Friday, 5 August 2011

Pemasaran Tembus Mancanegara


Dalam kemasan
Hasil produksi lidah buaya, dodol, krupuk, dan teh yang siap untuk dipasarkan telah dikemas dengan rapi sebelum dikirim ke pasar. Selain menampilkan mutu makanan, kotak makanan khas Kota Pontianak ini juga didesain dengan tampilan yang menarik. FOTO: Ubay KPI

Pemasaran Tembus Mancanegara 
Oleh Ubay KPI (Jurnalis Borneo Tribune)
Makanan dari bahan mentah lidah buaya telah ditetapkan sebagai ikon khas Kota Pontianak. Beberapa pengusaha di bidang produksi lidah buaya, baik diolah menjadi dodol, krupuk, teh, tepung, minuman dan manisan terus melebarkan sayap dalam pemasaran produksi lidah buaya. Bukan hanya di lokal Kota Pontianak, namun hingga ke negeri tetangga.
Upaya tersebut terus dilakukan dalam membesarkan makanan khas Kota Pontianak dan dikenal banyak orang. Pada awal mula lidah buaya menjadi cocok tanam masyarakat Kota Pontianak khususnya di bagian utara, masyarakat hanya mengolah menjadi minuman. Seiring berkembang, kemudian di tahun 2000-an, lidah buaya diolah menjadi jajanan lezat, dodol lidah buaya dan manisan.
Begitu juga dengan kulit lidah buaya bekas pengupasan, dikeringkan menjadi teh lidah buaya. Dua tahun terakhir, lidah buaya kembali dikembangkan menjadi krupuk lidah buaya.
Salah satu produksi lidah buaya di Pontianak Utara, PD Barokah yang memproduksi dodol lidah buaya hingga krupuk, saat ditemui siang kemarin, pemilik perusahaan, Jamaludin mengatakan, pengolahan lidah buaya memang terhitung sulit. Namun, melihat animo masyarakat terhadap makanan khas ini mengiring untuk terus memproduksinya.
Hanya saja, beberapa tahun terakhir, perusahaan kerapkali kesulitan mendapatkan lidah buaya. Banyak petani lidah buaya beralih menanam tanaman lain. “Saya memproduksi dodol, krupuk, hingga manisan, bahan mentah kita dapatkan dari petani yang memang kita kontrak untuk terus mensuplai lidah buaya. Akan tetapi, ada juga rekan pengusaha lain yang mengaku kadang kekurangan bahan mentah,” ujarnya.
Selain dari sisi mengembangkan ekonomi, Jamaludin juga mengatakan tetap eksis melakukan produksi lidah buaya karena ingin menjaga  bagaimana lidah buaya tetap menjadi ikon yang tak terhapuskan bagi daerah ini. “Kalau dilihat dari sisi ekonomi, harga olahan lidah buaya tidak terlalu tinggi dan dari tahun ke tahun selalu bertahan,” ujarnya.
Upaya yang dilakukan pedagang lidah buaya tidak hanya berputar di Kota Pontianak. Usaha melakukan pemasaran ke luar kota telah dilakukan. Hanya saja dikatakan Jamaludin, upaya tersebut belum berhasil. “Kita pernah memasarkan ke Sarawak, namun masih belum mendapat sambutan dari masyarakat sana,” ujarnya.
Saat ini, pemasaran hasil olahan lidah buaya hanya bermain di swalayan dan toko-toko penjual khas daerah. Seperti di pertokoan di PSP Pontianak.
Hasil pantauan lapangan di daerah Pontianak Utara kemarin, ditemukan lahan yang sebelumnya tumbuh daun lidah buaya, kita telah menjadi semak dan ada juga yang ditanami sayur mayur. Bahkan ada juga mengganti lahan tersebut dengan batang papaya.

No comments:

Post a Comment