Oleh Sang Pencinta
Saya tidak tahu harus memulai dari mana sebuah catatan luapan hati ini. Terlalu banyak kesalahan yang saya perbuat menurut pendanganmu. Dan terlalu sering kau merasa tersakiti dan tersiksa oleh sikapku yang kau anggap tidak tranparan terhadapmu.
Kutelah berbuat bagaimana dan seperti apa saya. Kucoba hapus kebiasan menggoda dan mendekati orang lain. Namun kamu selalu mengiran diri ini mengkhianatimu. Padahal, itu hanyalah bentuk komunikasi dalam menjalin sebuah persahabatan dalam dunia maya. Entah itu Lianul Naula, Jeinza, atau Maya. Tidakbolehkah saya mengenal orang lain? Tidak bolehkah saya mengomentari sebuah status orang lain? Tidak bolehkah saya berinteraksi dengan orang lain hanya untuk mengetahui sebuah cerita pengalamannya?
Kutahu, kau pencemburu, kau ingin merubah sikapku yang kau anggap “pecicilan”. Tapi bisakah dengan waktu yang singkat untuk merubah hal itu? Sebatas untuk pengatahuan, di balik semua itu tak ada niat untuk menduakan atau melebur cinta menjadi tiga sudut.
Berulangkali kusampaikan, yang kupegang hanyalah sebuah komitmen bagaimana saling mengisi diantara kekurangan masing-masing.
Adalah sebuah pembelajaran berharga bila bisa memecahkan sebuah masalah dengan pikiran tanpa tanpa campur tangan keegoisan. Komunikasi menjadi obat ampuh dalam menyelesaikan sebuah masalah. Terlebih lagi itu hanya sebuah masalah kecil. Sekecil apapun suatu masalah akan menjadi besar bila disulut dengan keegoan dan emosi. “Ego adalah ketiadaan”.
Saya sangat bersyukur bisa belajar dasar-dasar komunikasi. Etika beriteraksi, dan cara berkomunikasi. Dari situ kudapatkan bagaimana bisa menemukan sebuah benang merah dalam suatu masalah. Jujur, saya ingin murtad dari keegoisan. Saya hidup dalam keluarga yang berwatak keras. Factor genetic itulah yang membuat saya emosi. Terlebih lagi bila disulut dengan emosi. Masa saat ini bagaimana menata sebuah hubungan dan menjalankan dengan sebuah komunikasi yang baik. Keluarga akan baik bila komunikasinya baik. Begitu juga sebaliknya.
Bukan sok pengertian, dan bukan sok kau yang akan menjadi pendamping. Demi sebuah keabadian, apa yang terucap dalam message telepon semua terekam dalam notebook mini ini. Itu akan menjadi sejarah bagaimana rell perjalanan ini menuju stasiun pelaminan dan ranjang.
Diantara kita banyak perbedaan. Dan banyak pula persamaan. Dari perbedaan itu lahir sebuah kesalahan dari suatu sikap yang tak dimiliki kamu. Kau ajak aku transparan, sudah kulakukan. Tapi mengapa setiap ada orang lain nangkring di statusku kau selalu permasalahkan? Pernahkah aku mempermasalahkan siapa yang ada di dinding FB-mu? Pernahkah aku mempermasalahkan kau diteropong orang lain hingga akupun menjadi sasaran sebuah message hitam? Kutak mempermasalahkan karena aku yakin dan percaya 100 persen akan kesetianmu. Mungkin kau anggap apa yang aku lakukan sebelumnya hanyalah topeng semata. Tapi itu tidaklah benar!!! Kapan kau akan percaya akan isi diri ini? jodoh bukan hanya Tuhan yang memiliki peran, akan tetapi kita juga berhak menentukan.
Kuakui, diri ini memang kerapkali salah dan membuat kamu tersiksa dengan kondisi yang saat yang juga tidak memungkinkah. Kalau ini memang jalan buntu, maafkan atas kesalahanku. Terimakasih atas ilmu yang telah kau bagi.
Yang terakhir dariku yang mungkin ini tak penting bagimu namun sangat berharga bagiku. Terimalah sebuah ucap sensor yang sering kau kirim padaku melalui message. M*** **u dan K****n. Dan sebuah lagu ini untuk pengingatan kita dalam sebuah pembelajaran usai pertemuan pertama kita di Warkop dekat SMAN 2 Pontianak.
Dan tulisan yang terus mengikuti cursor ini mewakili keberadaan hati ini. Bukan ingin menyembah padamu, jujur, catatan ini kutuang bersamaan dengan mata yang basah seraya menahan air itu untuk tidak tumpah dikeramaian orang di sebuah warung kopi Jalan Gajah Mada, Setia Budi, H. Abbas.
No comments:
Post a Comment