Masjid An Nur Sintang
Masjid Agung Persegi Panjang
Masjid Agung Persegi Panjang
Oleh Endang Kusmiyati
Selain Masjid Jami’ Sultan Nata yang letaknya bersebelahan dengan keraton Mukaromah Sintang, masjid lain yang terkenal di Sintang adalah Masjid Agung An Nur. Masjid ini didirikan pada tahun 1962 atas ide dari Bakri Dansai seorang muslim yang berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. “Awalnya masjid ini dibangun karena pertimbangan untuk efisiensi umat muslim di kawasan Tanjung Puri ini dalam menjalankan ibadah khususnya salat Jumat. Sebab sebelum masjid ini dibangun, masyarakat yang akan melaksanakan salat Jumat harus menyeberangi sungai Kapuas untuk salat di masjid Jami’ Sultan Nata,”tutur Zainudin, salah satu pengurus masjid yang ditemui beberapa waktu lalu.
Masjid Agung An Nur Sintang yang kini telah berusia lebih dari setengah abad ini mempunyai peranan yang penting pula dalam proses perkembangan agama Islam di daerah ini. Apalagi masjid ini dibangun tepat di tengah kota Sintang dan pusat pemerintahan. Selain menjadi pusat ibadah bagi umat muslim, masjid Agung An Nur juga menjadi pusat pendidikan. Hal ini ditandai dengan pernah dilaksanakannya proses belajar Ibtidaiyah atau setingkat SD di masjid tersebut. Kemudian hingga saat ini juga masih ada perpustakaan yang jumlah bukunya sangat banyak dan banyak menjadi referensi para pelajar SMA Muhamadiyah, SMP dan SMA Mujahidin yang ada di sekitar masjid dan sekolah-sekolah lain yang ada di kota Sintang.
Masjid Agung An Nur dibangun diatas bukit. Pembangunanya dilaksanakan dengan sangat sederhana. Begitu juga peralatan yang digunakan. Misalnya untuk memotong kayu atau yang dibutuhkan untuk membangun tiang utama masjid hanya digunakan gergaji dan kampak saja. Begitu juga untuk meratakan dan menimbun tanah di lokasi pendirian masjid hanya digunakan cangkul dan skop serta karung untuk mengangkut tanah.
“Peralatan yang digunakan hanya cangkul dan sekop. Bahkan untuk mengangkut tanah yang berada di bukit ke tempat yang rendah agar seimbang, kami hanya menggunakan karung,”ujarnya.
Pembangunan masjid Agung An Nur ini dilakukan swadaya oleh masyarakat Tanjung Puri secara bergotong-royong selama kurang lebih 4 tahun. Tak hanya masyarakat, TNI dan Polri juga turut membantu pembangunan masjid dengan cara bergiliran.
“Jadi jadwal kerjabakti atau gotong royongnya diatur antara masyarakat, TNI dan Polri,” kata Zainudin.
Dengan dibangunya masjid Agung An Nur Sintang dikatakan Zainudin berukuran kurang lebih 20x20 ini maka masyarakat muslim Tanjung Puri dan sekitarnya tidak perlu lagi menyeberang sungai Kapuas menuju masjid Sultan Nata untuk beribadah.
Setelah 4 tahun dibangun, meskipun masih belum tuntas masjid tersebut teah digunakan untuk beribadah sholat jumat bagi masyarakat Tanjung Puri dan sekitarnya. Walaupun saat itu, lantainya masih dalam bentuk semen kasar, namun masyarakat merasa terbantu dengan adanya masjid Agung itu.
“Berfungsinya masjid menjadi tempat ibadah memberikan alternative baru bagi masyarakat di wilayah Tanjung Puri dan sekitarnya untuk beribadah. Karena mereka tidak lagi harus menyeberang ke Masjid Jami,” ucapnya.
Dua tahun kemudian, pembangunan masjid kembali dilanjutkan. Pembangunan dilakukan karena tuntutan jamaah yang semakin bertambah. Pembangunan masjid kali ini dananya bersumber dari sumbangan jamaah. Saat itu pengurus masjid memutuskan untuk memperluas bangunan masjid ke bagian belakang. Maka jadilah masjid Agung An Nur berbentuk persegi panjang.
“Orang luar Sintang biasanya heran melihat masjid ini. Karena biasanya masjid berbentuk segi empat. Namun masjid An Nur berbentuk persegi panjang. Sehingga biasanya mereka mengira ini adalah gedung atau rumah,” tutur Zainuddin.
Seiring berjalannya waktu masjid Agung An Nur terus diperbaiki dan diperluas hingga saat ini ukuranya mencapai 20 x 40. Selain digunakan untuk beribadah, masjid ini juga digunakan sebagai Madrasah Ibtidaiyah Sintang (MIS), dimana saat itu proses belajar mengajarnya hanya menggunakan ruangan yang dibatasi dengan kain di bagian belakang masjid.
“Dulu di masjid terdapat MIS yang hanya berupa kelas sederhana yaitu menggunakan kain sebagai pembatas. Seiring berjalannya waktu, MIS kemudian dipindahkan dan di sekitar masjid saat ini juga dibangun sekolah dari Yayasan Mujahiddin dan Muhamadiyah,” pungkasnya
Masjid yang terletak di Jln.Imam Bonjol ini saat ini boleh disebut sebagai masjid besar di kabupaten Sintang. Hal ini paling tidak tercermin dari namanya yaitu masjid Agung An Nur.
No comments:
Post a Comment