Friday, 12 August 2011

Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman

Masjid peninggalan Raja Pontianak, Sultan Syarif Abdurahman yang juga menjada ikon Kota Pontianak
Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman
Petanda Sejarah Kota Pontianak
Oleh Achmad Munandar (Jurnalis Borneo Tribune)
Masjid Jami’ Pontianak atau dikenal juga dengan nama Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman merupakan satu dari dua bangunan yang menjadi pertanda berdirinya Kota Pontianak pada 1771 Masehi, selain Keraton Kadriyah. Masjid ini sekarang terletak di permukiman padat penduduk Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, dan di bagian depan masjid yang juga menghadap ke barat, terbentang Sungai Kapuas.
Wakil Ketua Masjid Jami’ Syarief Selamat Jusuf Alkadri, Selasa (2/8) mengatakan, pendiri masjid sekaligus pendiri Kota Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie. Ia seorang keturunan Arab, anak Al Habib Husein, seorang penyebar agama Islam dari Jawa. Al Habib Husein datang ke Kerajaan Matan pada 1733 Masehi. Al Habib Husein menikah dengan putri Raja Matan (kini Kabupaten Ketapang) Sultan Kamaludin, bernama Nyai Tua. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Abdurrahman Alkadrie, yang meneruskan jejak ayahnya menyiarkan agama Islam.
Syarif Abdurrahman tinggal di Mempawah.
Kemudian dia melakukan perjalanan dari Mempawah dengan menyusuri sungai Kapuas. Ikut dalam rombongannya sejumlah orang yang menumpang 14 perahu. Rombongan Abdurrahman sampai di muara persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak pada 23 Oktober1771. Kemudian mereka membuka dan menebas hutan di dekat muara itu untuk dijadikan daerah permukiman baru. Abdurrahman mendirikan sebuah kerajaan baru Pontianak. Ia pun membangun masjid dan istana.
Dikatakannya, masjid yang dibangun aslinya beratap rumbia dan konstruksinya dari kayu.
Syarif Abdurrahman meninggal pada 1808 Masehi. Ia memiliki putera bernama Syarif Usman. Saat ayahnya meninggal, Syarif Usman masih berusia kanak-kanak, sehingga belum bisa meneruskan pemerintahan almarhum ayahnya. Maka pemerintahan sementara dipegang adik Syarif Abdurrahman, bernama Syarif Kasim. Setelah Syarif Usman dewasa, dia menggantikan pamannya sebagai Sultan Pontianak, pada 1822 sampai dengan 1855 Masehi.
Pembangunan masjid kemudian dilanjutkan Syarif Usman. Catatan tentang hal itu terlihat pada inskripsi huruf Arab yang terletak di atas mimbar yang menyebutkan masjid Jami’ Sultan Abdurrahman dibangun Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharram tahun 1237 H. Berbagai penyempurnaan dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya hingga bentuknya yang sekarang ini.
Masjid Jami’ Pontianak sekarang dapat menampung sekitar 1.500 jamaah salat. Masjid akan penuh terisi jamaah salat, saat waktu salat Jumat dan tarawih Ramadan.
Jika melihat ke bagian dalam masjid, terdapat enam pilar dari kayu belian berdiameter setengah meter. Dua pelukan tangan orang dewasa tak akan mampu mencapai lingkaran pilar. Selain pilar bundar, juga ada enam tiang penyangga lainnya yang menjulang ke langit-langit masjid, berbentuk bujur sangkar.
Pilar bujur sangkar itu berukuran kayu belian untuk tiang rumah dewasa ini. Namun ukurannya di atas rata-rata. Jika sekarang ada ukuran 6×6, 7×7, 8×8, dan 10×10 maka tiang tersebut lebih besar lagi.
Masjid itu memiliki mimbar tempat khutbah yang unik, mirip geladak kapal. Pada sisi kiri dan kanan mimbar terdapat kaligrafi yang ditulis pada kayu plafon.
Hampir 90 persen konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian. Atapnya yang semula dari rumbia, kini menggunakan sirap, potongan belian berukuran tipis. Atapnya bertingkat empat. Pada tingkat kedua, terdapat jendela-jendela kaca berukuran kecil. Sementara di bagian paling atas, atapnya mirip kuncup bunga atau stupa.
Jendelanya yang berjejeran dengan pintu masuk, berukuran besar-besar, juga dari kaca tembus pandang. Ada pula kaca yang berwarna merah dan kuning.
Jarak antara lantai masjid dengan tanah, sekitar 50 centimeter. Namun menurut seorang pemuda setempat, tinggi antara lantai masjid dengan tanah sekitar dua meter. Kini kolong masjid sudah dicor semen, agar lantainya tidak semakin turun. Struktur tanah yang labil dan sebagian besar bergambut, menjadikan bangunan-bangunan di Pontianak gampang amblas.
Selain itu Ia juga mengatakan, bahwa masjid Jami’ memiliki berbagai kegiatan  terutama pada hari-hari besar Islam. Baik itu kegiatan bersifat keagamaan, maupun bersifat kegiatan kemasyarakatan berupa perlombaan. Perlombaan itu antara lain lomba baca Quran. Kegiatan tersebut dilaksanakan di awal puasa.

No comments:

Post a Comment