Slekoran di Masyarakat Madura
Ditulis; Ubay KPI
Tarsia, ibu yang sudah berusia lebih 70 tahun, sore kemarin
sibuk memasak di dapur beratap daun sagu di rumahnya. Di Desa Mega Timur,
Kecamatan Sungai Ambawang, Kubu Raya.
Hari kemarin tak seperti buka puasa pada sebelumnya. Sebab,
tadi malam adalah awal memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadan. Di kalangan
umum, dikenal dengan sebutan selikuran. Sedangkan di kalangan masyarakat
Madura, dikenal dengan malam slekoran.
Ayam, telur, serta kelapa muda telah siap sejak matahari
condong ke barat. Tarsia tinggal memasak bahan-bahan yang telah lengkap itu.
Wajah tua dengan uban di kepalanya yang tumbuh rata. Serta
dalam kondisi berpuasa, tak menyurutkan ibu dengan sebelas anak tersebut untuk
mempersiapkan masakan menyambut malam slekoran.
“Kalau dulu saat saya masih kecil, slekoran ini kayak lebaran
kecil bagi kami, sebab masakan untuk buka puasa akan berbeda dengan biasanya,”
kata Nursiti anak kesepuluh Tarsia yang juga ada di dapur siang kemarin.
Perayaan slekoran, di kalangan masyarakat Madura masih kental
dilestarikan. Mereka menyambut dengan penuh persiapan. Tak heran, bila malam
slekoran selalu menjadi persiapan lebih dini ketimbang lebaran.
Di malam slekoran, masyarakat Madura tak hanya memasak untuk
kebutuhan di rumah. Namun mereka juga mengirim makanan tersebut ke tetangga
dekat dan keluarga. Istilah dalam lingkungan Madura adalah ter ater (saling
antar) makanan.
“Nanti kami sesama tetangga saling kirim makanan. Dan
malamnya doa bersama dengan keluarga,” ujar Tarsia sambil memarut kelapa tua di
dekat tungku masak.
Ter ater di malam slekoran masih melekat pada generasi Madura.
Tak hanya bagi Madura yang ada di pulau garam. Namun di Pontianak tak ada
perbedaan. Ter ater dalam buku Suara Kami Untuk Perdamaian sebagaimana
dituliskan oleh Subro diartikan sebagai pererat silaturahmi antartetangga.
Khususnya tetangga dekat.
Ter ater tak hanya dilakukan pada saat slekoran. Namun juga
dilakukan saat salah satu keluarga menggelar selamatan. Seperti haul atau pesta
pernikahan.
Ter ater ke tetangga menjadi tradisi yang tak pernah lekang
oleh zaman dan waktu. Khususnya mereka yang ada di pedalaman. Bahkan, Subro
dalam buku di atas menuliskan, di Sambas sebelum terjadi kerusuhan tahun 1999,
Madura dan Melayu kerap saling melakukan tradisi tersebut. “Madura mengirim
makanan ke orang Melayu, begitu juga sebaliknya,” kata Subro saat dihubungi kemarin.
Di malam slekoran, selain melakukan doa bersama di rumah
masing-masing. Masyarakat Madura, juga melakukan antaran ke musolla atau
masjid-masjid. Makanan tersebut disatukan dengan anataran lain dari masyarakat.
Kemudian disuguhkan kepada jamaah dan masyarakat yang ada. Biasanya, tradisi
doa bersama malam slekoran dilakukan usai salat taraweh.
“Ayam ayam ayam. Malam slekoran pasti ada ayam dan masakan
lezat,” ujar Apin, cucu ibu Tarsia.
Perayaan slekoran memang tak seperti lebaran yang juga
dibarengi dengan minuman dan kue beraneka ragam. Tapi bagi kalangan anak-anak,
slekoran merupakan malam istimewa.
Salah satu budayawan Madura, A Latief Wiyata saat dihubungi
via telepon kemarin siang menjabarkan, tradisi slekoran di kalangan Madura
telah lekat sejak dahulu. Esensi slekoran tak hanya sebatas selamatan. Namun
menyambut dan menyongsong sepuluh terakhir bulan Ramadan yang di dalamnya
turunnya lailatul qadar.
Lekoran (hitungan ganjil antara 20-30) menurut Latief Wiyata
adalah malam-malam ganjil yang terdapat di sepuluh terakhir bulan Ramadan yang
dibuka dengan malam slekor (malam 21). Ritual yang dilakukan masyarakat Madura
menyambut malam tersebut tak lepas dari ajaran agama.
Masyarakat melakukan selamatan yang substansinya adalah
sedekah. “Sedekah merupakan ajaran Islam, dengan sedekah menambahkan kecintaan
pada Allah,” ujarnya kemarin.
Selametan (selamatan) di kalangan Madura diidentikkan dengan memohon
keselamatan keluarga. Tidak terjadi apa-apa dalam keluarga. “Konsep selamat
tidak ada batas. Tidak ada musibah, tidak ada masalah dalam keluarga,” ujarnya.
Selamatan intinya adalah sedekah kepada orang lain.
Aduh, mon e romah biasa mamak juga slekoran. Hiks, sejak e Jakarta, tadek tradisi slekoran pole. Miss slekoran :)
ReplyDeleteSlekoran lah kak, Undang tetangga apartemen tuh..
ReplyDelete