Friday, 21 February 2014

Weisha Zahira Nufus Semali



Foto saat Weisha usia 4 hari

Weisha Zahira Nufus Semali

Catatan Papa untuk Weisha

Tidak ada satu pun nama yang papa dan mama siapkan untuk Weisha saat masih dalam kandungan. Begitu pula saat Weisha lahir. Bukan Papa dan Mama tidak siap menerima Weisha, namun Papa dan Mama telah niat ingin member nama pada hari ke tujuh setelah kelahiran Weisha, bersamaan dengan akikah Weisha.
Namun, rencana tersebut harus dibatalkan. Lantaran Papa harus segera mengurus kepindahan Papa ke Kota Pontianak dari Kubu Raya. Sebab, setelah menikah dengan mama, pada 15 Mei 2013 lalu, sampai Zahira lahir, papa belum sempat membuat surat pindah dan KK, meskipun papa dan mama tinggal di Kota Pontianak.
Pagi-pagi sekali, usai salat Shubuh. Papa ke rumah Pak De Abdurahman di Gang Rintis. Pertama membicarakan soal acara akikah, kedua sekaligus meminta nama untuk Weisha.
Ada dua pilihan yang diberikan Pak De Abdurahman kepada Papa. Pertama Zahrotul ‘Ayisyah. Kedua Shofiyatun Nufus. Namun, kedua nama tersebut tidak satu pun Papa dan Mama pilih. Sebab ada kesamaan dengan sepupu Zahira. Zahrotul adalah nama Jayo, anak Paman Madan. Sedangkan Shofiyatun, nama sepupu Zahira  anaknya pak de Alm. Yusman.
Itulah alasan kenapa mama dan papa mencari nama lain. Namun, Mama dan Papa setuju dengan kata “Nufus”. Akhirnya, papa dan mama berembuk mengganti kata “Shofiyatun” menjadi “Zahira”.
Kata asalnya adalah “Zahirah” yang bermakna “Berkilau”. Jadilah “Zahiratun Nufus” yang bermakna Jiwa yang berkilau. Menjadi Zahira Nufus karena telah di Indonesiakan.
Dua kata lain yang mengapit nama asli Zahira. Pertama adalah “Weisha”. Kata ini merupakan gabungan dari tiga nama.
We, asal huruf “W” yang dituliskan dengan “E”. Artinya huruf pertama nama Mbah Ummi, yakni “Wati”
“I” setelah “We” salah satu huruf nama Mama, “Sett(i)yawati”. Dengan harapan Weisha menjadi anak yang setia.
“Sha” adalah nama depan Mbah Abah, “Shaleh”.
Sedangkan kata Semali di akhir nama Zahira, adalah nama Almarhum Kakek Weisha dari Papa. Kakek bukan hanya tak bisa melihat, membelai, menggendong, dan mengajak main Weisha. Namun, kakek juga tak pernah melihat Mama. Papa dan Mama menikah setelah Kakek tiada. Jadi, pernikahan papa dan mama tanpa didampingi dan disaksikan kakek. Satu pesan papa, sempatkanlah mengirimkan doa untuk kakek, juga mama dan papa bila suatu saat nanti kami telah tiada.

Di Teras Rumah
Sambil Begadang Jagain Weisha
Rabu, 19 Februari 2014. Pukul 22.57 

No comments:

Post a Comment