adik Weisha, kawan. Dan bisa menggapai cita-cita yang tinggi.
Di Teras Rumah
Sambil Sesekali Lihatin Weisha yang Sedang
Tidur di Samping Mama
Rabu, 19 Februari 204. Pukul 22.30
No comments:
Post a Comment