Herlambang: Perselingkuhan adalah Zina
Oleh Ubay KPI
Perselingkuhan yang seakan menjadi suatu kebiasan dalam kehidupan masa sekarang, bukan hanya bagi muda-mudi namun juga mereka yang berkeluarga. Seperti yang terjadi beberapa hari ini santer mempublikasikan terkait perselingkuhan yang dilakukan oknum pejabat Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Dalam konteks keagamaan (Islam), Saifudin Herlambang menjelaskan saat ini perselingkuhan hanya dipandang dari dimensi akhlak bukan dari sisi hukum. Sehingga mereka sangat mudah melakukan hal itu. Pada intinya, perselingkuhan baik bagi mereka yang berkeluarga atau tidak, hukum dan dalil tetap sama yang digunakan yakni dalil zina.
“Zina terendah itu adalah perasaan atau zina khofi, sedangkan yang disebut zina (berhubungan badan) ialah zina shoghir. Nah perselingkungan yang sampai pada berciuman dan berada di tempat tertutup dengan berduaan sudah sangat mendekati zina shoghir,” ungkapnya.
Akan tetapi, perlu dipandang. Apakah setiap bersamaan atau gandengan tangan itu sudah berselingkuh? Atau duduk berduaan tanpa mengetahui lebih jelas sudah dikatakan selingkuh? Perlu mengkaji ulang sebelum memfonis mereka berzina atau berselingkuh.
Bila masyarakat memandang dari dimensi akhlak, perselingkuhan yang notabeni sangat melanggar sekali dari aturan akhlakul karimah sudah barang pasti tidak akan melakukan hal itu. Yang terjadi saat ini, perselingkuhan mereka pandang dari dimensi hukum, yang hukumannya sangat mendekati persamaannya dengan sangsi zina.
“Dalam Alquran sudah sangat jelas bagaimana tingkatan zina itu, memiliki perasaan yang beda saja kepada orang lain sudah zina, apalagi sampai dengan berhubungan badan, rajam hukumannya. Sedangkan gaya perselingkuhan yang terjadi saat ini itu sangat-sangat mendekati kepada tingkat zina shoghir (berhubungan badan),” tegasnya.
“Kalau dimensi hukum, dikatakan berselingkuh itu bila sudah berhubungan badan. Yang lumrah saat ini perselingkuhan dilihat dari sisi hukum, tidak dari sudut akhlak. Kalau dipandang dari sisi akhlak sudah sangat bertentangan sekali,” ungkapnya.
Dalam konteks keagamaan (Islam), Saifudin Herlambang menjelaskan saat ini perselingkuhan hanya dipandang dari dimensi akhlak bukan dari sisi hukum. Sehingga mereka sangat mudah melakukan hal itu. Pada intinya, perselingkuhan baik bagi mereka yang berkeluarga atau tidak, hukum dan dalil tetap sama yang digunakan yakni dalil zina.
“Zina terendah itu adalah perasaan atau zina khofi, sedangkan yang disebut zina (berhubungan badan) ialah zina shoghir. Nah perselingkungan yang sampai pada berciuman dan berada di tempat tertutup dengan berduaan sudah sangat mendekati zina shoghir,” ungkapnya.
Akan tetapi, perlu dipandang. Apakah setiap bersamaan atau gandengan tangan itu sudah berselingkuh? Atau duduk berduaan tanpa mengetahui lebih jelas sudah dikatakan selingkuh? Perlu mengkaji ulang sebelum memfonis mereka berzina atau berselingkuh.
Bila masyarakat memandang dari dimensi akhlak, perselingkuhan yang notabeni sangat melanggar sekali dari aturan akhlakul karimah sudah barang pasti tidak akan melakukan hal itu. Yang terjadi saat ini, perselingkuhan mereka pandang dari dimensi hukum, yang hukumannya sangat mendekati persamaannya dengan sangsi zina.
“Dalam Alquran sudah sangat jelas bagaimana tingkatan zina itu, memiliki perasaan yang beda saja kepada orang lain sudah zina, apalagi sampai dengan berhubungan badan, rajam hukumannya. Sedangkan gaya perselingkuhan yang terjadi saat ini itu sangat-sangat mendekati kepada tingkat zina shoghir (berhubungan badan),” tegasnya.
“Kalau dimensi hukum, dikatakan berselingkuh itu bila sudah berhubungan badan. Yang lumrah saat ini perselingkuhan dilihat dari sisi hukum, tidak dari sudut akhlak. Kalau dipandang dari sisi akhlak sudah sangat bertentangan sekali,” ungkapnya.
No comments:
Post a Comment