Foto Tanpa Caption Bak Pontianak Tanpa Kapuas
Oleh UBAY KPI
Oleh UBAY KPI
Banyak sejarah terpotret dalam gambar. Kemerdekaan Indonesia
juga banyak dapat dirasa kembali dengan imaji. Catatan sejarah menjadi
pelengkap dari sekian banyak catatan sejarah yang penuh dengan kemunafikan kata
Si Presiden Jancuker’s. Sujiwo Tejo.
Melalui foto. Kita dapat melihat bagaimana dulunya negeri
ini. bagaimana wajah para pejuang kemerdekaan. Bagaimana pula pertama kali sang
Bendera Merah Putih dikibarkan.
Foto adalah penghubung manusia dengan bahasa gambar.
Khususnya foto jurnalistik. Dala, buku Foto Jurnalistik dalam Dimensi untuk
Press, Taufan Wijaya mengutip Kenneth Kobre yang menegaskan bahwa
fotojuranalistik bukan hanya melengkapi berita di sebuah edisi sebagai
ilustrasi atau sebagai hiasan untuk mengisi bagian abu-abu sebuah halaman.
Fotojurnalistik saat ini mewakili alat terbaik yang ada untuk melaporkan
peristiwa umat manusia secara ringkas dan efektif.
Nah, sekarang. Bagaimana bila sebuah foto tanpa sebuah
catatan keterangan (caption)?
Mungkin sebagian foto bisa dapat dimengerti tanpa sebuah
caption. Akan tetapi saya yakin itu tak semua terjadi pada sebuah
fotojurnalistik. Taufan Wijaya menyebutkan, fotjurnalistik adalah media
komunikasi yang menggabungkan elemen verbal dan visual. Verbalnya adalah sebuah
caption. Sebuah foto tanpa keterangan akan kehilangan makna.
Nah, kebetulan saya berada di Pontianak. Saya menyebut
tulisan ini dengan “Foto Tanpa Caption Bak Pontianak Tanpa Kapuas”.
Bagi kawan-kawan yang pernah ke Pontianak, mungkin kota yang
memiliki Tugu Khatulistiwa ini tidak akan indah bila tanpa bentangan sungai terpanjang
se-Asia tersebut. Yah, bagaimanapun Sungai Kapuas tidak akan lepas dari
Pontianak. dan Pontianak tetap membutuhkan Sungai Kapuas. Dua komponen seperti
dua sisi mata uang. Salah satunya tak bisa dipisahkan. Bahkan, ada sebuah
omongan, siapa pun yang pernah minum air Kapuas maka akan sulit melupakan
Pontianak. Bahkan, bisa jadi di kemudian hari ia akan sampai kembali ke tanah
Khatulistiwa.
Begitulah sebuah foto akan susah dipahami bila tanpa sebuah
keterangan. Anda akan tentu bertanya dengan penuh kebingungan bila melihat
sebuah foto yang tanpa keterangan. Seindah apapun foto itu, akan terasa hampa
bila tak ada penjelasan. Dimana lokasi itu, apa yang akan disampaikan melalui
foto itu, dan apa maksud dari sebuah foto yang kita pandang?
James Nachtwey dalam buku fotografinya yang berjudul Inferno
mengatakan “Sebuah foto dapat memasuki pikiran dan menjangkau hati dengan
kekuatan kesegaran. Hal ini mempengaruhi bagian jiwa di mana makna hanya
sedikit tergantung pada kata-kata dan membuat satu dampak mendalam, lebih
mendasar, lebih dekat dengan pengalaman mentah”.
Nah, dari pengalaman yang saya temui. Banyak sekali
fotografer pandai mengambil sebuah objek dengan baik. Mampu memadukan terang
gelap sebuah objek, mampu membuat sebuah kejadian dapat berbicara melalui
jepretannya. Tapi tak banyak fotografer yang mampu memadukan sebuah foto dengan
kata keterangan seindah fotonya.
Pengalaman ini kerap saya temui di tempat saya bertugas.
Ialah di Pontianak. Meskipun saya bukan seorang fotografer, namun catatan ini
menjadi koreksi bagi sekalian fotografer pemula yang ingin membicarakan sebuah
peristiwa atau kejadian dengan gambar.
Pengalaman lain kadang saya temui di dunia online. Kerap kali
saya menemukan sebuah foto tanpa caption. Itu saya temukan bukan hanya di blog-blog
pribadi. Namun kerap juga saya temui pada sebuah website komunitas fotogarafi
nasional. Akankah komunitas itu hanya mengajarkan menjepret saja, atau memang
anggotanya kurang bernaluri untuk menulis keterangan foto? Wallahuu A’alam.
Terinspirasi dari tulisan sebuah bagian dalam buku
Fotojurnalistik Dalam Dimensi Untuk Press karya Taufan Wijaya.
Warung Kopi Perempatan Lampu Merah
Pontianak Utara
Kamis, 17 Agustus 2012, Pukul 20.15
No comments:
Post a Comment