Friday, 10 August 2012

Keriang Bandong Terangi Tugu Digulis Pontianak


Keriang Bandong Terangi Tugu Digulis Pontianak
Narasi dan Foto: UBAY KPI

Susah sekali menghapus sebuah budaya. Sekecil apapun budaya itu. Akan tetap sulit untuk menggesernya. Meskipun sebuah budaya itu bernilai kecil dan terkesan memberi manfaat.
Seperti keriang Bandung ini, hanyalah lentera biasa. Yang dulu mungkin sebagai hiasan oleh Masyarakat. Entah apakah hanya sebagai hiasan pada waktu itu, atau untuk hiburan. Saya masih belum memahami.
Saya juga mencari cikal bakal lahirnya keriang Bandong. Apakah kebiasaan ini lahirnya di Bandung sesuai dengan namanya. Atau muncul di tempat lain dan Bandung hanya penamaan. Bisa jadi karena Bandung lautan api sehingga kebiasaan yang juga punya penampakan api ini diikutkan ke nama itu.
Namun yang jelas, keriang Bandung yang saat ini sebagian, sepengetahuan  saya sudah dimodifikasi dengan barang yang lebih mudah didapatkan. Seperti kaleng minuman dan lainnya. Tetap memberi kesemarakan dan keindahan lebih. Meskipun sebenarnya telah ada petanding yang lebih modern dari keriang Bandong. Ialah lampu hias yang bisa berwarna apa saja dan bentuk apa saja.
Namun keriang Bandung tetap eksotik bila ditata dengan baik dan punya nilai tarik tersendiri.
Saat kecil, saya di kampung membiasakan membuat keriang Bandong. Tepatnya ketika masuk tanggal 21 Ramadan. Saya dulu sering membuat dua jenis. Yang satuan. Maksudnya bambu di potong pada ruas hingga ada lubangnya. Kemudian diberi sumbu dan minyak tanah. Dan ditancapkan ke kayu penyanggah ditempatkan di tepi jalan depan rumah-rumah.
Jenis satunya, ialah bentuk memanjang. Satu batang bambu dibentang mengangkang jalan dan hanya dilubangi untuk sumbu saja yang juga digunakan utk mengisi minyak tanah.
Yah, menurut saya. Keriang Bandong punya magnet tersendiri meski sangat sederhana dan punya tantangan besar seiring pesatnya teknologi saat ini.
Sebenarnya banyak bentuk keriang Bandong yang diciptakan dengan beragam modifikasi. Bahkan tak lagi menggunakan sumbu dan minyak tanah. Di Pontianak sendiri merayap keriang Bandong dengan ekspresi lebih unik. Seperti menggunakan lilin. Ini biasanya keriang bandung yang dibuat lebih berseni. Dengan model ikan-ikanan. Pesawat, dan lainnya. Sedangkan lenteranya yang diganti dengan lilin di tempatkan di dalam.
Nah, di Pontianak masih tetap menggelar budaya ini. Menghidupkan keriang Bandong di malam 21 Ramadan.
Seperti Ramadan 1433 tahun ini. Bertepatan dengan tanggal 9 Agustus 2012, malamnya di bundaran Digulis, Jalan Ahmad Yani Pontianak sesak dengan keriang Bandong yang terbuat dari plastic bekas minuman yang diberi sumbu. Ratusan lentera duduk manis di atas kayu penyanggah di sekitar dan dalam kawasan tugu Digulis.
Tadi malam, saya menyempatkan bermain ke sana. Yang kebetulan menjadi momen bagus bagi saya yang sedang belajar potografi.  
Di bawah ini hasil jepretan saya tadi malam di bundaran tugu Digulis yang menjadikan keriang Bandong sebagai objeknya.













































No comments:

Post a Comment