Gara-gara Huruf D
Oleh UBAY KPI
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya
1 Juli 2012 saya berada di Jakarta usai melaksanakan tugas liputan bersama Persipon.
Kebetulan, pertandingan lanjutan Divisi I Liga Indonesia dilaksanakan di
Kabupaten Bekasi. Tak jauh dari Jakarta.
Sebelum keberangkatan saya dengan
tim Persipon ke Bekasi. Saya sempat komunikasi dengan istrinya Mas Andreas Harsono.
Kak Sapariah Saturi. Sekaligus ia memberikan nomor kontak agar mudah komunikasi
bila ada di Jakarta.
Dari dulu, semenjak saya membaca
buku Agama Saya Adalah Jurnalisme yang ditulis Andreas Harsono. Punya keingin
bertemu dengannya. Sebelumnya saya pernah ke Jakarta. Sekitar bulan Mei usai
mengikuti KPI’S Day di Semarang. Pada kesempatan itu saya sempat komunikasi via
twitter dengan Mas AH. Namun karena waktunya sudah malam, Mas AH meminta besok
siangnya ketemu. Tapi waktu itu saya yang tak bisa, karena saya harus segera
pulang ke Pontianak.
Waktu di Jakarta beberapa waktu
lalu, saya memang punya waktu luas untuk bersantai dan jalan. kurang lebih
sepuluh hari. Sekalian menunggu kawan-kawan mahasiswa KPI dari Pontianak yang
mengikuti Kongres Forkomnas KPI di Solo.
Yah, tanggal 1 Juli, sejak sore
saya kontak istri Mas AH melalui SMS. Menanyakan waktu Mas AH malam itu. Dan Kak
Sapariah mengatakan Mas AH malam itu ada di rumah. Usia Magrib saya lancur
meluncur ke lokasi yang dikirimkan Kak Sapariah dari daerah Salemba UI, bascamp
kawan-kawan PP IPNU. Bersama keponakan, Khalili saya naik taksi ke kawasan DPRD
DKI Jakarta.
“Ga jauh dr Gambir. Sama2 jakpus. Di
belakang dprd (samping kantor Gramdia kompas). Jl palmerah selatan. Kav 20. Apartemen
permata senayan, unit ....................., jakpus” demikian isi SMS yang dikirim Kak Sapariah
ke nomor ponselku.
Saya dengan keponakan bujur saja
kepada sopir taksi bilang tujuan DPRD DKI Jakarta. Sesampainya di gedung DPRD,
saya dengan keponakan yang sudah lama di Jakarta kelimpungan mencari Jalan
Palmerah. Sampai sayya berjalan kaki hilir mudik dan bertanya kepada
orang-orang yang ada di sana.
“Jalan Pal Merah dimana pak,” tanya
saya ke orang berjualan minuman.
“Kayaknya kalau Pal Merah di sono
mas, di dekat Senayan,” jawan orang itu.
Jalan ke sana kemari, bertanya
kepada satpam juga belum ketemu. Pikirku, masak mungkin Kak Sapariah memberi
alamat palsu kepada saya? kayak Ayu Ting Ting aja yah?
Saya coba hubungi Kak Sapariah dan
memberitahukan kalau saya ada di dekat kantor DPRD DKI Jakarta.
“Bukan di situ, tapi di dekat
Senayan, kamu naik Busway nanti nyambung ojek ke belakang pasar pas samping rel
kereta,” kata Kak Sapariah di telepon.
Walah ternyata salah tempat. Saya dan
keponakan langsung mengikuti petunjuk Kak Sapariah. Melanjutkan perjalanan naik
Busway dari Halte BI dan turun di salah satu pusat perbelanjaan.
Dari situ, saya memilih naik taksi
ketimbang naik ojek seperti yang diarahkan Kak Sapariah. “Apartemen Permata
Senayan mas, belakang pasar,” kata saya kepada sopir.
Kargo langsung hidup. Hanya beberapa
menit, saya sudah sampai.
Sebenarnya Kak Sapariah menyuruh
saya naik ojek. Alasannya karena malam takut macet. Tapi keponakan nekat naik
taksi.
Sesampainya di depan apartemen,
saya kembali kontak Kak Sapariah. Dia mengarahkan ketemu penjaga apartemen
menunjukkan apartemen Mas AH.
“Mau ketemu Mas Andreas,” kata saya
ke satpam di sana.
“Sudah janji,” tanya si satpam.
“Iya mas,” jawab saya.
Langsung rekan satpam itu mengantar
saja ke lift dan mengarahkan saya naik ke tingkat belasan. Entah, saya lupa. Tingkat
berapa tempat Mas AH.
Keluar dari lift. Belok kanan ,
kanan lagi, dan kiri. Pas tempus ke apartemennya.
Langsung saya lihat bel rumahnya. Eh
ternyata sudah sumbing. Kali’ kenak cokol si Tionghoa-Madura alias muka Chines
idung Madura. Jkkkkkkkkkk.
Beberapa kali saya pencet. Lama sekali
mau buka pintu. Pikir saya bel itu rusah. Saya SMS memberitahukan posisi saya
di depan pintu. Tak lama, Kak Sapariah keluar.
“Ayo masuk, masuk. Tuh Mas AH ada,”
kata Kak Sapariah dengan ramah. (Tak tahulah, emang ramah apa pura-pura ramah,
Jkkkkkkkkkkkkkkkkkkk)
“Iya Kak,” jawab saya.
Langsung nyelenong lepas sandal. Dan
salaman ma Mas Andreas, si Norman, dan penjaga si Tionghoa-Madura. Jkkkkkk.
Belum juga duduk, Kak Sapariah tanya
kok bisa nyasar ke DPRD DKI Jakarta. Langsung saya tunjukkan SMS-nya. Dan dia
baru sadar kalau SMS yang dikirimnya watu sore memang ada huruf D.
“Kok bisa ya. Kepikiran kemana tadi
pas saya nulis,” tanya Kak Sapariah sambil ketawa.
“Maaf, maaf banget,” lanjutnya.
Andai saja tak ada huruf D. Mungkin
saya langsung ke Senayan. Sebab keponakan saya tahu lokasi itu. Gara-gara huruf
D itu, nyesat tanpa batas. Jkkkkkkk.
Tapi, semua terbalas dengan obrolan
santai bersama Mas Andreas malam itu.
Nantikan tulisan saya selanjutnya
tentang obrolan bersama Mas AH. Apa yang akan saya bagi. Tentang Sambaskah,
tentang Acehkah, tentang Sampitkah, tentang Pontianakkah, atau tentang ilmu
jurnalistik?
Sering-sering saja mampir ke sini
kawan-kawan semua.
Ha ha ha ha ha ha ha ha sorrrryyyy sorrryyy banged ya Bay. Aku ga nyadar banged tuh nulis ada huruf D-nya. Maap yah :) :)
ReplyDeleteJkkkkkkkkkkkkk. Tapi tak masalah. Karena huruf D itu, Ubay bise lebih banyak mengetahui Jakarta. Maklum anak katrok yg dulunya hanya mimpi di kebun karet untuk sampai ke Jakarta.
ReplyDeleteSekarang kan dah tahu Jakarta. So. harus tahu banyak lokasi di Jakarta.