BERBASAH LUKA MENGANGA
oleh Kembang Anggrek
Desiran angin di balik awan yang mengesumba, cericit burung turut meramaikan galau dalam hatiku, tetesan gerimis membasahi rongga dada yang penuh luka, tarian ombak di pesisir pantai seakan ingin menelan jasadku, oh dunia ini semakin gelap kurasa, ku ingin menutup kedua mata ini selamanya.
Hangatnya mentari tengah menyapaku, sinar rembulan pun menyunggingkan senyum manisnya kepadaku, namun kabut tebal yang bernamakan kesedihan terus menyelimuti hatiku, sinar rembulan yang menguning tak mampu mengubah hatiku yang sesak penuh duri ini, batinku menjerit, hatiku menangis , meratapi duka dan lara yang tak berhujung.
Ku hanya mampu pandanginya lewat jendela kamarku yang lapuk , ku ingin menyapanya,lalu ku rangkaikan kata cinta, ku ingin bercumbu rayu bersamanya seperti dahulu kala, akankah ia merasakan hal yang sama denganku? Ataukah rasa ini hanya sepihak? Mungkin perasaan ini hanya singgah dalam raga yang tak berdaya .
Kalau saja aku punya kekuatan, kalau saja aku punya keberanian untuk melawan MEREKA, tentu saja aku terlindung dari keterpurukan yang berkepanjangan, tentu saja bahagia yang ku dapat. Deraian air mata terus mengalir dari kelopak korneaku, ialah teman hidupku, mungkin bisa di bilang teman setiaku saat ini.
Aku tak ingin membenci mereka, ku ingin tetap berbakti padanya, ku ingin menyayanginya selamanya, karena mereka adalah orang tuaku, orang yang telah memberiku kesempatan melihat indahx dunia, orang yang bertahun-tahun mengurusku hingga ku menjadi seperti sekarang ini, tapi mereka yang membuat hidupku berantakan bak puing- puing berjatuhan.
Wanita penunggu jendela adalah julukanku, ya… eloknya alam, rerumputan hijau, taman yang berhiaskan aneka ragam bunga, burung-burung berlarian dengan ceria hanya mampu ku lihat dari jendela kamarku.
TOK…TOK…
“Buka pintunya sayang…mama bawakan bubur Ayam kesukaanmu lho…makan dong sayang… nanti kamu sakit…!!!”.
Tiba-tiba air mataku tumpah begitu saja, tangisku meledak, ku berteriak sekencang-kencangnya di iringi isak tangis yang menderu debu, ku tak kuat menahan luka yang cukup lama ku menderitanya.
TOK…TOK
“Nani sayang kamu kenapa, ada apa dengan keadaanmu sayang?”.
Tangisku semakin menggelegar, bagaikan suara guntur pertanda hujan akan datang, sungguh sesak dada ini, ketika mendengar komentar mamaku dengan kepura tidak tahuannya perihal tangisku ini, dimana jiwa keibuannya yang ia miliki dulu?... suara tangisku semakin membuncah, aku tak tahu lagi dengan cara apa akan ku ekspresikan luka yang tengah ku derita ini…
Oh Tuhan…cobaankah atau hukumankah ini?...andai kata ini adalah ujian hamba akan bersabar dalam menjalaninya, namun jika sebaliknya ampunilah segala dosa hamba….
bersambung.....;)
No comments:
Post a Comment