Keriang Bandong Terangi Tugu Digulis Pontianak
Narasi dan Foto: UBAY KPI
Susah sekali menghapus sebuah budaya. Sekecil apapun budaya
itu. Akan tetap sulit untuk menggesernya. Meskipun sebuah budaya itu
bernilai kecil dan terkesan memberi manfaat.
Seperti keriang Bandung ini, hanyalah lentera biasa. Yang dulu
mungkin sebagai hiasan oleh Masyarakat. Entah apakah hanya sebagai hiasan pada
waktu itu, atau untuk hiburan. Saya masih belum memahami.
Saya juga mencari cikal bakal lahirnya keriang Bandong. Apakah
kebiasaan ini lahirnya di Bandung sesuai dengan namanya. Atau muncul di tempat
lain dan Bandung hanya penamaan. Bisa jadi karena Bandung lautan api sehingga
kebiasaan yang juga punya penampakan api ini diikutkan ke nama itu.
Namun yang jelas, keriang Bandung yang saat ini sebagian,
sepengetahuan saya sudah dimodifikasi
dengan barang yang lebih mudah didapatkan. Seperti kaleng minuman dan lainnya. Tetap
memberi kesemarakan dan keindahan lebih. Meskipun sebenarnya telah ada petanding
yang lebih modern dari keriang Bandong. Ialah lampu hias yang bisa berwarna apa
saja dan bentuk apa saja.
Namun keriang Bandung tetap eksotik bila ditata dengan baik
dan punya nilai tarik tersendiri.
Saat kecil, saya di kampung membiasakan membuat keriang Bandong.
Tepatnya ketika masuk tanggal 21 Ramadan. Saya dulu sering membuat dua jenis. Yang
satuan. Maksudnya bambu di potong pada ruas hingga ada lubangnya. Kemudian diberi
sumbu dan minyak tanah. Dan ditancapkan ke kayu penyanggah ditempatkan di tepi
jalan depan rumah-rumah.
Jenis satunya, ialah bentuk memanjang. Satu batang bambu
dibentang mengangkang jalan dan hanya dilubangi untuk sumbu saja yang juga
digunakan utk mengisi minyak tanah.
Yah, menurut saya. Keriang Bandong punya magnet tersendiri
meski sangat sederhana dan punya tantangan besar seiring pesatnya teknologi
saat ini.
Sebenarnya banyak bentuk keriang Bandong yang diciptakan
dengan beragam modifikasi. Bahkan tak lagi menggunakan sumbu dan minyak tanah. Di
Pontianak sendiri merayap keriang Bandong dengan ekspresi lebih unik. Seperti menggunakan
lilin. Ini biasanya keriang bandung yang dibuat lebih berseni. Dengan model
ikan-ikanan. Pesawat, dan lainnya. Sedangkan lenteranya yang diganti dengan
lilin di tempatkan di dalam.
Nah, di Pontianak
masih tetap menggelar budaya ini. Menghidupkan keriang Bandong di malam 21
Ramadan.
Seperti Ramadan 1433 tahun ini. Bertepatan dengan tanggal 9
Agustus 2012, malamnya di bundaran Digulis, Jalan Ahmad Yani Pontianak sesak
dengan keriang Bandong yang terbuat dari plastic bekas minuman yang diberi
sumbu. Ratusan lentera duduk manis di atas kayu penyanggah di sekitar dan dalam
kawasan tugu Digulis.
Tadi malam, saya menyempatkan bermain ke sana. Yang kebetulan
menjadi momen bagus bagi saya yang sedang belajar potografi.
Di bawah ini hasil jepretan saya tadi malam di bundaran tugu
Digulis yang menjadikan keriang Bandong sebagai objeknya.
No comments:
Post a Comment