Berita Harus
Faktual dan Aktual
Oleh Ubay
KPI
Mengawali
catatan saya pagi ini. Terlebih dahulu saya sampaikan kepada kawan-kawan, bahwa
catatan yang akan anda baca ini merupakan sebuah ringkasan dan penjabaran dari
saya pribadi.
Catatan ini
merupakan hasil bacaan saya dari buku Menulis Berita di Media Massa karya Inung
Cahya S yang diterbitkan oleh PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta tahun 2012.
Dari judul di
atas, kawan sudah pasti punya bayangan apa yang akan saya tulis ini. Lagi-lagi,
kawan akan bertemu dengan tulisan saya tenyang jurnalistik. Tentang sebuah
berita.
Factual dan
actual merupakan sebuah sifat pasti dalam sebuah pemberitaan. Makanya, dua kalimat
tersebut kerap ditemukan dalam sebuah definisi berita. Factual artinya
berdasarkan kenyataan, sedangkan actual artinya kekinian atau baru.
Dua sifat
tersebut melekat pada media-media massa yang ada. Bukan hanya di Indonesia akan
tetapi di seluruh dunia.
Jadi,
bukanlah sebuah berita bila sebuah tulisan yang ada di media, baik cetak,
elektronik, atau online tidak sesuai kenyataan. Tidak sesuai hasil observasi,
reporting, waeancara, atau release. Makanya, kalau boleh saya katakan, najis
hukumnya memasukkan opini sendiri ke dalam sebuah berita. Khususnya bagi
wartawan. Najis berarti tidak suci, dengan tidak suci maka sudah pasti kotor.
Kalau sudah tidak suci, bila diibaratkan pada orang salat, maka sudah pasti
salatnya tidak sah, tidak diterima.
Karenanya,
sifat pertama berita adalah kenyataan. Hal nyata yang didapat atau terhimpun si
penulis berita melalui berbagai cara tersebut.
Nah yang
kedua yaitu actual. Kini atau baru. Kenapa harus baru? Secara logika, bila
berita yang disajikan oleh media sifatnya sudah basi atau lama. Maka otomatis
akan kurang diminati pembaca, otomatis juga tentunya media tersebut tidak akan
diterima banyak orang. Kasarnya, untuk apa membaca berita yang sudah lama dan
basi. Sedangkan yang menjadi kebutuhan masyarakat atau pembaca adalah informasi
yang baru atau yang sedang hangat-hangat terjadi. Atau juga peristiwa yang baru
terjadi, bukan satu tahun yang lalu.
Akan tetapi,
bukan tidak mungkin dalam sebuah berita menyisipkan sebuah informasi yang lama.
Seperti halnya lengsernya Suharto dari kursi Presiden RI. Kerap kita temukan
dalam sisipan kalimat berita saat ini. Khususnya dalam pergerakan mahasiswa,
politik, dan kenegaraan. Akan tetapi, berita seperti itu tidak akan menjadi
berita utama di saat ini.
Atau seperti
yang lagi hangat-hangatnya saat ini, yakni berhentinya Anas Urbaningrum dari
Demokrat. Ada sebuah celotehan kalau Anas adalah seorang anak yang tidak
diharapkan kelahirannya. Tentu pembaca sudah banyak tahu informasi tentang Anas
Urbaningrum. Atau meski tidak banyak, tentu pernah mendengar.
Anas oleh
seorang penyiar televise pernah diibaratkan dengan Nabi Musa yang melawan
Fir’aun. Musa dirawat oleh Fir’aun hingga besar. Lalu kemudian menjadi musuh
Fira’un.
Hampir sama
dengan Anas. Saat ini ia seakan menjadi lawan Demokrat. Bukan hanya itu, akan
tetapi akan mengobok-obok Cikeas.
Nah, itulah
yang saya maksud dengan menyisipkan. Akan tetapi perlu diketahui, sisipan
kalimat seperti haruslah sebuah kejadian nyata yang pernah terjadi sebelumnya,
bukan sebuah opini. Ingat, bukan sebuah opini!
Itulah dua
sifat yang harus ada dalam sebuah berita. Factual dan actual.
Berita atau
informasi tidak bisa dipungkiri merupakan sebuah kebutuhan. Tak hanya politisi,
pejabat, pengusaha, pelajar, atau mahasiswa. Namun informasi atau berita sekarang
sudah menjadi kebutuhan hingga lapisan masyarakat. Tentu pembaca sudah kerap
menemukan pedagang pasar baca Koran. Pembantu rumah tangga nonton televise
acara berita. Atau bahkan, pernah melihat pemulung masih membaca sobekan Koran
yang akan dukumpulkan untuk dijual.
Inung Cahya
dalam bukunya tersebut menuliskan definisi berita adalah sebuah hasil
pelaporan, baik secara lisan, tulisan ataupun tertulis yang bersumber dari
realitas kehidupan sehari-hari. Sebagai bentuk laporan, berita harus berisi
tentang kejadian-kejadian terbaru. Informasi yang disampaikan sebagai bahan
berita pun harus dianggap penting dan menarik bagi masyarakat.
Pengertian
tersebut diperkuat oleh dua tokoh jurnalistik. Yakni Mitchel V. Charnley dan
Jacob Oetama. Mitchel mendifinisikan berita lapran terhangat tentang fakta yang
menarik dan penting bagi khalayak. Sedang menurut Jacob Oetama adalah laporan
tentang berbagai fakta setelah dimuat di media massa.
Dari bukunya
Inung, saya juga menemukan asal kata berita yang baru. Selama dua tahun saya
bergelut di dunia jurnalistik, belum pernah saya membaca di buku atau di
internet tentang asal kata berita yang berasal dari bahasa Sanskerta.
Inung
memaparkan bahwa berita itu berasal dari vrit, yang berarti terjadi atau ada.
Sedang dalam bahasa Inggris berita disebut write yang berarti menulis. Dari dua
kata tersebut sebagian besar orang Indonesia
melafalkan menjadi vritta atau berita.
Setelah
Subuh
Di Kamar
Pondok Kelahiran
Senin, 4
Maret 2013. Pukul 04.50
semoga bnyak di sukai oleh masyarakat..
ReplyDelete