Terapi Psikologi di Bulan Ramadan
Oleh: Isyatul Mardiyati, M.Psi
Oleh: Isyatul Mardiyati, M.Psi
Manusia adalah makhluk yang berpikir dan merasa. Ada orang yang memiliki kemampuan yang kuat untuk berpikir tapi ia tidak pandai merasa, sebaliknya ada orang yang sungguh sangat perasa, tetapi ia kurang pandai berpikir. Kualitas manusia semacam ini bisa dilihat dengan berbagai standar, misalnya; dengan kecerdasan intelektual (IQ), dan kecerdasan emosional (EQ). Manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial sehingga untuk dapat menyesuaikan diri dan hidup bermasyarakat setiap individu harus memiliki kecakapan sosial (SQ).
Di sisi lain, berbagai isu-isu persoalan yang dihadapi oleh setiap individu dewasa ini, seringkali bukanlah hal yang mudah untuk diterima. Kecerdasan yang menjadi bekal potensi manusia untuk berfikir logis (IQ) acap kali tidak sanggup menanggung berbagai beban tersebut apa lagi yang datang secara bertubi-tubi. Lebih lanjut, tekanan yang datang baik dari dalam dan dari luar dirinya ini memunculkan reaksi emosi yang beragam sesuai dengan jenis stimulus dan tingkat kematangan emosi (EQ) dari individu tersebut. Bagi mereka yang bermental tangguh tentu akan mampu menyikapi setiap persoalan dengan tawwadu dan mengambil ’ibrah dari peristiwa tersebut, namun bagi yang bermental lemah, dia akan mengalami depresi, stres atau mungkin frustasi yang dapat berujung pada penyakit kejiwaan yang lebih parah bahkan mungkin juga mendatangkan penyakit fisik. Individu yang mampu bertahan dan berjuang dengan gigih dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup yang dialaminya ini disebut memiliki kecerdasan ketangguhan (Adversity Quotiens/ AQ)
Oleh karena itu, setiap individu hendaknya dibekali dengan pelatihan secara psikologis, agar dia memiliki karakter dengan kualitas kecerdasan dan kecakapan di atas. Namun ini tentu akan memerlukan biaya yang tidak sedikit dan juga memerlukan kondisi yang memungkinkan. Dengan adanya bulan Ramadan dengan segala macam ibadahnya diharapkan tidak hanya sebagai ibadah mahdhah pada setiap muslim dan muslimah namun juga merupakan alternatif terapi psikolgis dalam melatih watak dan karakter setiap individu. Dengan kata lain, hendaknya puasa Ramadan bukan hanya ritual–seremonial semata, namun dapat pula dijadikan sebagai upaya untuk membentuk watak dan karakter manusia yang beradab. Bukan sekedar pada pengembangan aspek akal (cognition), tetapi juga mencakup ketajaman olah rasa (affection), ketangguhan mental dan kecakapan sosial. Karena satu bulan lamanya menjalani ibadah puasa, individu berlatih dan berjuang menahan diri dari berbagai godaan hawa nafsu, serta berlatih untuk menjaga kesabaran dan ketaqwaannya kepada Allah SWT dari apa yang dapat membatalkan atau mengurangi pahala puasanya. Selama bulan puasa kita juga menjalankan ibadah secara berjamaah, berzakat dan bersedekah yang akan melatih kecerdasan sosial kita.
Oleh karena itu, apabila aktivitas ibadah puasa dilakukan secara benar dan sungguh-sungguh, secara tidak langsung dapat menjadi terapi psikolgis yang efektif dalam melatih dan menumbuh kembangkan kemampuan mental khusunya terhadap kecerdasan IQ, EQ, AQ dan SQ. Sehingga seseorang yang tidak hanya berpuasa dari rasa lapar dan haus, tetapi juga puasa untuk menjaga hati, pikiran, dan perasaan, insyaAllah akan menjadi pribadi yang berkualitas. Semoga puasa tahun ini menjadi bentuk pelatihan diri untuk mendewasakan kita dalam berpikir dan bertindak sebagai khalifah Allah di muka bumi (khalifih fil ard). Amin Ya Allah Ya Rabbbal Alamin.
(Penulis adalah Dosen STAIN Pontianak)
No comments:
Post a Comment