Friday, 12 August 2011

Masjid Jami’ Nanga Pinoh

Mesjid Jami’ Nanga Pinoh yang terletak di Kampung Liang, Desa Tekelak Kecamatan Pinoh Utara dulunya merupakan pusat pengembangan Islam di kabupaten Melawi.
Bentuk Mesjid Jami’ pada awalnya sebelum dipindahkan ke lokasi Mesjid yang baru sekarang. Masih menggunakan satu menara kubah yang terletak di depan pintu masuk Masjid Jami’
Masjid Jami’ Nanga Pinoh
Pusat Islam di Negeri Juang
Oleh Eko Susilo (Jurnalis Borneo Tribune)
Masjid Jami’ Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, berusia lebih dari satu abad. Masjid ini adalah masjid tertua di kabupaten Melawi. Peranannya sebagai pusat kegiatan dan peradaban Islam bertahan hingga hari ini.

Ketua Pengurus Masjid Jami’ Nanga Pinoh, Hery Hermawan yang ditemui Borneo Tribune di kediamannya mengisahkan Masjid Jami’ ini pertama kali dibangun pada tahun 1888 dan letaknya di Kampung (dusun) Liang, Desa Tekelak (saat ini masuk kecamatan Pinoh Utara).
“Sesuai dengan dokumen dan cerita para pemuka-pemuka agama saat itu, Masjid Jami’ ini dibangun pertama kali di Kampung Liang tahun 1888,” kata Hery.
Diterangkannya, Masjid Jami’ tersebut mengalami tiga kali perpindahan lokasi. Kurang lebih setelah 50 tahun dibangun, kondisi masjid tersebut mengalami rusak berat dan kondisinya sudah tidak dapat diperbaiki kembali. Selain itu, lokasi masjid sudah semakin sempit karena perumahan masyarakat yang semakin padat dan tidak tertata.
“Maka sesuai dengan mufakat para tetua dan pemuka agama, pada tahun 1938, Masjid Jami’ ini direhab total dan lokasinya dipindahkan sejauh kira-kira 500 meter dari posisi semula ke arah hulu Sungai Melawi,” kata Hery.
Posisi lokasi Masjid Jami’ tersebut, terangnya, berada diantara perbatasan Kampung Liang dan Kampung Tekelak, tepatnya di tanah milik kerajaan dengan bentuk yang sama (posisinya di depan kantor Desa Tekelak). Setelah itu, di tahun 1972 atau 34 tahun setelah pembangunan Masjid Jami’ di tanah kerajaan, Masjid Jami’ kembali direhab karena banyak bagian masjid yang mengalami rusak parah.
“Bagian pondasi bawah dan tiang-tiang mesjid sudah tidak dapat difungsikan kembali sehingga pemuka agama dan tokoh masyarakat yang dipimpin oleh H Aspar SE yang saat itu menjabat sebagai Kepala BPD Cabang Kalbar (bank Kalbar saat ini, red) wilayah Nanga Pinoh mengadakan mufakat untuk merehab kembali masjid tersebut,” terangnya.
Rehab total yang dilakukan pada tahun 1972 akhirnya merubah bentuk Masjid Jami’ sekitar 50 persen dari bentuk semula. Lantai Mesjid terbuat dari beton di atas tanah dan Masjid Jami’ ini mengalami pergeseran 10 meter dari posisi semula.
“Kemudian di tahun 1993, Masjid Jami’ mendapatkan bantuan dari masyarakat, berupa bahan triplek, paku, kayu dan semen, dimana kayu dan triplek dipergunakan sebagai dek masjid serta merehab menara kubah masjid,” tutur Hery.
Sedangkan bahan material seperti semen, dipergunakan masyarakat untuk membangun jalan dari pintu gerbang ke masjid, lantai luar, pintu gerbang serta pagar masjid.
Hery yang telah menjabat sebagai ketua Pengurus Masjid Jami’ sejak tahun 1996 mengatakan sejak tahun 1972 posisi Masjid Jami’ tidak lagi mengalami perubahan serta sudah berkali-kali diperbaiki.
“Setidaknya perbaikan sejak saya menjadi ketua pengurus Masjid Jami’ sudah mencapai Rp 100 juta. Mulai dari atap mesjid, memasang porselen serta mihrab masjid. Tapi itu semua dilakukan secara bertahap,” tuturnya.
Masjid ini sendiri, terang Hery menjadi pusat kegiatan umat Islam yang ada di kabupaten Melawi. Di masa lalu, saat daerah lain belum memiliki mesjid, banyak masyarakat dari daerah lain seperti Tanjung Lay, Tanjung Paoh, Kebebu yang berada di perhuluan sungai Melawi melaksanakan shalat Jumat di Masjid Jami’ ini.
“Hal tersebut dilakukan saat memang Masjid Jami’ ini masih merupakan masjid satu-satunya di Melawi. Mereka turun dengan cara mendayung sampan, sehingga kalau shalat Jumat, di depan lanting, banyak  sampan  yang berjejer,” katanya.
Di masa lalu, juga, terang pria yang juga menjabat Ketua LPTQ kecamatan Pinoh Utara ini, seluruh aktivitas kegiatan Islam dipusatkan di Masjid Jami’ ini. Bahkan kelompok-kelompok tarbiyah berdatangan dari semenanjung pulau Sumatera serta daerah di luar Melawi ke masjid tersebut. Saat ini, aktivitas masjid tersebut sama halnya dengan masjid lainnya yang berada di Melawi. Apalagi di bulan Ramadan ini, Masjid Jami’ selalu dipadati dengan masyarakat yang melaksanakan shalat tarawih dan tadarusan.
“Ya aktivitas di Masjid Jami’ selain ibadah shalat berjamaah dan shalat Jumat, juga ada pengajian dan majelis taklim. Dan saat ini juga TPA bagi anak-anak di sekitar Desa Tekelak juga sudah diaktifkan kembali,” terang Hery.
Hanya, saat ini, kondisi Masjid Jami’ ini sendiri tuturnya memang masih perlu perawatan dan perbaikan di sana-sini. Apalagi sejak dibangun, bantuan dari Pemda masih sangat minim dan jarang. Padahal dari segi sejarah, Masjid Jami’ merupakan salah satu situs sejarah penting yang ada di Melawi mengingat letaknya dan sejarahnya terkait dengan kedemangan (perwakilan kerajaan) Sintang di masa lalu.
“Dulu bantuan paling besar diterima masjid Jami’ ini saat ada mantan Gubernur Usman Dja’far datang ke masjid ini. Kalau dari Pemda Melawi kita pernah dapat, sekali,” katanya.
Perbaikan untuk Masjid Jami’ selama ini kata Hery diperoleh dari dermawan atau anggota DPRD Melawi. Makanya, ia berharap, perhatian Pemerintah terhadap masjid tertua di Melawi ini sangat dibutuhkan. Mengingat kampung Liang juga terdapat sejumlah situs sejarah seperti Taman Makan Pahlawan Raden Tumenggung Setia Pahlawan yang hanya berjarak 400 meter dari masjid tersebut.

1 comment:

  1. Sejarah masa lampau yang patut mendapat perhatian pemerintah, kami selaku salah satu putra desa tekelak mendukung tulisan anda ini dan kita berharap semoga pemerintah daerah kab.melawi ikut memperhatikannya

    ReplyDelete